Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.
Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, EdgarSelagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
“Oh, Rick … kau hebat sekali.”Ivana tercengang manakala ia mendengar suara seorang wanitamendesahkan nama tunangannya dari dalam apartemen. Ivana pun berjalan cepat kedalam sana, untuk melihat apa yang terjadi. Dalam hati ia berharap bahwa initidak seperti apa yang ada dipikirannya. Buru-buru ia membuka pintu apartemenitu.“K-kalian—"Sepersekian detik kemudian, Ivana menjatuhkan koper yang iabawa ke lantai hingga menimbulkan suara berbedam. Hatinya hancur saat melihat Rick, tunangannya, tengahbergumul dengan seseorang yang sangat ia kenal, yaitu adik tirinya sendiri.Suara koper jatuh milik Ivana rupanya membuat Rick danwanita itu terusik, hingga mereka yang semula masih asik saling memuaskan, kiniberhenti. Pria itu membeku menatap sosok Ivana. "Sa-sayang…."Gadis pemilik mata biru itu tengah menatapnya dengan nyalangdan penuh kabut kecewa. Buru-buru pria itu menutupi tubuhnya dengan kainseadanya yang ada di sana. Panik, Rick berjalan menghampiri Ivana yang masihmematun
"A-apa yang terjadi? Kenapa aku seperti ini? A-aku adadi mana?" tanya Ivana gelagapan, manakala ia melihat-lihat ke setiap sudutkamar mewah yang asing ini. "Tunggu... Kenapa juga tubuhku terasa sangat sakit danpegal? Terutama pada bagian...." Ivana tidak melanjutkan kata-katanya,sebab atensi dan fokusnya kini tertuju kepada miliknya yang terasa sakitseperti habis dirobek paksa."Siapa yang sudah melecehkanku?" gumam Ivanagelisah. Wanita itu memejamkan matanya, sembari berusaha untuk mengingat-ingatapa yang terjadi semalam.Ketika sedang mencoba mengingat apa yang terjadi kepadanya,potongan-potongan ingatan seperti film yang diputar secara acak muncul diingatannya. Ivana mengingat kejadian di mana ia memergoki sang calonsuami bercumbu dengan adik tirinya sendiri di dalam apartemen miliknya.Kemudian, Ivana pergi ke sebuah tempat hiburan malam untuk melampiaskankesedihannya.Saat ia sedang asyik minum-minum seorang diri, tiba-tibasaja, seorang pria datang menghampirinya. N
"Kak, aku mohon... maafkan kak Rick, dia tidakbersalah."Kali ini Julia yang berbicara, dengan suara lembut danmemelas. "Kalau dia tidak bersalah, jadi... kau yang salah, begitu?”Ivana menatap ketus pada Julia yang terus membantu Rick meyakinkannya. “Kauyang menggodanya?" "A-aku..." Julia kehilangan kata-katanya danmenundukkan kepala. "Kenapa kau diam? Bukankah kau selalu memakiku? Kenapakau tidak menjambak rambutku seperti biasanya?" Ivana tahu, jika Julia sebenarnyatengah menahan kesal. Namun wanita itu menahannya karena tidak mau terlihatjelek di mata Rick. "Aku ucapkan selamat untuk keberhasilanmu, Julia.Setelah merebut kasih sayang papaku, teman-temanku … kau juga telah berhasilmerebut calon suamiku. Kau memang seperti ibumu yang jalang itu! Kalianberpura-pura polos, menjerat, lalu merebut milik orang lain.”Ivana mengeluarkan semua kemarahan yang ada di dalam dirinyaterhadap Julia dan juga ibunya yang dulu merebut ayahnya dari mama dan dirinya.Ibunya Julia dulu
'Apakah dia pria yang….’Ivana tersentak kaget mendengar pertanyaan dari mantan calon Ayah mertuanya itu. Seketika, pikirannya langsung tertuju kepada malam panas yang telah merenggut mahkotanya. Edgar dan Ivana beradu netra cukup lama, bahkan tangan Edgar masih memegang tangan wanita muda itu. Ivana berdebar, ia terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Edgar kepadanya. Bulu kuduknya berdiri, tubuhnya meremang dan untuk sesaat ia tidak bisa bernapas. "Pa-paman, apa maksud Paman bicara seperti ini?" Ivana tersenyum canggung seraya melepaskan tangannya dari genggaman tangan Edgar. "Mungkinkah kau tidak mengingat malam itu?" Edgar mengerutkan keningnya, ia melihat ke dalam mata berwarna biru milik Ivana. "Malam apa, Paman? A-aku tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan?" tanya Ivana gugup.Ia mulai menghindari tatapan dari Edgar. Sebab, pikiran Ivana mulai mengarah ke arah yang negatif. Ivana mulai berpikir, bahwa pria yang merenggut mahkotanya itu adalah Edgar yang notabe
Ivana bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah Edgar akan membahas soal malam itu? "Duduklah, karena pembicaraan ini tidak akan sebentar."Edgar menyimpan berkas yang sedang ia baca barusan ke atas meja. Lalu atensinya tertuju kepada Ivana yang masih berdiri di hadapannya. "Saya rasa, tidak ada yang perlu saya bicarakan dengan Bapak!" ujar Ivana dengan bahasa formal, layaknya seorang karyawan yang berbicara dengan atasannya. Sudut bibir Edgar tertarik ke atas sehingga memperlihatkan sebuah senyuman sinis. "Ada, banyak, Ivana. Tentang hubunganmu dan Rick, lalu tentang hubungan kita ke depannya." “Aku sudah selesai dengan anak Paman itu," ketus Ivana yang benar-benar terlihat malas membahas Rick. "Benar, kau sudah selesai dengan anakku, tapi kau baru akan memulai hubungan denganku!" Ivana mengerutkan keningnya, dia tidak memahami apa yang dikatakan oleh Edgar. "Apa yang Paman—""Menikahlah denganku, Ivana." Wanita cantik bermata biru itu tampak terkejut dengan apa yang baru saja dikat
"Paman, sebelum aku berpikir untuk menjawabnya. Aku ingin bertanya kepada Paman dan Paman harus menjawabnya dengan jujur." Edgar siap mendengarkan apa yang akan ditanyakan oleh Ivana."Apa tujuan Paman menikahiku? Apa benar karena tanggungjawab saja?"Edgar tampak santai, ia sama sekali tidak merasa tegang ataupun tertekan dengan pertanyaan Ivana, seolah-olah ia memang sudah memiliki jawabannya. "Yang pertama mungkin karena tanggungjawab, tapi alasan yang kedua...akan kuberitahukan padamu kalau kita sudah menikah nanti."Ivana terlihat berpikir, tangannya terkepal erat membentuk sebuah gumpalan. Banyak sekali yang dipikirkannya saat ini. Terutama tujuan utama Edgar menikahinya, Ivana yakin ada motif lain.Satu minggu berlalu, sejak Edgar melamar Ivana .... Di sebuah kamar mewah, terlihat wanita itu sedang merias wajahnya sendiri sambil bercermin. Ia memilih lipstik warna merah dan memakai dress panjang berwarna merah menyala. Ia tampak memamerkan senyum indahnya yang memiliki dua les