"Kak, aku mohon... maafkan kak Rick, dia tidak bersalah."
Kali ini Julia yang berbicara, dengan suara lembut dan memelas.
"Kalau dia tidak bersalah, jadi... kau yang salah, begitu?” Ivana menatap ketus pada Julia yang terus membantu Rick meyakinkannya. “Kau yang menggodanya?"
"A-aku..." Julia kehilangan kata-katanya dan menundukkan kepala.
"Kenapa kau diam? Bukankah kau selalu memakiku? Kenapa kau tidak menjambak rambutku seperti biasanya?" Ivana tahu, jika Julia sebenarnya tengah menahan kesal. Namun wanita itu menahannya karena tidak mau terlihat jelek di mata Rick. "Aku ucapkan selamat untuk keberhasilanmu, Julia. Setelah merebut kasih sayang papaku, teman-temanku … kau juga telah berhasil merebut calon suamiku. Kau memang seperti ibumu yang jalang itu! Kalian berpura-pura polos, menjerat, lalu merebut milik orang lain.”
Ivana mengeluarkan semua kemarahan yang ada di dalam dirinya terhadap Julia dan juga ibunya yang dulu merebut ayahnya dari mama dan dirinya.
Ibunya Julia dulu adalah sekretaris sang papa, mereka berselingkuh di saat ibunya sedang sakit. Lalu kejadian saat ini, membuat amarahnya kembali mencuat ke permukaan.
“K-kak, apa maksudmu?”
Ivana tersenyum getir, ia menatap Julia yang tengah bersandiwara dengan remeh. "Kalian, ibu dan anak sama saja... di dalam tubuh kalian mengalir darah wanita murahan!"
Plak!
Wajah wanita itu terhuyung ke samping, saat pipinya ditampar keras oleh seorang pria yang tiba-tiba saja muncul. Pipinya terasa panas, bahkan untuk sesaat ia merasa telinganya berdengung.
Senyuman tipis penuh kepuasan terlihat di bibir Julia, ia lihat bahagia saat melihat Ivana ditampar oleh pria itu. "Rasakan," gumam Julia pelan.
"Jaga bicaramu Ivana!” ujar pria itu keras. “Sudah lama kau tidak pulang ke mari, sekali kau datang, kau malah dengan seenaknya menghina adikmu?!"
Pria itu adalah ayahnya, Samuel. Ia menatap putri sulungnya yang baru saja mendapatkan tamparan keras darinya itu.
Meski sudah biasa mendapatkan perlakuan berbeda dari ayahnya yang lebih membela Julia, hati Ivana tetap teriris mendengar kalimat menyalahkan itu keluar dari ayah kandungnya sendiri.
Ketimbang membela Ivana, Samuel memilih untuk membela anak tirinya bahkan tanpa tahu bagaimana duduk permasalahannya.
Mata Ivana mulai berkaca-kaca, akan tetapi ia berusaha untuk tidak meneteskan air matanya. Sebab, semakin ia menangis dan menunjukkan kelemahan, maka Julia dan Rick akan semakin menertawakan dirinya.
"Maafkan aku, bila aku memang sudah mengganggu ketenangan keluarga ini.” Ivana berusaha tenang dan kembali melanjutkan bicaranya. “Aku pulang kemari bukan untuk tinggal di sini. Aku hanya mampir karena apartemenku sedang dibersihkan. Kau mau tau alasannya, Tuan Harison?"
“Ivana, kenapa kau memanggilku seperti itu?!”
Ivana tidak mengacuhkan protes yang diutarakan sang ayah. "Tadi malam aku melihat ada dua anjing yang sedang kawin di sofa apartemenku!" ujar Ivana seraya melihat ke arah Julia dan Rick dengan sinis.
Rick terdiam, tapi dalam hati, ia merasa tertampar dengan kata-kata Ivana.
"Apa maksudmu?" tanya Samuel.
"Kau tanya saja pada aanak kesayanganmu itu, Tuan Harison," jawab Ivana dengan sinis.
"Julia sayang, ada apa ini?" tanya Samuel begitu lembut pada Julia.
Sikap dan kata-kata Samuel terhadapnya dan juga terhadap Julia sangatlah berbeda.
Julia lalu memeluk ayahnya dan menangis di dalam dekapan pria itu. "Ayah, ini adalah kesalahanku. A-aku tidak sengaja tidur dengan calon suami kak Ivana!"
Ivana berdecih jijik dengan dalih yang diucapkan oleh Julia. "Cih, apanya yang tidak sengaja. Jelas-jelas mereka sudah berhubungan sejak dua bulan yang lalu."
"Apa? Bagaimana bisa begitu? Pasti semua ini ada penjelasannya bukan?" tanya Samuel begitu lembut, seolah perbuatan Julia bukanlah kesalahan besar.
Hati Ivana semakin sakit, ia merasa tersisihkan dan tidak mempunyai tempat di hati ayahnya lagi.
"Aku..."
Ivana menyela ucapan Julia, "Sudahlah, kau tidak perlu repot-repot untuk menjelaskan semuanya pada Tuan Harison."
"Ivana, aku ayahmu! Panggil aku dengan sopan!" tegur Samuel kepada putrinya yang tidak memanggilnya ayah.
"Oh... Jadi, anda merasa terganggu karena aku tidak memanggilmu ayah?” kata Ivana sinis. “Maaf Tuan Harison, sepertinya di sini anakmu hanya dia saja, bukan aku. Aku adalah anak ibuku, dan aku sudah kehilangan Ayahku sejak usiaku 10 tahun!"
Ya, Ivana memang telah menganggap dirinya seorang yatim sejak ia berusia 10 tahun. Saat itu, ia tahu jika ayahnya berselingkuh dan tiba-tiba membawa dua anak tirinya.
"Ivana..."
"Jangan bicara apa-apa lagi Tuan Harison. Aku datang k emari hanya untuk mampir, aku tidak bermaksud untuk mengambil tempat istri dan anak-anakmu." Ivana mengucapkannya dengan senyuman getir dan juga rasa sakit di dalam hatinya. "Kemudian untuk kalian berdua, berbahagialah. Aku sangat menantikan undangan pernikahan kalian. Oh, aku tau … apa jangan-jangan kalian ingin menikah di hari pernikahan yang seharusnya untukku? Jangan lupa undang aku, ya."
Wanita itu merasa hatinya sedikit puas saat menyindir keduannya habis-habisan. Ia menunjukkan bahwa dirinya tidaklah lemah, bahwa ia bisa menutupi hatinya yang rapuh.
Hebatnya, wanita itu masih bisa tersenyum, meskipun matanya terlihat berkaca-kaca.
"Oh, ya Julia, kuperingatkan padamu satu hal.” Ivana yang semula sudah siap meninggalkan rumah, kembali menghentikan langkahnya. “Ini terakhir kalinya kau merebut sesuatu dariku. Dan ini adalah pengampunan terakhirku untukmu!"
Setelah mengatakannya, wanita itu bergegas pergi meninggalkan rumah itu. Ia tidak mau berlama-lama di sana, rasanya muak dan selalu ingin emosi.
Ivana pergi dari rumahnya dengan perasaan yang hancur. Setelah berada di apartemennya, barulah Ivana menangis sejadi-jadinya. Rasa sakit hati yang bertubi membuat dendam kini bercokol di hatinya.
"Akan kubalas kalian berdua, tunggu saja!”
**
3 hari berlalu setelah kejadian itu, Ivana tidak peduli dan acuh dengan Rick yang selalu berusaha untuk menghubunginya. Ivana lebih memilih membalas rasa sakit hatinya dengan hidup bahagia, menutup mata dan telinga terhadap orang-orang yang sudah menyakitinya.
Hari ini pun Ivana akan memulai pekerjaan magangnya di sebuah perusahaan fashion terbesar di kota Paris bernama Denvier Fashion.
Ya, perusahaan ini adalah perusahaan yang dipimpin oleh Edgar, ayah dari mantan calon suaminya.
"Kenapa aku harus mendapatkan bagian magang di kantor ini?" gerutu Ivana saat ia sudah berada di depan gedung perusahaan fashion itu.
Tempat magang ini bukan pilihannya, melainkan pilihan dari kampus dan ia tidak bisa menolak.
Tanpa Ivana sadari, sosok Edgar sudah berdiri tepat di belakangnya. Pria yang baru saja tiba di kantor bersama sekretarisnya itu mendengar apa yang baru saja dikatakan gadis itu.
"Sepertinya kau tidak senang magang di sini. Atau kau tidak senang bertemu denganku lagi?"
Suara pria itu sontak saja membuat Ivana menoleh ke belakang. "Paman?"
"Kenapa kau tidak menemuiku, Ivana? Aku sudah menunggumu," ucap Edgar lembut.
"Maaf Paman, sepertinya mulai saat ini dan seterusnya … saya tidak bisa pernah bertemu dengan paman lagi. Paman pasti tau alasannya kan?"
Ivana menghela napas setelah mengatakan apa yang harus dia katakan kepada lelaki yang memiliki perbedaan usia 19 tahun dengannya.
Edgar memegang tangan Ivana secara tiba-tiba dan membuat wanita itu terkejut dengan tindakannya.
"Paman... apa yang Paman lakukan?" tanya Ivana heran.
Pria itu mendekat ke arah wajah Ivana, sehingga membuat jantungnya berdebar-debar, karena saat ini posisi mereka berjarak sangatlah dekat. "Ivana, apa malam itu aku menyakitimu?"
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa