'Apakah dia pria yang….’
Ivana tersentak kaget mendengar pertanyaan dari mantan calon Ayah mertuanya itu. Seketika, pikirannya langsung tertuju kepada malam panas yang telah merenggut mahkotanya. Edgar dan Ivana beradu netra cukup lama, bahkan tangan Edgar masih memegang tangan wanita muda itu. Ivana berdebar, ia terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Edgar kepadanya. Bulu kuduknya berdiri, tubuhnya meremang dan untuk sesaat ia tidak bisa bernapas. "Pa-paman, apa maksud Paman bicara seperti ini?" Ivana tersenyum canggung seraya melepaskan tangannya dari genggaman tangan Edgar. "Mungkinkah kau tidak mengingat malam itu?" Edgar mengerutkan keningnya, ia melihat ke dalam mata berwarna biru milik Ivana."Malam apa, Paman? A-aku tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan?" tanya Ivana gugup.Ia mulai menghindari tatapan dari Edgar. Sebab, pikiran Ivana mulai mengarah ke arah yang negatif. Ivana mulai berpikir, bahwa pria yang merenggut mahkotanya itu adalah Edgar yang notaben adalah mantan calon mertuanya. Namun dengan berani, Edgar menyentuh dagu Ivana dan membuat wajah wanita itu kembali berhadapan dengannya. "Paman... A-apa yang kau lakukan?" Ivana terbata-bata, sumpah demi Tuhan, ia merasa jantungnya mau copot saja.Edgar semakin mendekat dan mendekatinya. "Kau tidak ingat kejadian malam itu? Hotel Rose gold kamar 102 lantai 10."Mata Ivana melebar saat mendengar pernyataan Edgar yang semakin memperkuat dugaannya. Pria ini, emang pria ini yang malam itu sudah tidur dengannya."Ja-jadi, Paman... mungkinkah pria yang...." wanita itu menghentikan ucapannya, sebab ia tercengang sampai kedua bilah bibirnya menganga.Sementara itu Edgar, terlihat bingung kala ia lihat bagaimana reaksi Ivana yang terkejut, seperti baru mengetahui bahwa ia adalah pasangan one night stand-nya.Edgar memperhatikan menikmati mata berwarna biru tersebut dengan dalam, lelaki itu tengah mencari kebohongan di sana. Namun, Edgar tidak menemukannya, ia dapat melihat bahwa wanita di hadapannya ini berkata jujur."Ivana!"Tepat saat Ivana akan berbicara dan bertanya lagi kepada Edgar, seseorang memanggil namanya dari kejauhan. Sehingga pembicaraan mereka pun terpaksa harus terhenti di sana."Kita bicara lagi nanti, banyak yang harus kita bicarakan," bisik Edgar pada wanita itu, lalu dia pun berjalan memasuki gedung kantornya diikuti oleh sekretaris pribadinya sekaligus orang kepercayaannya. Seorang wanita berambut pendek, berjalan menghampiri Ivana dengan terburu-buru. Dia pun memeluk Ivana."Ivana, aku tidak menyangka kalau ada di sini.” Rupanya, gadis yang memanggilnya adalah teman satu jurusan. Mereka mendapat tempat magang yang sama. Bedanya, teman Ivana itu begitu bersemangat, sedang Ivana justru terlihat lesu karena ucapan Edgar sebelumnya yang terus saja membuatnya kepikiran.Ivana dan juga temannya telah tiba di ruang kerja, ruangan tim desain. Tidak lama, seorang wanita memakai pakaian formal masuk dan mengejutkan mereka."Mohon perhatiannya sebentar!" Atensi semua orang yang berada di ruangan tersebut, kini tertuju pada wanita berkacamata itu. "Apakah di sini yang bernama Ivana Joane Harison?" tanya wanita itu yang membuat Ivana yang tadinya menundukkan kepala, kini mendongak.Ivana mengangkat satu tangannya, kemudian dia mengatakan bahwa ia adalah Ivana. "Saya, Ivana." "Kau dipanggil pak Presdir!" serunya. Ivana terperangah saat mendengar ucapan wanita itu. Ia tahu, sosok presdir di perusahaan ini tidak lain adalah Edgar, seseorang yang sedari tadi memenuhi pikirannya.“Ada apa, Bu?”"Ikut saja, dan jangan lupa bawa surat fotocopy permohonan magang juga," titahnya tegas."Surat magang siapa?" tanya Ivana dengan polosnya."Tentu saja milikmu, masa milik saya?" ucap wanita berkacamata itu dengan nada ketus."Baiklah Bu,"sahut Ivana cepat. Dia bergegas mengambil map di dalam tasnya yang berisi surat izin magang dari kampusnya. Ivana pun mengikuti langkah wanita berkacamata itu ke arah lift.Beberapa karyawan lama membicarakan Ivana yang dipanggil langsung oleh Presdir Denvier Fashion. Mereka mulai menebak-nebak alasan kuat Ivana dipanggil oleh petinggi di perusahaan mereka. Bisa jadi karena Ivana special atau memiliki hubungan kekerabatan dengan Edgar dan opsi yang kedua adalah, Ivana telah berbuat kesalahan kepada sang atasan.Tepat saat Ivana ingin memasuki lift, wanita yang memanggilnya itu menahan dirinya. "Kau tidak boleh naik lift ini. Apa kau tidak bisa melihat kalau lift ini adalah lift khusus orang-orang yang memiliki jabatan tinggi?"Wanita itu berkata dengan ketus, tidak membiarkan Ivana mengikutinya berada di lift yang sama."Ah ya, baiklah Bu." Sebagai karyawan magang tentunya Ivana sangat tahu diri. Ia menolak perintah atasannya dan hanya bisa pasrah. Dengan menahan rasa kesal di hatinya, Ivana menaiki tangga darurat karena lift khusus pegawai sedang berada dalam perbaikan.20 menit kemudian, gadis itu pun sampai di lantai 10, tepat di mana ruangan presdir berada. Wajah Ivana terlihat berkeringat, nafasnya juga terengah-engah. Namun, ia langsung disambut dengan pelototan tajam dari wanita yang tadi melarangnya naik lift tadi."Kenapa kau lama sekali? Presdir sudah menunggumu dari tadi!""Maaf Bu, tadi—""Sudahlah! Aku tidak membutuhkan penjelasanmu. Sekarang lebih baik kau segera masuk ke ruangan presdir, dia sudah menunggu!"Dalam hati, Ivana mengumpati wanita galak ini. Andai kata ia bukan anak magang, sudah pasti ia akan melawan dengan barbar wanita yang telah berlaku semena-mena padanya itu."Sialan! Dasar nenek sihir, Untung saja kau adalah bosku dan kau seumuran dengan ibuku. Jika tidak, aku pasti akan…." tangan Ivana mengepal kuat, sekuat ia menahan emosinya saat ini.Ia mengatur napas sebelum memasuki ruangan presdir. Ivana mengamati setiap sudut ruangan itu, yang terlihat elegan dan memiliki kesan dingin. Ya, sesuai dengan kepribadian pemilik ruangannya."Pak, ini surat magang saya." Ivana berterus terang sembari menyerahkan surat magangnya pada sang presdir."Kau pikir, aku memanggilmu untuk syarat magang ini?"Ivana bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah Edgar akan membahas soal malam itu? "Duduklah, karena pembicaraan ini tidak akan sebentar."Edgar menyimpan berkas yang sedang ia baca barusan ke atas meja. Lalu atensinya tertuju kepada Ivana yang masih berdiri di hadapannya. "Saya rasa, tidak ada yang perlu saya bicarakan dengan Bapak!" ujar Ivana dengan bahasa formal, layaknya seorang karyawan yang berbicara dengan atasannya. Sudut bibir Edgar tertarik ke atas sehingga memperlihatkan sebuah senyuman sinis. "Ada, banyak, Ivana. Tentang hubunganmu dan Rick, lalu tentang hubungan kita ke depannya." “Aku sudah selesai dengan anak Paman itu," ketus Ivana yang benar-benar terlihat malas membahas Rick. "Benar, kau sudah selesai dengan anakku, tapi kau baru akan memulai hubungan denganku!" Ivana mengerutkan keningnya, dia tidak memahami apa yang dikatakan oleh Edgar. "Apa yang Paman—""Menikahlah denganku, Ivana." Wanita cantik bermata biru itu tampak terkejut dengan apa yang baru saja dikat
"Paman, sebelum aku berpikir untuk menjawabnya. Aku ingin bertanya kepada Paman dan Paman harus menjawabnya dengan jujur." Edgar siap mendengarkan apa yang akan ditanyakan oleh Ivana."Apa tujuan Paman menikahiku? Apa benar karena tanggungjawab saja?"Edgar tampak santai, ia sama sekali tidak merasa tegang ataupun tertekan dengan pertanyaan Ivana, seolah-olah ia memang sudah memiliki jawabannya. "Yang pertama mungkin karena tanggungjawab, tapi alasan yang kedua...akan kuberitahukan padamu kalau kita sudah menikah nanti."Ivana terlihat berpikir, tangannya terkepal erat membentuk sebuah gumpalan. Banyak sekali yang dipikirkannya saat ini. Terutama tujuan utama Edgar menikahinya, Ivana yakin ada motif lain.Satu minggu berlalu, sejak Edgar melamar Ivana .... Di sebuah kamar mewah, terlihat wanita itu sedang merias wajahnya sendiri sambil bercermin. Ia memilih lipstik warna merah dan memakai dress panjang berwarna merah menyala. Ia tampak memamerkan senyum indahnya yang memiliki dua les
"Rick, fokus!" Suara Julia membuat Rick kembali fokus pada acara pernikahan mereka berdua. Para tamu undangan bertepuk tangan setelah acara janji suci berlangsung dengan khidmat. Kemudian, satu persatu dari tamu undangan yang hadir itu memberikan ucapan selamat kepada pengantin baru tersebut. Tidak mau kalah, Edgar pun mengulurkan tangan pada Ivana dan mengajak sang istri untuk turut menghampiri anaknya, mantan kekasih sang istri."Ayo, Sweet heart, kau harus memberikan selamat kepada mereka.""Tentu saja, Hubby. Aku juga ingin memberikan restu kepada mereka," kata Ivana dengan senyuman tipis penuh makna terpatri di bibir merahnya itu. 'Kalian harus membayar mahal atas pengkhianatan yang kalian lakukan padaku, akan aku buat kalian menyesal' kata Ivana dalam hati.Kemudian Ivana pun membalas uluran tangan suaminya. Tidak lupa, wanita itu tersenyum elegan. Ia terlihat sangat cantik dan bersinar hari ini, bahkan beberapa pria di sana menatap dirinya penuh rasa tertarik.Sepasang pengan
Drama keluarga dihari pernikahan itu, menjadi sorotan dan pembicaraan para tamu undangan yang hadir. Terutama teman-teman Rick dan Ivana yang datang kesana. Kebanyakan dari mereka memberikan ejekan kepada Rick yang memiliki ibu tiri muda dan ejekan lainnya adalah Rick yang lebih memilih Julia daripada Ivana. Mereka menilai bahwa Ivana lebih segalanya dari Julia, dia cantik dan cerdas. Namun ada juga yang membela Julia, mengatakan bahwa Julia lebih seksi dari Ivana. Ya, pandangan dan standar pria tentang kecantikan wanita itu berbeda-beda.Berbeda halnya dengan Ivana yang cuek dan bersikap seperti nyonya rumah dalam acara itu, mengikuti suaminya. Rick malah terlihat sangat terganggu kala ia melihat kedekatan Ivana dan Papanya begitu intim. Hatinya berdesir merasakan nyeri dan sesak, Rick tidak paham mengapa begini."Sayang, kendalikan dirimu. Kita harus fokus kepada para tamu, kenapa kau malah melihatnya terus?" tegur Julia seraya menyentuh bahu suaminya dan mencoba
Samuel memberikan ultimatum kepada putrinya tanpa banyak basa basi, ia benar-benar marah dan tidak habis pikir. Bisa-bisanya Ivana menikah tanpa memberitahunya lebih dulu, meminta izin padanya pun tidak ada. Samuel beranggapan Ivana sudah tidak menghargai dirinya sebagai ayahnya.Tak hanya tidak meminta izin menikah, bahkan Ivana menikah dengan lelaki yang usianya 19 tahun lebih tua darinya, bukankah wanita ini sudah gila?"Ivana, kau tidak tuli kan? Beraninya kau bersikap seperti ini pada Papamu!" sentak Samuel dengan suara meninggi, sorot mata yang berkilat marah anak perempuannya itu.Namun, tampaknya Ivana sudah terbiasa dengan suara keras dan sorot mata itu. Ia acuh dan malah mengorek-ngorek kupingnya seolah menulikan rungunya. Ia juga tidak melihat ke arah Samuel yang saat ini sedang berbicara padanya.Meskipun Edgar terlihat diam, namun diam-diam dia memperhatikan Samuel, Grace dan juga Ivana. Ada rasa penasaran didalam hatinya, mengenai keluarga istrinya."Suamiku, tenanglah...
"Sweetheart." Edgar sedih melihat istrinya menangis, dia mengusap basah dipipi Ivana dengan tangannya yang lembut."Papa membenciku Paman, dia membenci aku." Isak tangis wanita bertubuh ramping itu, membuat pertahanan Edgar runtuh. Lelaki itu pun menarik Ivana ke dalam dekapannya, Ivana yang terbuai suasana mulai merasakan hangatnya pelukan lekaki dewasa yang sudah berstatus sebagai suaminya itu."Tidak, dia tidak membencimu. Dia hanya bingung dan matanya sedang tertutup. Suatu saat nanti, aku yakin dia matanya akan terbuka dan dia akan meminta maaf kepadamu!" ujar Edgar sambil mengelus punggung wanita itu dengan kelembutan tangannya. Ia menyalurkan hangat ditubuhnya untuk Ivana.Ivana tidak bicara sepatah katapun, hanya saja terdengar isakan pilu dari bibir mungilnya yang berwarna merah itu. Bersamaan dengan berlinangnya air mata membasahi wajahnya sampai melunturkan make up yang dipakainya. Ivana tidak peduli, yang jelas saat ini ia butuh sandaran dan pe
Wajah Rick berubah menjadi panik, kala ia mendengar suara Julia semakin keras dan itu artinya wanita itu semakin mendekat ke arahnya. Terlintas dalam pikirannya, bagaimana bila Julia memergokinya sedang bersama Ivana berduaan di dalam satu bilik toilet yang sama? Apa yang akan dipikirkan oleh wanita itu nantinya?"Kenapa? Kau takut ISTRIMU akan memergoki kita disini? Kalau kau takut, pergilah!" usir Ivana dengan santainya, bahkan kedua tangannya juga menyilang di dada."Ayolah! Kenapa kau masih disini Rick? Atau kau ingin aku berteriak dan memberitahu dia kalau kita sedang berduaan disini?" Ivana tersenyum sinis, ia terus berbicara pada Rick yang masih membeku itu. Ia tau Rick sedang gelisah dan ketakutan, entah takut pada Julia atau papanya.Ivana jadi berpikir dalam hati, kenapa ia bisa jatuh cinta pada pria seperti Rick? Pengecut, penakut, kekanakan dan masih berlindung dibalik ketiak papanya. Sepertinya ia sudah buta, dan untung saja Tuhan menunjukkan
****Malam pertama Julia dan Rick tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena Rick tidak menyentuh Julia seperti saat mereka belum menikah dulu, yang mana lelaki itu selalu bernafsu kepadanya. Bahkan meminta jatah hampir setiap hari, ketika Ivana tidak bisa memberikan apa yang Rick mau, sedangkan Julia bisa memberikannya.Semalam, Rick menolak ajakan Julia untuk bercinta dengan alibi takut terjadi sesuatu pada bayi yang ada didalam kandungan wanita itu. Mereka juga menunda bulan madu, itu semua karena Edgar yang meminta Rick untuk segera bergabung ke perusahaannya dan mulai bekerja. Karena itu Julia dan Rick hanya diperbolehkan libur selama 3 hari saja dari hari pernikahan mereka."Sayang, apa kita benar-benar harus pindah ke rumah papa Edgar?" tanya Julia sambil melihat suaminya memasukkan barang-barang ke dalam koper."Hem, iya.""Mengapa kita harus tinggal di sana? Bukankah kita bisa tinggal di apartemenmu?" ucap Julia sebagai bentuk p