Share

8. Wawancara terburuk si bar-bar dengan si angkuh

Semalam Hanna tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya dipenuhi dengan tawaran pekerjaan Will. Kadang keningnya mengkerut dan kadang juga alisnya terangkat. Tak perlu dijelaskan, ia pasti sedang mengalami kesulitan dalam mengatasi pikiran anehnya itu.

Ia melirik jam yang berdiri tegak di atas meja riasnya, sudah pukul 10 pagi. Terdengar suara gemeretak ketika jarinya mengetuk meja. 

'Apa salahnya mencoba. Mungkin ia serius.' Ia berbicara dengan dirinya sendiri.

Saat Hanna keluar dari peraduannya, ia mendapati ibunya tidak ada di rumah. Nyonya Mery sudah berangkat kerja pagi-pagi sekali. Lalu ia mengambil tas selempang pink-nya dari sofa depan. Setelah menyandang tasnya itu, Hanna pergi keluar. Kunci rumah itu, ia sembunyikan di bawah pot bunga yang berada di dekat pintu.

Sebab kuncinya hanya ada satu, jadi kalau ibunya pulang bisa masuk ke rumah tanpa harus menunggu Hanna. Ia berjalan keluar gang, sesampainya di jalan besar Hanna menunggu bus yang mengarah ke jalan Blackroad di halte.

Di dalam cafe Craby Monday, Will Greyson duduk di kursi yang paling sudut. Ia mengenakan topi dan kacamata hitam. Beberapa pasang mata mengawasi Will. Mereka menduga-duga apakah pria yang mereka lihat itu adalah Will Greyson. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia segera menjawab panggilan itu, begitu tahu itu adalah Kimberley.

”Hai, Kim. Ada apa?” Suara Will terdengar bersemangat. Rupanya Kimberley seperti suplemen bagi dirinya.

[ Apa kau sibuk? Bagaimana kalau kita makan siang bersama? ] 

Will menarik topinya semakin dalam, ”Hari ini aku ada hal yang harus aku selesaikan. Hmm, kalau diganti dinner bagaimana?” 

[ Ya, tidak masalah. Kau pasti sibuk. Nanti malam aku tunggu di rumah ya. ]

”Ya. Sampai nanti.” 

Saat Will meletakkan ponselnya di atas meja, seorang gadis cantik berambut coklat berdiri di hadapannya. Gadis itu adalah Hanna. 

”Sudah kuduga kau akan datang.” Ucap Will sembari menyeruput kopi latte-nya.

”Aku tidak ingin berbasa-basi. Langsung ke intinya saja.” 

Suara tawa Will terdengar renyah. Ia meletakkan cangkir itu kembali di atas meja. 

”Kau duduk saja dulu. Aku akan memberitahukanmu.” 

Hanna menurut saja dengan ucapan pria itu. Ia tarik kursi itu dengan kasar dan duduk di sana sambil melipat kedua tangan di depan dada.

”Lalu, apa mau?” 

Will menarik napas dalam-dalam, seolah mengumpulkan keberanian. Ia masih sedikit takut dengan gadis yang di depannya itu. Jika ia salah ngomong, wajah tampannya bisa menjadi korban kemurkaan Hanna.

”Aku mau menyewa jasamu. Bukankah kau menawarkan jasa?” Tanya Will hati-hati.

”Ya, itu benar. Jasa seperti apa yang kau mau? Bersih-bersih? Pindahan? ”

Will mengangkat pundaknya dan melengkungkan bibirnya ke bawah. Sekali lagi ia rapikan topi hitam itu. 

”Hmm, menjadi terapis untukku.”Jawab Will tanpa ekspresi.

Hanna mengernyitkan keningnya, ”Terapis? Aku bukan ahli terapi.”

”Ya, sebenarnya ini pekerjaan yang gampang. Tapi, sebelum itu aku harus tahu, dengan siapa aku bekerja. Kau bisa beritahu siapa namamu?” Will bersandar di bahu kursi, tangan kirinya ia taruh di atas meja sementara yang lain di atas pahanya.

Bibir gadis itu terangkat sebelah. Ia mengguman dalam hati.

'Lelaki sok hebat ini seakan memberikan pekerjaan bergaji satu milyar. Terapis seperti apa yang ia mau. Awas saja kalau itu yang aneh, aku akan menghabisinya.' 

”Aku Hanna. Apa itu penting bagimu?” 

Raut wajah Will tidak berubah, tetap saja terlihat dingin.

”Ya, itu sangat penting. Aku tidak mau asal memperkerjakan orang. Nama belakangmu? Kau harus memberikan secara rinci.”

Hanna semakin melebarkan matanya, bahkan bola mata coklat itu hampir keluar dari tempatnya.

'Si brengsek ini. Apa sekarang ia sedang interview calon karyawan.' Hanna menggerutu dalam hati.

”Cih! Kau orang naif tuan Will Greyson yang sok hebat dan angkuh. Aku tidak punya nama belakang atau nama keluarga cukup Hanna saja. Jelas?” Suara Hanna terdengar ketus, ingin sekali ia meremas pria itu hingga hatinya puas.

”Baiklah. Usia?”

Hanna hampir saja melompati meja itu dan menarik leher baju Will. Tapi, ia tahan semua itu. Hingga buku-buku jarinya mengepal dan sedikit bergetar.

'Tuhan, beri aku kekuatan menghadapi orang ini. Aku tidak ingin menunjukkan amarahku yang mengerikan. Hanna, kau harus bersabar menghadapi orang aneh ini.'

Sebuah senyuman yang dipaksa tergambar di wajah Hanna.

”29 tahun. Aku 2 tahun lebih tua darimu. Jadi kau harus hormat kepadaku, adik.” Hanna seakan mengejek Will, menjelaskan posisinya.

Will terkekeh tetap saja dengan ekspresi wajah datar. ”Dari mana kau tahu aku lebih muda dari mu?” Kemudian Will tersenyum sinis, ”Ah, aku kan superstar jadi tidak heran semua orang tahu tentang aku. Jadi kau salah satu penggemarku,ya? Yah, ku akui gadis mana yang bisa menolak pesonaku.”

Hanna mendengus, ia hampir hilang kesabaran dengan sikap percaya diri Will. Jika bukan untuk pekerjaan, ia sudah menghajar pria angkuh itu.

”What? Kau bercanda. Aku bukan salah satu penggemar labilmu itu. Dan satu lagi semua lagumu aku tidak suka. Tidak enak di dengar.” Hanna mengalihkan pandangannya ke luar jendela kaca, di jalan sana ada Sean yang kebetulan lewat di depan cafe.

Sontak Hanna menutupi wajah dengan tasnya dan berangsur-angsur turun ke bawah meja. 

'Jika Sean melihat aku, dia akan terus menghantui hidupku. Mengapa ia harus ada di sini sih.' Hanna menggerutu.

Will Greyson menendang tubuh Hanna yang bersembunyi di sana. Will merasa tidak nyaman. Tentu saja siapa juga yang akan tahan bila seorang gadis meringkuk di bawah dekat dengan 'bolanya' itu. Pria normal pun pasti akan panas dingin.

”Hei! Sedang apa kau? Keluar dari sana.” Will mulai merasa malu ketika beberapa pasang mata memperhatikan mereka.

Seorang ibu yang duduk tidak jauh dari meja mereka, mencibir Will. ”Dasar anak muda jaman sekarang, tidak tahu malu. Melakukan itu di tempat umum.”

Will tersenyum dan sedikit menunduk kepada ibu itu. Kulit putih wajah Will perlahan memerah menahan malu.

”Hei gadis gila! Keluar dari sana sekarang juga. Kau membuatku malu.” Will menendang Hanna hingga tersungkur dan menghantam kursi.

”Aww.. sakit.” Hanna mengelus kepalanya, ”Hei, jangan menendang aku.”

Hanna keluar dari bawah meja. Kepalanya celingak-celinguk melihat ke luar. Sean sudah pergi. Ia menghela napas lega. Sementara Will duduk menopang dagu, dan menatap tajam Hanna.

”Apa itu tadi? Kau menodai harga diriku. Betapa malunya aku di perhatikan tak senonoh oleh mereka.”

Hanna terkekeh, ”Bukankah kau memang mesum. Semua orang bisa menilai itu.” Tuding Hanna.

Jika bukan karena Kimberley, Will tidak akan mau membuang waktunya yang berharga bersama gadis gila ini. Ia harus memendam semuanya sekalipun ia sangat ingin menghajar Hanna. Seperti minyak dan air. Tidak bisa bersatu. Yang satu bar-bar dan yang lain angkuh. Sama-sama memiliki ego yang keras. 

”Jadi katakan jasa apa yang kau inginkan? Aku sedang terburu-buru.” Ujar Hanna sembari merapikan rambutnya dan menarik ke sebelah kanan, menunjukkan leher kirinya yang jenjang.

”Tapi, sebelum aku mengatakannya, kau harus berjanji tidak memukul aku. Bagaimana? Aku harus mewanti-wanti.” 

Hanna menyipitkan mata, ia sedang berpikir apa yang akan di katakan Will.

”Mengapa harus berjanji? Jangan-jangan kau mau melakukan hal yang tidak senonoh padaku.” Hanna sedikit mengangkat kepalanya mendekati wajah Will dan menatap dengan sinis.

Will memundurkan mukanya, ini terlalu dekat. Pertama kali ia di perhatikan sedekat itu oleh seorang gadis. Itu membuatnya menjadi canggung.

”Sebab yang akan aku katakan nanti akan membuatmu memukuli aku. Jadi aku perlu jaminan.” Jawab Will datar, dan membalas tatapan sinis Hanna dengan sorot belati yang baru di asah.

”Baiklah. Itu tergantung apa yang akan kau katakan. Jadi beritahu aku.”

”Terapi sentuhan. Aku butuh itu.” Balas Will tanpa ekspresi tetap dengan aura dingin yang khas.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lunetha Lu
Omooo... terapi sentuhan dongg x"D
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status