Semalam Hanna tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya dipenuhi dengan tawaran pekerjaan Will. Kadang keningnya mengkerut dan kadang juga alisnya terangkat. Tak perlu dijelaskan, ia pasti sedang mengalami kesulitan dalam mengatasi pikiran anehnya itu.
Ia melirik jam yang berdiri tegak di atas meja riasnya, sudah pukul 10 pagi. Terdengar suara gemeretak ketika jarinya mengetuk meja.
'Apa salahnya mencoba. Mungkin ia serius.' Ia berbicara dengan dirinya sendiri.
Saat Hanna keluar dari peraduannya, ia mendapati ibunya tidak ada di rumah. Nyonya Mery sudah berangkat kerja pagi-pagi sekali. Lalu ia mengambil tas selempang pink-nya dari sofa depan. Setelah menyandang tasnya itu, Hanna pergi keluar. Kunci rumah itu, ia sembunyikan di bawah pot bunga yang berada di dekat pintu.
Sebab kuncinya hanya ada satu, jadi kalau ibunya pulang bisa masuk ke rumah tanpa harus menunggu Hanna. Ia berjalan keluar gang, sesampainya di jalan besar Hanna menunggu bus yang mengarah ke jalan Blackroad di halte.
Di dalam cafe Craby Monday, Will Greyson duduk di kursi yang paling sudut. Ia mengenakan topi dan kacamata hitam. Beberapa pasang mata mengawasi Will. Mereka menduga-duga apakah pria yang mereka lihat itu adalah Will Greyson. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia segera menjawab panggilan itu, begitu tahu itu adalah Kimberley.
”Hai, Kim. Ada apa?” Suara Will terdengar bersemangat. Rupanya Kimberley seperti suplemen bagi dirinya.
[ Apa kau sibuk? Bagaimana kalau kita makan siang bersama? ]
Will menarik topinya semakin dalam, ”Hari ini aku ada hal yang harus aku selesaikan. Hmm, kalau diganti dinner bagaimana?”
[ Ya, tidak masalah. Kau pasti sibuk. Nanti malam aku tunggu di rumah ya. ]
”Ya. Sampai nanti.”
Saat Will meletakkan ponselnya di atas meja, seorang gadis cantik berambut coklat berdiri di hadapannya. Gadis itu adalah Hanna.
”Sudah kuduga kau akan datang.” Ucap Will sembari menyeruput kopi latte-nya.
”Aku tidak ingin berbasa-basi. Langsung ke intinya saja.”
Suara tawa Will terdengar renyah. Ia meletakkan cangkir itu kembali di atas meja.
”Kau duduk saja dulu. Aku akan memberitahukanmu.”
Hanna menurut saja dengan ucapan pria itu. Ia tarik kursi itu dengan kasar dan duduk di sana sambil melipat kedua tangan di depan dada.
”Lalu, apa mau?”
Will menarik napas dalam-dalam, seolah mengumpulkan keberanian. Ia masih sedikit takut dengan gadis yang di depannya itu. Jika ia salah ngomong, wajah tampannya bisa menjadi korban kemurkaan Hanna.
”Aku mau menyewa jasamu. Bukankah kau menawarkan jasa?” Tanya Will hati-hati.
”Ya, itu benar. Jasa seperti apa yang kau mau? Bersih-bersih? Pindahan? ”
Will mengangkat pundaknya dan melengkungkan bibirnya ke bawah. Sekali lagi ia rapikan topi hitam itu.
”Hmm, menjadi terapis untukku.”Jawab Will tanpa ekspresi.
Hanna mengernyitkan keningnya, ”Terapis? Aku bukan ahli terapi.”
”Ya, sebenarnya ini pekerjaan yang gampang. Tapi, sebelum itu aku harus tahu, dengan siapa aku bekerja. Kau bisa beritahu siapa namamu?” Will bersandar di bahu kursi, tangan kirinya ia taruh di atas meja sementara yang lain di atas pahanya.
Bibir gadis itu terangkat sebelah. Ia mengguman dalam hati.
'Lelaki sok hebat ini seakan memberikan pekerjaan bergaji satu milyar. Terapis seperti apa yang ia mau. Awas saja kalau itu yang aneh, aku akan menghabisinya.'
”Aku Hanna. Apa itu penting bagimu?”
Raut wajah Will tidak berubah, tetap saja terlihat dingin.
”Ya, itu sangat penting. Aku tidak mau asal memperkerjakan orang. Nama belakangmu? Kau harus memberikan secara rinci.”
Hanna semakin melebarkan matanya, bahkan bola mata coklat itu hampir keluar dari tempatnya.
'Si brengsek ini. Apa sekarang ia sedang interview calon karyawan.' Hanna menggerutu dalam hati.
”Cih! Kau orang naif tuan Will Greyson yang sok hebat dan angkuh. Aku tidak punya nama belakang atau nama keluarga cukup Hanna saja. Jelas?” Suara Hanna terdengar ketus, ingin sekali ia meremas pria itu hingga hatinya puas.
”Baiklah. Usia?”
Hanna hampir saja melompati meja itu dan menarik leher baju Will. Tapi, ia tahan semua itu. Hingga buku-buku jarinya mengepal dan sedikit bergetar.
'Tuhan, beri aku kekuatan menghadapi orang ini. Aku tidak ingin menunjukkan amarahku yang mengerikan. Hanna, kau harus bersabar menghadapi orang aneh ini.'
Sebuah senyuman yang dipaksa tergambar di wajah Hanna.
”29 tahun. Aku 2 tahun lebih tua darimu. Jadi kau harus hormat kepadaku, adik.” Hanna seakan mengejek Will, menjelaskan posisinya.
Will terkekeh tetap saja dengan ekspresi wajah datar. ”Dari mana kau tahu aku lebih muda dari mu?” Kemudian Will tersenyum sinis, ”Ah, aku kan superstar jadi tidak heran semua orang tahu tentang aku. Jadi kau salah satu penggemarku,ya? Yah, ku akui gadis mana yang bisa menolak pesonaku.”
Hanna mendengus, ia hampir hilang kesabaran dengan sikap percaya diri Will. Jika bukan untuk pekerjaan, ia sudah menghajar pria angkuh itu.
”What? Kau bercanda. Aku bukan salah satu penggemar labilmu itu. Dan satu lagi semua lagumu aku tidak suka. Tidak enak di dengar.” Hanna mengalihkan pandangannya ke luar jendela kaca, di jalan sana ada Sean yang kebetulan lewat di depan cafe.
Sontak Hanna menutupi wajah dengan tasnya dan berangsur-angsur turun ke bawah meja.
'Jika Sean melihat aku, dia akan terus menghantui hidupku. Mengapa ia harus ada di sini sih.' Hanna menggerutu.
Will Greyson menendang tubuh Hanna yang bersembunyi di sana. Will merasa tidak nyaman. Tentu saja siapa juga yang akan tahan bila seorang gadis meringkuk di bawah dekat dengan 'bolanya' itu. Pria normal pun pasti akan panas dingin.
”Hei! Sedang apa kau? Keluar dari sana.” Will mulai merasa malu ketika beberapa pasang mata memperhatikan mereka.
Seorang ibu yang duduk tidak jauh dari meja mereka, mencibir Will. ”Dasar anak muda jaman sekarang, tidak tahu malu. Melakukan itu di tempat umum.”
Will tersenyum dan sedikit menunduk kepada ibu itu. Kulit putih wajah Will perlahan memerah menahan malu.
”Hei gadis gila! Keluar dari sana sekarang juga. Kau membuatku malu.” Will menendang Hanna hingga tersungkur dan menghantam kursi.
”Aww.. sakit.” Hanna mengelus kepalanya, ”Hei, jangan menendang aku.”
Hanna keluar dari bawah meja. Kepalanya celingak-celinguk melihat ke luar. Sean sudah pergi. Ia menghela napas lega. Sementara Will duduk menopang dagu, dan menatap tajam Hanna.
”Apa itu tadi? Kau menodai harga diriku. Betapa malunya aku di perhatikan tak senonoh oleh mereka.”
Hanna terkekeh, ”Bukankah kau memang mesum. Semua orang bisa menilai itu.” Tuding Hanna.
Jika bukan karena Kimberley, Will tidak akan mau membuang waktunya yang berharga bersama gadis gila ini. Ia harus memendam semuanya sekalipun ia sangat ingin menghajar Hanna. Seperti minyak dan air. Tidak bisa bersatu. Yang satu bar-bar dan yang lain angkuh. Sama-sama memiliki ego yang keras.
”Jadi katakan jasa apa yang kau inginkan? Aku sedang terburu-buru.” Ujar Hanna sembari merapikan rambutnya dan menarik ke sebelah kanan, menunjukkan leher kirinya yang jenjang.
”Tapi, sebelum aku mengatakannya, kau harus berjanji tidak memukul aku. Bagaimana? Aku harus mewanti-wanti.”
Hanna menyipitkan mata, ia sedang berpikir apa yang akan di katakan Will.
”Mengapa harus berjanji? Jangan-jangan kau mau melakukan hal yang tidak senonoh padaku.” Hanna sedikit mengangkat kepalanya mendekati wajah Will dan menatap dengan sinis.
Will memundurkan mukanya, ini terlalu dekat. Pertama kali ia di perhatikan sedekat itu oleh seorang gadis. Itu membuatnya menjadi canggung.
”Sebab yang akan aku katakan nanti akan membuatmu memukuli aku. Jadi aku perlu jaminan.” Jawab Will datar, dan membalas tatapan sinis Hanna dengan sorot belati yang baru di asah.
”Baiklah. Itu tergantung apa yang akan kau katakan. Jadi beritahu aku.”
”Terapi sentuhan. Aku butuh itu.” Balas Will tanpa ekspresi tetap dengan aura dingin yang khas.
”Bukankah kau merindukan ibumu? Dia sudah datang, bahkan mengakui kesalahannya. Bagaimanapun, dia masih ibumu. Hubungan darah tidak bisa diputus. Saat aku berbicara dengannya tadi, aku melihat ketulusan dalam sorot matanya. Dia juga sedih, tapi dia menyembunyikan perasaannya dalam senyuman yang dia berikan padaku tadi. Cobalah untuk berdamai dengan masa lalumu, Will. Aku tahu, aku tidak berhak mengatakan ini, tapi aku juga tahu— kau juga sama tersiksanya dengan ibumu. Lantas, mengapa kau harus mempersulit diri?”Will melirik Hanna, sorot matanya tampak berkaca-kaca. ”Aku ... aku tidak tahu harus bagaimana. Dia tiba-tiba datang di saat aku sudah melupakannya, mengapa dia harus kembali? Jika ingin pergi, seharusnya jangan datang lagi.”Tangisan Will pecah. Tentang Rose adalah hal yang paling menyakitkan dalam hidup Will. Jika saja Rose kembali saat Will masih kecil, mungkin saja ia akan memaafkan segala perbuatan Rose. ”Aku mengerti perasaanmu, tapi dia tetap ibumu. Aku yakin dia juga
”Kim, aku–” Will terdiam. ”Tubuhku masih terasa sakit. Aku ingin istirahat. Bisakah …””Huh! Aku tahu kau cuma ingin menghindar. Tetapi, aku tidak akan memaksa. Lagipula aku juga ada urusan. Istirahatlah.””Terima kasih, Kim.”Kimberley pergi dengan perasaaan hampir marah. Ia menutup pintu dengan suara yang sedikit keras. Sedangkan Will Greyson, ia menatap pintu itu. Kali ini, ia tidak merasakan apa-apa, dan itu mengganggu pikirannya. Kimberley adalah gadis yang ia sukai sejak lama, dan perasaan itu seolah tidak bersisa sedikit pun di dalam hatinya.Lagi-lagi ia memikirkan Hanna dan Will menjadi kesal ketika ia membayangkan Hanna dan George bersama. Will cukup sadar bahwa dirinya yang sekarang tidak lagi dirinya yang dulu.'Aku tidak menyukai Hanna.'Meskipun Will sudah menyangkal itu, tetap saja ia masih kesal.Hanna tiba di rumah sakit terlambat. Dia merasa bersalah telah membuat anak-anak itu menunggunya. Namun, ketika ia mendapati George menunggunya di depan, Hanna menjadi lega.”
”Dasar pria aneh.” Hanna bergegas menutup pintu. ”Sikapnya itu semakin menjadi-jadi. Ah, sudahlah. Aku harus bergegas pergi, jika tidak nanti tuan acara akan marah.”Saat Hanna kembali ke ruang makan, tidak ada ibunya di sana. Hanna mencari Nyonya Mery di setiap ruangan sembari memakan anggur yang baru saja dia comot dari meja makan.”Ibu! Ibu di mana?””Di sini! Aku di halaman belakang!” sahut Nyonya Mery dengan suara keras.Segera Hanna beranjak ke halaman belakang. Di sana, Nyonya Mery tengah menggunting daun-daun bunga yang kering. Juga merapikan beberapa tanamanan anggrek dan mawar.”Lihatlah anak nakal ini. Bunga-bunga ini seharusnya kau perhatikan. Aduh! Anggrek yang malang. Tuanmu sakit dan tid
Sejak kecelakaan, Will tidak serewel dulu. Kini ia lebih banyak diam dan sangat penurut. Mungkin efek kepalanya yang terbentur keras. Baguslah. Hanna mendorong kursi roda ke luar ruangan. Mereka menuju lobby untuk menemui Ryan. Ketika mereka tiba di sana, Ryan dengan sigap memapah Will naik ke mobil. ”Aku senang kau sudah lebih baik sekarang,” kata Ryan penuh antusias. Will melirik sekilas ke arah Ryan dan menyahut, ”hmm.” Di dalam mobil yang dikemudikan Ryan, Will diam seribu bahasa memandang jalanan melalui jendela mobil. Untuk mencairkan suasana, Ryan menyalahkan radio. Berita tentang kepulangan Will terdengar dari radio. Seketika Will Greyson melirik tajam Ryan melalui kaca kecil yang menggantung di depan. Mata mereka bertemu. Walau hanya melalui tatapan, tetapi Ryan paham dengan maksud Will. Ryan segera mematikan benda kecil berisik i
”Tidak ada namanya. Aneh. Belakangan ini banyak sekali paket untuk Will tapi tak ada pengirimannya. Hmm, bisa saja itu dari penggemarnya,” gumam Hanna sembari meletakkan buket bunga di atas meja. Pintu kamar tetiba diketuk dari luar. Seorang pria tampan masuk sambil membawa buket bunga. Ia mematung di ambang pintu saat tatapannya bertemu dengan mata Hanna. Ada rindu yang terpendam dari setiap cahaya yang terpancar dari matanya. ”George?” ”Hai, emm… aku ingin menjenguk Will. Tadi aku melihat berita Will di televisi. Bagaimana kondisinya sekarang?” George melangkah lebih dekat dengan Hanna hingga jarak yang tersisa hanya satu meter saja. ”Seperti yang kau lihat dia masih terbaring. Belum sadar.” Mereka berdua terlihat canggung. Tentu saja. Siapa pun pas
”Ia masih belum sadar. Saat ini Will masih mengalami trauma di bagian kepalanya. Dan kemungkinan ia tidak akan bangun beberapa hari ini.” ”Apa? Will—” ujar Hanna lirih, ”tapi, Will bisa sehat kembali kan, dok?” ”ya, semoga saja ia bisa melewati masa kritisnya. Kalau begitu saya permisi dulu.” Ryan tiba-tiba berbicara, ”aku akan mengurus administrasinya, Hanna kau jenguklah Will.” Hanna mengangguk sambil berkata, ”hmm, terima kasih Ryan.” Tiga puluh menit kemudian, beberapa perawat keluar dari ruang operasi sambil mendorong ranjang tempat Will terbaring. Pria itu belum sadar, ia masih terpejam. Beberapa selang terpasang di hidung dan mulutnya. Juga di lehernya dipasang alat penyangga. Kimberley tersedu-sedu sambil menyerukan nama Will Greyson.
”Mobil Will Greyson terperosok ke dalam jurang. Saat ini beberapa petugas polisi sudah turun ke bawah dan berusaha menyelamatkan Will yang sudah tak sadarkan diri. Situasi di sini juga ramai dari kerumunan orang-orang yang penasaran. Saya Gracia Belle melaporkan dari tempat kejadian.”Berita tentang kecelakaan Will wara-wiri di seluruh saluran televisi. Sendok yang sedari tadi Hanna pegang berdentang di atas piring. Berita itu berhasil membuatnya bergeming.”Will—” ucapnya dengan lirih.Tetiba ponsel Hanna berdering. Nomor asing terpampang di layar ponselnya. Hanna sempat ragu untuk menjawab, tapi bisa saja itu kabar tentang Will.[”Ya, halo.””Aku Ryan manajernya Will. Hmm, Will kec
”Kau—” Hanna tertegun melihat sosok wanita yang di hadapannya, lalu ia menimpali, ”Ya, mungkin karena aku tidak bermulut tajam seperti dirimu. Apa di rumahmu tidak ada jam? Ini masih pukul 7 pagi dan kau sudah bertamu ke rumah orang lain dengan penampilan seperti itu,” Hanna menggeleng-geleng kepala melihat Kimberley yang lebih terlihat seperti menghadiri pesta. Untuk apa Kimberley bertamu sepagi ini dan sudah bermulut jahat kepada Hanna. Seketika Kimberley menggigit bibirnya, ia begitu kesal dengan Hanna. Tidak pernah ia dibuat tak berkutik seperti ini. Namun, Kimberley tetap menunjukkan keangkuhannya dan bersikap bak putri raja menyelonong masuk sambil mengangkat dagunya . ”Will tidak ada di rumah.” ”Aku tahu. Aku datang kesini untuk menemui dirimu, bukan Will,” sahut Kimberley ketus.
”Aku tahu, kau ingin melakukan sesuatu yang licik dan kotor terhadapku, kan?” Hanna menyipitkan matanya.Will gelagapan lalu berkilah, ”bukan. Kau dan hayalanmu terlalu liar. Ah, sudahlah. Aku sudah ngantuk, kita pulang saja.”Dengan tergesa-gesa Will masuk ke dalam mobil. Apa yang kau pikirkan,Will? Kau tertangkap basah. Kini Will hanya perlu bermuka tebal, walaupun ia sangat canggung. Sedikit lagi bibirnya akan merasakan bibir Hanna. Benar-benar memalukan.Perasaan aneh dan penuh ketegangan menyelimuti keduanya. Hanna tidak hentinya berpikir kalau Will akan menciumnya. Sedangkan Will mengutuki dirinya yang begitu ceroboh menyosor bibir orang lain. Tidak bisa dibiarkan. Benar, pria harus punya harga diri.Saat mereka tiba di rumah, sebuah kotak kecil ber