Share

2. Mencoba Melarikan Diri

.

.

.

Malam telah berganti pagi di pulau Henai, wanita yang sebelumnya terus berteriak itu saat ini kembali terbangun dengan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Sayup-sayup, sekilas wanita itu mulai membuka kedua matanya dengan sangat perlahan. Sejujurnya saat ini, dirinya berharap bahwa semua yang terjadi padanya kemarin hanyalah sebuah mimpi atau sekedar ilusi. Sayangnya, harapannya hanyalah sebuah angan-angan belaka karena ternyata ia mendapati dirinya masih berada di ruangan terkutuk itu.

Membayangkan kejadian kemarin, hati Mawar seketika tersayat. Ia tidak bisa membayangkan bahwa si kucluk yang dulu jelek itu bisa menculiknya begitu saja dan bahkan telah berani menciumnya! Tidak! Mawar merasa tidak boleh terus berada disana lebih lama lagi, atau kalau tidak, dia akan mengalami hal-hal yang lebih buruk dari yang diterimanya kemarin. Dengan pemikiran itu, Mawar bergegas bangkit dari tidurnya dan berpikir sebentar untuk mencari jalan keluar.

Oh. Pinggiran meja!, batinnya sembari turun dari ranjang untuk menggesekkan tali yang mengikat kedua tanggan-nya itu pada pinggiran meja yang terlihat cukup lancip disana.

“Sret! Sret! Sret!” Dengan cepat Mawar menaik-turunkan kedua pergelangan tangannya itu, namun sepertinya dirinya memerlukan waktu yang lebih lama karena rupanya pinggiran meja itu kurang begitu tajam untuk memotong talinya.

Sebentar. Kalau begitu ia harus mencari cara lainnya. Kira-kira apa yang ada disekitarnya? Sekilas Mawar dengan pandangannya yang tajam menyapu seluruh area itu dengan cepat. Disana ia hanya bisa melihat bantal, guling, selimut, kasur, lampu, kursi, meja. Astaga! Brengsek semua hal itu tentu tidak bisa membantunya. Didalam hatinya ia terus menggerutu sebelum akhirnya dirinya melihat sebuah figura besar yang menempel pada dinding kamar itu.

Binggo! Merasa puas karena telah mendapatkan ide cemerlang, Mawar bergegas mengambil kursi dengan kedua tanggannya yang terikat dan menyeretnya mendekat ke dinding yang tinggi itu guna mengambil figura yang sedang tergantung disana.

Yes! Saat ini figure itu telah berhasil dipegangnya sehingga tanpa menunggu aba-aba, ia langsung menginjak figura itu dengan kaki putihnya yang polos tanpa alas supaya pecahan kacanya tidak menghasilkan bunyi yang keras yang dapat menarik perhatian pria itu. Sret! Sayangnya, saat Mawar hendak menarik kakinya kembali, tanpa sengaja kulitnya menggesek pinggiran kaca yang tajam itu sehingga menimbulkan luka yang mengeluarkan cukup banyak darah segar.

“Aduh! Sakit!” teriak Mawar yang seketika langsung membungkam mulutnya sendiri yang secara reflek mengaduh kesakitan. Sebetulnya Mawar tidak pernah berpikir bahwa menginjak kaca figura akan sesakit itu. Sungguh, ia merasa sangat bodoh. Tidak mau berlama-lama dengan rasa sakit yang dialaminya, Mawar kemudian mengambil pecahan kaca yang ada disana kemudian dengan perlahan mulai menggesekkannya pada tali yang mengikat tangannya.

Srek! Srek! Srek!, sepertinya usaha Mawar akan membuahkan hasil mengingat belum ada lima menit tetapi dirinya telah mampu memotong sepertiga bagian dari diameter tali tambang itu.

“Benar! Begitu! Bagus sekali. Ayo, semangat Mawar!” Mendengar suara yang memompa semangatnya, gairah perjuangan untuk kabur itu semakin bergelora di dalam batinnya sehingga dengan tenaga lebih kuat Mawar semakin menggesek tali itu dengan semakin keras. Iya, benar. Dirinya memang sedang membutuhkan motivasi seperti itu disaat-saat genting seperti ini.

“Yup, kau pintar sekali Mawar. Ayo gesek juga yang disebelah kirinya.” Suara itu kembali terdengar seakan memberi arahan kepada Mawar tentang langkah yang harus diambilnya untuk memotong tali pengikat besar itu.

Ya, tali itu begitu terikat dengan rapinya, sehingga siapapun yang ingin memotongnya harus mendapatkan simpul yang tepat. Mengetahu hal itu, bergegas Mawar mengikuti saran yang diberikan dan mulai memotong tali yang ada disebelah kirinya.

“OK. Lalu apa lagi?” tanya wanita itu dengan bodohnya sebelum dirinya mulai menyadari situasi yang sebenarnya terjadi.

Tunggu. Suara siapakah yang sedari tadi menyemangatinya?! Dengan keringat yang mulai bermunculan di pori-pori dahinya, Mawar sedikit mendongakkan kepalanya hanya untuk mendapati sosok pria berbadan kekar itu telah bersandar disana. Habis sudah, usahanya sedari tadi rupanya harus berakhir dalam kesia-siaan. Dengan geram Mawar mendengus dengan kesal karena dirinya merasa telah gagal untuk kabur. Brengsek, si kucluk itu rupanya telah ada disana sedari tadi. Bodoh, mengapa dirinya sampai tidak tahu dan bahkan mengikuti semua perkataan pria itu?!

Dengan kepingan kaca ditangannya, Mawar yang terlihat sangat emosi itu bergegas hendak menggores pria yang ada didepannya itu, setidaknya itu adalah rencana cadangan yang baru terbesit di kepalanya beberapa detik yang lalu. Jika saja pria itu terluka, Mawar yakin jika dirinya bisa melarikan diri dari sana. Namun sayangnya, sebelum rencana yang dianggap briliannya itu dapat terealisasi, luka ditelapak kakinya telah terlebih dahulu berbenturan dengan permukaan lantai yang membuatnya seketika menjerit kesakitan.

“Awww! Awww! Sakit sekali. Huaaa..aa…aa... hiks..hiks… hiks…” Mawar yang telah terjatuh itu tidak bisa lagi menahan rasa sakit yang tiba-tiba saja menjalar di kakinya sehingga dengan sejadi-jadinya wanita itu kemudian menangis begitu saja dihadapan Jayden yang hanya menunjukkan senyum sinisnya.

“Bodoh.” Jayden sedikit melirik tajam ke arah Mawar lalu kemudian tanpa aba-aba langsung menggendong wanita brengsek itu setidaknya untuk menyelamatkannya dari serpihan kaca yang telah berserakan.

“Apa?! Kau baru saja mengataiku bodoh?! Brengsek kau!” sahut wanita itu yang merasa tidak terima dikatai bodoh. Meskipun, ya, secara akademis dirinya memang bodoh, tetapi setidaknya Mawar tidak pernah mendengar ada orang yang berani mengumpatnya seperti itu. Sehingga tentu saja, Mawar sangat tidak terima dengan ucapan yang baru saja didengarnya.

Mendengar Mawar terus saja berteriak kepadanya dan bahkan memukul-mukul kepalanya, Jayden yang saat ini baru berjalan beberapa langkah seketika melepaskan topangan tangannya sehingga tubuh wanita itu meluncur jatuh ke lantai yang ada disana.

“Awww!!! Sakittt!!” teriak Mawar saat pantatnya mendarat dengan begitu keras di atas lantai itu.

Cih! Begitulah Mawar, meskipun pria itu telah mencoba menurunkan ego untuk menolongnya. Tetapi wanita itu tidak akan pernah menunjukkan rasa terima kasihnya. Tidak heran jika pria itu seketika menjadi tersinggung dan berubah pikiran. Wanita itu benar-benar tidak layak untuk mendapatkan sebuah rasa simpati.

“Apakah rasanya sakit?” Sambil menunjukkan senyum sinisnya, Jayden seolah-olah ingin memberikan sebuah ejekan kepada wanita yang baru saja diberinya pelajaran itu.

“Kucluk. Kau benar-benar brengsek!” Mawar kembali mengumpat pria dihadapannya yang mulai terlihat tidak senang.

“Watch your language! Namaku Jayden. Bukan Kucluk!” sahutnya dengan lantang sembari meninggalkan wanita itu begitu saja dengan kedua tangan yang masih belum berhasil terlepas dari ikatannya dan juga dengan kaki yang semakin banyak mengeluarkan darah segar.

“Hei, tapi dulu kan aku memanggilmu Jali atau Kucluk, dan itu tidak masalah. Ah, sudahlah. Tolong aku dulu! Jangan pergi. Cepat tolong aku!!!!” teriak Mawar kemudian setelah melihat pria itu tidak lagi memperdulikannya dan malah terus melangkah untuk meninggalkannya.

Tidak! Mawar kali ini benar-benar tidak bisa berjalan. Jika pria itu tidak kembali untuk membawakan obat untuknya, mungkin lukanya bisa saja terinfeksi oleh kuman dan… dan… Ah, Mawar tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi sehingga ia kembali memanggil pria yang dulu dijadikan budak cintanya itu dengan benar.

“Jayden! Kembali kau!!! Tolong aku!!! Sakit sekali Jayden!!” Kali ini Mawar membetulkan panggilannya karena tidak sanggup untuk lebih lama menahan rasa sakit di kakinya. Sehingga dengan sekuat tenaga dan dengan suara yang menggelegar dirinya terus saja meneriaki Jayden untuk segera menolongnya.

Dalam masa hidupnya, Mawar yang sebelumnya sama sekali tidak mengetahui yang namanya ‘luka’, kali ini harus mengalaminya karena ulahnya sendiri. Andai saja, tadi dirinya lebih pintar, ia tidak harus meneriaki dan memukuli kepala Jayden sehingga pasti lukanya saat ini sudah diberikan obat!

“Huaaaa! Huaaaa!!! Ayah… Ibu … kakek … Nenek… Tolong Aku!” Dalam kepanikannya, Mawar kembali menangis memanggil seluruh keluarganya, bahkan kerabat terjauhnya-pun turut di-ikutsertakan dalam teriakannya yang membabi-buta itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status