.
.
.
Satu jam telah berlalu, Mawar yang sebelumnya menangis, saat ini sudah menghentikan tangisannya itu karena kedua bola matanya sudah mulai membengkak karena menangis terlalu lama. Mawar, dengan rambutnya yang sudah acak-acakan dan dengan baju yang dua hari ini belum digantinya, benar-benar terlihat sangat mengenaskan. Dalam hati, tentu Mawar ingin merutuki pria brengsek itu. Tetapi hanya untuk merutuki saja, nampaknya dirinya sudah tidak memiiki tenaga lagi mengingat sudah dua hari semenjak dirinya diculik, ia tidak makan sesuap nasipun. Mungkin, jika kondisinya terus berlanjut seperti ini, Mawar yakin bahwa dirinya akan segera mati.
Dalam halusinya, Mawar melihat ada seorang… bukan, tapi lebih tepatnya adalah sebuah malaikat kecil yang mendatanginya. Perlahan, malaikat kecil itu berjalan dengan bunyi “Nging….” yang samar-samar mengalun lembut ditelinganya. Mendekat dan semakin mendekat, malaikat berbentuk kecil bulat dan berwarna hitam itu kemudian mengedipkan lampu diatasnya yang menyadarkan Mawar akan khayalannya.
Belum, dirinya belum mati, dan saat ini yang ada dihadapannya rupanya adalah sebuah robot pembersih yang sedang menyapu dan menyedot semua pecahan kaca yang ada disana. Mengamati robot itu, Mawar melihat sesuatu yang aneh karena robot yang tidak jauh darinya itu memiliki seperti sebuah keranjang yang diletakkan di atasnya.
Dengan sedikit penasaran, Mawar yang kepalanya sudah sangat pening karena kekurangan gula dan asupan segera sedikit berusaha untuk meraih-raih robot yang sedang maju-mundur dan berputar-putar itu.
“Hei, kucluk kecil. Ayo kesini.” Katanya kepada si robot yang sepertinya mengerti bahasanya.
Pintar. Robot itu begitu pintar hingga dapat memahami perintah Mawar dengan sangat patuh. Tidak berapa lama, robot kecil yang dipanggilnya itu kemudian datang mendekat kepada Mawar yang telah menunggu disana.
Wah… setelah, benda itu sampai didepannya, Mawar terkejut karena dirinya mendapati keranjang itu dipenuhi dengan begitu banyak makanan dan minuman. Melihat ada begitu banyak makanan disana, secepat kilat, Mawar bergegas menyambarnya.
Spagetty bolognaise. Aduh, Mawar sangat menyukainya sehingga memilih untuk memakan makanan itu terlebih dahulu. Karena selain ada banyak kandungan karbohidrat disana, Mawar merasa saat ini dirinya perlu memakan makanan yang sedikit berat untuk mengganjal perutnya yang sudah dua hari tidak makan itu.
Cih, biasanya berpuasa saja dia tidak pernah! Tetapi sekarang, malah ia harus menahan haus dan lapar selama dua hari karena ulah mantan budak cinta nya itu.
Setelah menghabiskan spagetty berwarna merah itu, Mawar kemudian melihat ada roti isi daging dan sosis panggang besar yang terlihat menggiurkan. Wah, Mawar tidak mau menunggu lama dan kemudian menyambar semuanya sampai-sampai perutnya sudah mulai kekenyangan.
“Ah, leganya.” gumamnya kemudian sembari meneguk sebotol besar susu sapi murni yang ada disana.
Setelah semua makanan di keranjang itu habis, Mawar kembali mengamati sebuah box kecil yang ada didalam keranjang itu dengan sedikit penasaran. Kira-kira benda apa didalamnya, sepertinya itu bukan makanan, batinya. Perlahan Mawar memasukkan tangannya kembali ke dalam kerajang dan mengambil box berwarna putih yang rupanya berisi obat-obatan untuk kakinya. Alkohol pembersih luka, obat pereda nyeri, anti inflamasi, dan lain sebagainya ternyata semuanya ada disana.
Oh, satu lagi, disela-sela kain kasa itu rupanya Mawar dapat menemukan pisau seukuran silet yang membuat senyumnya mengembang. Bergegas, ia mengambilnya dan menggunakannya untuk melepas ikatan tali dilengannya.
“Aww.” tanpa menunggu lama ikatan itu telah terlepas menyisakan sedikit rasa perih pada permukaan kulitnya yang ternyata sedikit memerah karena sudah dua hari bergesekan dengan benda kecil itu.
“Nging…” Suara robot itu kembali terdengar mendekatinya sehingga mengalihkan perhatian Mawar dari rasa nyeri pada pergelangan tangannya.
“Hei, robot kecil.” katanya kemudian kepada robot yang masih saja memaju-mundurkan dirinya sendiri serta berputar-putar disana untuk menyedot seluruh kotoran yang ada dilantai itu.
Melihat lampu pada bagian atas robot itu berkedip, Mawar yakin bila robot itu pasti mendengar dirinya.
“Hei, siapa namamu?” Ia kemudian bertanya lagi karena sebelumnya ia tidak mendapat balasan apapun dari benda kecil yang sedang sibuk bekerja disana.
Astaga. Kasihan sekali, benda itu rupanya tidak memiliki nama sehingga Mawar akhirnya tergelitik untuk memberinya nama disela-sela aktifitas untuk mengobati lukanya.
“Em, begini saja. Bagaimana kalau kau kuberi nama Jali?” Katanya dengan senyum menyeringai sebelum wanita itu kembali menambahkan ucapannya.
“Yah, tentu saja, itu adalah nama yang kuberikan kepada bosmu dulu. Tapi rupanya, bosmu yang brengsek itu sepertinya tidak menyukainya. Kalau begitu, nama itu untukmu saja ya robot kecil. Hahaha.” Mawar terlihat tertawa kecil sembari menepukkan kedua tangannya.
“Kalau begitu Jali. Mulai sekarang kau adalah temanku ya. Eh, kau tahu bagaimana caranya kabur dari sini hah?!” wanita itu kemudian bertanya lagi yang dibalas dengan kedipan sebuah lampu berwarna merah.
“Apa? Kau tidak tahu?! Ih. Bodoh sekali. Kalau begitu aku mau menanyakan hal yang lainnya saja.” gerutunya sembari mengambil sebuah obat merah sebelum ia melanjutkan kembali kata-katanya.
“Hei, jali. Bosmu itu jahat ya?” tanya Mawar yang mendapat sebuah kedipan lampu hijau disana.
“Benar. Aku sudah tahu bahwa dia memang benar-benar pria jahat. Tetapi tenang saja, aku juga wanita yang jahat. Jadi aku tidak akan mungkin dengan mudah ditindas oleh lelaki itu. Kalau begitu apakah kau mau berpihak kepadaku?!” Mawar sepertinya sedang mencari seorang pengikut sembari meremas kain kasa yang dipegangnya.
Berkedip dan terus berkedip. Robot kecil yang dipanggil Jali sepertinya terus memberi respon kepada semua pertayaan Mawar yang membuat wanita itu terus saja berbicara bagai sebuah mesin yang tidak bisa dinon-aktifkan. Hingga beberapa waktu kemudian, Mawar yang terus berceloteh itu selesai membalut dan mengobati seluruh lukanya meskipun dengan tampilan perban dari kain kasa yang terlihat belepotan. Tetapi itu tidak menjadi masalah, yang penting baginya saat ini lukanya dan rasa pening dikepalanya telah terobati dengan baik sehingga ia tidak harus menahan rasa sakit lebih lama lagi.
Setelah merasa energinya telah kembali, Mawar yang telah berdiri itu kemudian mengarahkan pandangannya kepada pintu kaca besar yang ada di balkon kamar itu. Perlahan, ia berjalan kesana dengan melompat-lompat untuk mendapati sebuah pemandangan yang begitu menyilaukan matanya.
Wow. Panorama dihadapannya saat ini begitu indahnya! Lihatlah, laut yang ada disana begitu berwarna biru kehijauan dengan hamparan pasir putih disertai pepohonan kelapa dan tanaman palem yang menghiasinya. Teduh dan segar dengan langit yang nampak cerah seakan bersatu pada satu bingkai keindahan yang menyatukan semuanya. Tunggu. Apakah ini di Hawai atau semacamnya?, batinnya dalam hati sekedar menerka-nerka keberadaannya saat ini.
Seumur hidupnya, Mawar merasa belum pernah menemui pemandangan seperti itu. Oh, mungkin, dirinya pernah melihat hal yang serupa, tetapi itu sepertinya hanya dilihatnya di wallpaper-walpaper pada laptopnya. Dia tidak menyangka, bahwa saat ini dirinya bisa sampai ke tempat seindah ini. Hanya saja, sayangnya, dia ke tempat itu bukan untuk bersenang-senang, melainkan sedang mengalami sebuah kasus penculikan. Kembali melihat ke arah robot kecil yang diberinya nama Jali, hati Mawar sedikit terhibur karena setidaknya ia merasa tidak sendirian.
Ya. Robot pembersih itu adalah robot buatan Jayden yang dilengkapi dengan artificial intelligence ketika dirinya dulu masih menjadi budak dari Mawar. Awalnya, Jayden membuatnya karena dirinya kewalahan mengerjakan tugas-tugas kuliah Mawar yang menyita seluruh waktunya. Sehingga dengan kehadiran robot ceper berbentuk bulat dengan kedua buah tangan kecil yang melambai itu, Jayden setidaknya tidak perlu terlalu bingung untuk membersihkan ruangan ataupun untuk sekedar mengambilkan keperluan pribadinya.
...“Bibi! Bangunlah Bi!” teriak Mawar seraya memeluk bibi Hans.Bibi Hans telah kehilangan banyak darah. Tubuh tuanya telah dengan ganas dikoyak oleh harimau itu karena dia terus berusaha melindungi Mawar.“Bi, jangan mati. Kumohon.”Mawar mengusap darah yang mengalir di dada bibi Hans yang tercabik oleh hewan buas itu. Dia begitu panik dan tubuhnya gemetaran. Mawar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya karena darah bibi Hans mengucur begitu derasnya.“Nyonya, maafkanlah saya,” ucap Bibi Hans tiba-tiba.Wanita tua itu membuka matanya. Dia terlihat meneteskan air matanya karena rasa bersalah yang menderanya. Sudah lebih dari 20 tahun dia hidup bersama dengan Jayden yang telah diasuhnya layaknya anaknya sendiri. Dan sang tuan muda begitu mempercayainya. Tetapi apa yang dilakukannya? Dia malah mengkhianati Jayden dengan membawa isterinya ke Madelline!“Tidak Bi. Jangan ucap
...Mawar tidak mengetahui dimana dia berada saat ini. Matanya tertutup kain hitam dan kedua tangannya terikat kebelakang. Hanya deru nafasnya saja yang terdengar menggema di ruangan yang dingin dan sepi itu.Sampai akhirnya, langkah kaki terdengar memasuki ruangan yang nampaknya besar itu. Dan tidak beberapa lama kemudian sebuah suara asing akhirnya menggema disana.“Buka kain di matanya!” seru seorang wanita dengan suara mendominasi.“Baik Nyonya!” jawab seorang pria yang sepertinya adalah pengawalnya.Langkah kaki pria itu terdengar mulai mendekat ke arah Mawar. Dan dalam hitungan detik, pria itu telah menarik dan melepas penutup mata hingga Mawar dapat melihat dengan jelas situasi di depannya.Ya, dia saat ini berada di ruang tamu sebuah rumah mewah bergaya Victoria yang sangat besar. Dinding rumah itu berwarna putih dan dikelilingi oleh jendela-jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan pegunung
...Melihat keinginan sang Nyonya, Bibi Hans tidak dapat menahan rasa ibanya. Dia menghela nafasnya sebelum akhirnya dia pergi ke belakang untuk mengambil sesuatu dari dalam brankas yang dimilikinya. Sekilas, ia terlihat mengamati benda itu. Sepertinya ada sedikit keraguan di dalam hatinya. Dari sorot matanya, ia tidak ingin memberikan benda itu kepada Mawar. Tetapi ada hal lain di dalam dirinya yang mendorongnya begitu kuat untuk melakukan apa yang dia yakini.Perlahan, BIbi Hans mengambil benda itu dan menggenggamnya. Kemudian, dia lalu menghampiri sang Nyonya yang masih menangis di atas lantai dingin di dapur itu.“Nyonya … “ ucap Bibi Hans ikut bersimpuh di depan sang Nyonya.Bibi Hans memegang tangan Mawar. Tangan itu terasa begitu dingin karena gemetaran. Bibi Hans tahu, ini adalah waktu baginya untuk memberikan benda itu kepada sang Nyonya.“Nyonya, pergilah. Saya akan menolong anda untuk keluar dari
...Selama berhari-hari Mawar dibuat penasaran oleh sikap bibi Hans yang berubah. Beberapa kali, Mawar menangkap bayangan bibi Hans yang selalu sembunyi-sembunyi menuju ke belakang rumah untuk menghubungi seseorang. Tetapi anehnya, ketika ditanya, dia selalu mengatakan bahwa itu adalah telepon dari anaknya. Atau kalau tidak, itu adalah telepon dari suaminya.Mustahil. Ponsel bibi Hans tidak akan mungkin bisa digunakan untuk menghubungi keluarganya dengan leluasa karena Jayden sudah membuat pembatas jaringan. Lagipula, Bibi Hans sendiri dulu juga pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah menikah. Kalau dia sampai berbohong, pasti ada hal besar yang disembunyikannya, batin Mawar sambil meneguk segelas orange juice miliknya.“Nyonya, saya akan mengambil bahan-bahan makanan yang di drop oleh suruhan Tuan Jayden,” ucap Bibi Hans yang segera diangguki oleh Mawar.Selama beberapa hari ini, Mawar memang tinggal sendiri bersama Bibi Hans
...Hari telah berganti malam di Pulau Henai. Setelah Bibi Hans memasak makan malam, ia bergegas untuk berjalan menuju ke belakang rumah pantai yang besar itu. Disana, ada sebuah kursi kayu di bawah pohon beringin yang cukup remang. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lain disana, ia lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.Tidak beberapa lama kemudian, sambungan itu terhubung dan seseorang terdengan berbicara diseberang sana.“Bagaimana hasilnya?” tanya wanita itu diseberang sana.“Seperti yang Nyonya minta, saya sudah mencari tahu niat Tuan Muda yang sebenarnya,” jawab bibi Hans kepada wanita itu.“Apa katanya?” sahut wanita itu sebelum kembali berbicara, “Kau tahu sifatku dan kau juga tahu apa saja yang bisa aku lakukan kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku,” imbuhnya.“Tentu saya tidak berani Nyonya,” timpal Bibi Hans kemudian melanjutkan perk
...Siang hari terasa sejuk di rumah pantai dengan seluruh jendela kaca yang terbuka. Dengan antusias, Jayden melangkahkan kakinya untuk masuk kesana. Ia berpikir, isterinya itu akan rajin belajar, sama seperti sebelumnya yang dia lihat. Ya, beberapa hari yang lalu, ketika ia dan Mawar sedang bertengkar, Jayden bisa melihat semangat yang membara pada diri wanitanya itu. Sehingga ia berpikir, mungkin hal yang sama juga terjadi saat ini.Saat hendak menarik gagang pintu rumahnya, Suseno tiba-tiba telah berlari keluar dan menabraknya begitu saja. Bruk! “Aw…” keluh sahabatnya itu seketika setelah badan kurus miliknya berbenturan dengan badan Jayden yang kekar. Terasa sakit hingga Suseno mengelus lengannya beberapa kali.“Kau ini kenapa?” tanya Jayden penasaran.“Ja-Jay, mengerikan Jay!” kata Suseno menjawab pertanyaan dari sahabatnya.“Apa yang mengerikan? C
...“Bos, sekelompok kru dari kapal itu telah menyelamatkan diri. Apakah kita perlu menangkap mereka?” tanya pria diseberang telepon itu.“Tidak perlu. Biarkan saja mereka. Aku hanya sekedar bermain-main saja,” jawab Jayden seraya terus menciumi tangan isterinya.“Siap Bos!” sahut bawahannya itu.Menutup ponselnya, Jayden lalu merasakan ada sepasang mata yang saat ini tengah menatap tajam dirinya. Dia tahu, Mawar pasti bertanya-tanya mengenai kejadian hari ini. Tetapi Jayden masih belum ingin memberitahunya apapun. Itu terlalu berbahaya bagi Mawar.“Jay, hentikan aksimu itu!” seru Mawar menarik jemarinya dari mulut suaminya itu. “Sekarang cepat katakan semua hal yang aku tidak tahu!” imbuh wanita itu.Jayden tidak bergeming. Dengan lembut, ia malah mengambil anak rambut isterinya dan merubah topic pembicaraan.“Sayang, rambutmu wangi sekali. Shampoo apa
...Keluar dari rumah pantai itu, Bos Li berdecak dengan sangat kesal. Bagaimana tidak, cucu lelakinya itu telah berani mengepung kapal perang miliknya. Dasar bocah kurang ajar! Sekarang, mungkin yang perlu dia lakukan adalah mundur terlebih dahulu. Tetapi suatu saat nanti, ia yakin, bahwa ia bisa menakhlukkan bocah pemberontak itu dan membawanya kembali ke keluarga Linua.Membawa tongkatnya, Bos Li terus berjalan menuju ke kapal yang telah menjemputnya. Namun di sela-sela perjalanannya, kedua matanya melirik ke arah cucu perempuannya itu.“Diona, sejak kapan kau tahu tentang keberadaan kakakmu di pulau ini?” tanya sang kakek, “Pulau Henai bukanlah tempatmu atau kakakmu,” imbuhnya.“Em, Kakek, aku minta maaf. Aku tahu sejak mata-mataku melihat kakak menculik seorang perempuan,” sahut Diona dengan sedikit merasa bersalah, “Jadi, aku mengikutinya sampai ke pulau ini,”&ldqu
. . . Ceklek! Pintu itu terbuka menampilkan sosok tua yang tidak asing di mata Mawar. Menyipitkan matanya, Mawar sepertinya mengenali siapa pria beruban yang tiba-tiba datang itu. Tunggu, bukankah dia adalah …. Merasa mengenali pria tua itu, Mawar lalu menarik lengan suaminya dan berusaha mengatakan sesuatu padanya. “Jay, orang itu-“ perkataannya terputus karena Jayden lebih dulu memandangnya dengan tatapan lembut. “Dia yang memberimu cek dan selembar foto palsu pernikahanku?” sahut Jayden membuat Mawar terkejut, “Aku sudah tahu sayang,” imbuhnya lalu mencium tangan isteri kesayangannya itu. “Lalu darimana kau bisa tahu?” tanya Mawar yang langsung dibalas sebuah senyuman oleh suaminya. “Aku terlalu jenius untuk hal sekecil itu, sayang,” jawabnya. “Tapi siapa dia Jay?” tanya Mawar penasaran, “kenapa dia ingin membuat kita bercerai?” imbuhnya. “Ckck …,” mendengar itu, sebuah tawa kecil lepas dari mulut pri