"Assalamualaikum, Bu." Arin masuk ke dalam rumah dengan menyeret koper miliknya. Bu Narsih yang melihat anaknya pulang dengan membawa koper kaget dengan kepulangannya kali ini."Waalaikumsalam, Arin. Kamu kenapa pulang membawa koper?" tanya Bu Narsih, ibu dari Arin."Mas Bayu usir Arin." Bu Narsih tampak terkejut. Arin yang merasa lelah badan dan pikiran memilih masuk ke kamarnya yang dulu ia tempati saat masih gadis.Bu Narsih pergi menyusul Bapak Karyo yang sedang berada di sawah untuk memintanya segera pulang. Bu Narsih panik melihat anaknya pulang dengan kondisi yang berantakan. Bu Narsih takut hal buruk telah terjadi pada anak sulungnya ini."Pak! Pak!" Pak Karyo yang sedang mencangkul lahan di sawah berhenti dan menengok ke arah Bu Narsih."Pak! Ayo, pulang!" teriak Bu Narsih kembali. Pak Karyo yang melihat istrinya kalut, memilih segera menyudahi aktivitasnya."Ada apa, Bu? Sampe teriak-teriak begitu?" tanya Pak Karyo."Itu loh, Pak. Anak kita," ucap Bu Narsih dengan nafas yang
Pagi ini, Karyo berencana mengunjungi rumah Bayu seorang diri. Ia tak ingin Arin sedih jika nanti ia ajak ke sana. Biarlah hari ini ia hendak mencari tahu penyebab kemarahan Arin terhadap Bayu. Dengan menaiki ojek, ia bertandang ke kota tempat Bayu tinggal. Kota berlambang bunga Wijaya Kusuma ini tempat Bayu menetap, masih dalam satu kabupaten dengan tempat tinggal Karyo hanya ia di desa dan Bayu di kota.Ojel sampai di depan rumah Bayu, rumah tampak sepi dan hanya ada mobil berwarna putih yang ada di depan rumah. Karyo berjalan ke arah pintu, mengetuk pintu perlahan."Assalamualaikum," panggil Karyo. Tak ada jawaban dari dalam sana, membuat Karyo kembali mengetuk pintu. Terdengar suara dari arah jendela dan itu seperti sebuah desahan wanita dan laki-laki. Tak ingin berpikiran buruk, Karyo hendak mengintip dari jendela. Ia tak bisa melihatnya karena jendela tertutup rapat oleh gorden. Tapi ia mendengar dengan jelas suara itu saat sudah mendekati jendela kamar."Mas, kayak ada yang ket
"Rin, ini uang pembayaran kambing Bapak. Kamu besok kembali ke pengadilan agama untuk melanjutkan berkasmu agar segera diproses. Bapak mau semuanya cepat selesai," ucap Karyo. Arin menerima uang senilai dua juta yang baru Karyo dapatkan dari penjual kambing."Makasih, Pak. Mengurus perceraian itu butuh waktu yang lama ya, Pak. Harus wara wiri ke pengadilan. Arin jadi kasihan sama Bapak kalau harus ikut terus, besok Arin berangkat sendiri saja.""Yakin?" "InsyaAllah," jawab Arin tegas."Yo wis kalau begitu, Bapak besok mau ke Lomanis. Bude meminta Bapak buat bersihin kebun belakang rumahnya," ucap Karyo."Iya, Pak." Arin memasuki kamarnya, meletakkan uangnya di dalam laci lemarinya dan bersiap tidur.🌷"Pak, Arin nggak papa dibiarkan berangkat sendiri?""Nggak papa, Bu. Arin kan sudah pernah ke sana sama Bapak kemarin. Insya Allah nggak apa. Bapak mau sekalian berkunjung ke rumah abang Bapak yang pada di Lomanis itu." Karyo adalah anak dari 5 bersaudara. Ayah dari Arin ini, adalah a
"Hallo, iya. Oke … Kakak jemput!" ucap Kaisar di dalam panggilan ponselnya."Hm … Rin, kita mampir ke Green cafe bentar ya. Jemput adik saya dulu, nggak apa 'kan?""Baik, Mas." Kaisar membelokkan stir menuju Green cafe, Kenzi yang sudah menunggu di depan cafe merasa kesal karena terlalu lama menunggu mobil jemputannya."Lama amat, Ka?" gerutu Kenzi.Kenzi membuka pintu dan masuk tanpa melihat ada Arin dibelakang. Arin merasa tak asing dengan suara lelaki itu, lelaki yang pernah menjadi lawan lomba sains antar sekolah.Kenzi menengok ke belakang dan melihat ada Arin seketika kaget."Lo?!" ucap Kenzi kaget. Arin hanya tersenyum tanpa menanggapi lagi kekagetan Kenzi padanya, karena ia sudah tahu jika Kenzi memang lelaki yang pernah ia kalahkan dalam olimpiade antar sekolah."Kakak bawa wanita dalam mobil Kakak tanpa bilang ke Ken, wah … bahaya ini. Kakak nggak beres, harus dilaporkan kanjeng Mami. Heh, sejak kapan kamu numpang di mobil Kakakku?" ucap Kenzi dingin.Kaisar menjewer telin
"Sombong sekali kamu, Mbak. Mas Bayu tidak seserius itu mengatakannya. Kalau Mbak Arin tak mau kembali ke rumah Mas Bayu sekarang, jangan harap bisa lagi bertemu Agam selamanya," ucap Wisnu tegas. Sepertinya adik dari Bayu ingin menggunakan Agam sebagai bahan untuk memperalat Arin."Apa-apaan ini? Bu Reni jika mau bertamu baik-baik, sebaiknya kita bicara di dalam. Tidak membuat keributan di luar rumah seperti ini. Saya sedang kedatangan tamu jauh, tak enak di dengarnya," ucap Narsih ikut membantu anaknya berbicara kepada tamu tak diundang ini.==============="Tidak perlu, saya hanya urusan sama Arin. Kedatangan saya ke sini untuk menjemputnya, jika hari ini ia tak pulang ke rumah maka jangan salahkan saya mencoret nama Arin dari daftra menantu saya," teriak Reni geram."Silahkan! Lagian, anak saya ini juga tak akan menyesal jika dibuang oleh anda dan keluarga besar anda. Justru anda yang akan menyesal telah menzalimi anak saya. Lihat saja, siapa yang akan bahagia setelah perceraian
Jalanan yang sudah terlihat sepi dan juga berembun karena ini sudah malam. Penerangan yang juga tidak terang seperti di kota membuat Bayu semakin ingin segera sampai ke rumah Karyo. Jika malam ini ia diharuskan menginap, itu akan ia lakukan demi menjemput Arin.Mobil sampai di depan gang masuk rumah Arin. Tak ada cahaya lampu terang di sana, membuat Bayu harus menggunakan ponselnya untuk menerangi jalanan yang gelap. "Shit! Kenapa jalannya becek gini, sandalku jadi kotor kena lumpur. Awas kamu Arin kalau kamu sampai tak mau pulang," gerundel Bayu memarahi jalanan yang tak bisa dilalui dengan mudah ini. "Arin! Agam!" Bayu mengetuk pintu tanpa mengucapkan salam membuat Arin yang sedang ibadah sholat kaget. Ia bangun dan berjalan menuju pintu, Narsih juga mendekat ke arah Arin karena ia juga kaget dengan kedatangan Bayu ke rumahnya."Biar Ibu yang buka," ucap Narsih.Narsih membuka pintu dan melihat wajah Bayu yang tampak marah."Assalamualaikum, Bu." Bayu meraih tangan Narsih dan menc
Setelah mengurus berkas kepengurusan jenazah, Arin terlebih dahulu pulang ke rumah. Walau dirinya juga berkabung, tapi ia masih bisa kuat untuk melakukan ini semua. Mengingat jika bukan dirinya yang tegar, siapa lagi yang akan menguatkan Narsih dan adiknya. Ya, Arin masih mempunyai adik perempuan satu. Dia sekarang sedang di pondok pesantren di daerah Bandengan, Tegalkamulyan. Maka dari itu, Arin harus kuat agar ia bisa menjadi sandaran adik dan Ibunya.Arin sampai di tempat ketua rt, ia langsung menyampaikan kabar duka ini dan dengan sigap ketua RT merespon berita duka warganya. Selepas sholat Subuh, mushola setempat mengumumkan kabar duka ini. Arin sudah menghubungi pihak keluarga dan pihak pesantren dengan meminjam ponsel pak RT untuk mengabari berita duka kematian ayahnya.Tak selang lama, seluruh penjuru desa Sawangan berbondong-bondong ke rumah Karyo untuk takziah. Arin yang mengurus jenazah dari rumah ke rumah sakit, hingga dari rumah sakit ke rumah tanpa lelah. Hingga mobil
"Yah, Agam mimpiin kakek tadi malam, kita ke rumah kakek yuk?" ucap Agam dengan wajah polosnya."Hanya mimpi Agam, itu bunga tidur. Nggak usah dipikirkan, kamu hari ini sama mama Susi ya? Ayah mau kerja," ucap Bayu yang sudah rapi dengan pakaiannya."Agam nggak mau sama tante galak. Agam maunya sama Ibu," tolak Agam."Sebentar lagi mama Susi bakal gantiin ibu Arin. Ya?""Nggak!"Agam berlari ke kamarnya dan menyilangkan tangannya menunjukan pada Bayu bahwa ia merajuk."Kenapa, Bay?" tanya Reni yang baru datang."Ini si Agam, nggak mau sama Susi. Maunya sama Arin," ucap Bayu."Sudah hari ini kamu nggak usah kerja, kita ke Sawangan. Bapak Arin kecelakaan, dia meninggal dunia, Bay." Wajah Bayu seakan kaget tapi sedikit takut. Malam itu ia sengaja pergi begitu saja saat melihat mobilnya menyerempet sepeda yang ditumpangi Karyo."Me-ninggal?" "Iya, sekarang kita ke sana. Bu Puji tadi ngabari ke Ibu, jenazah sudah dimakamkan kemarin. Kamu siap-siap sekarang, siapa tahu kalau kamu ke sana A