Share

Dia siapa?

"Bu, Ayah ajak Agam keliling alun-alun pake mobil baru Ayah. Mama ikut ya?" ajak Agam. Bayu menyusul masuk Agam ke kamar untuk berganti pakaian.

"Mas beli mobil baru?" tanya Arin.

"Iya."

"Kok nggak tanya Arin?"

"Tanya? Buat apa tanya, kan Mas beli pake uang Mas sendiri. Kenapa harus izin kamu? Aneh," umpatnya.

"Agam keluar dulu, ya? Main sama nenek. Ibu mau bicara sama Ayah sebentar."

"Iya, Bu."

Arin menatap Bayu tajam meminta penjelasan pada suaminya ini.

"Mas, Arin ini istri sah Mas. Seharusnya, hal seperti ini kita bicarakan. Mas katanya nggak punya uang lebih, setiap hari Arin diminta hemat pengeluaran. Ternyata hematnya Arin, hanya untuk membuat Mas memperkaya diri sendiri. Sampai keuangan Mas, Arin tak boleh ikut campur," ucap Arin dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Kamu ini aneh. Suami dapat rezeki lebih, kamu malah sedih dan tak bersyukur. Pantas hidupmu selalu mengeluh, kamu ini istri yang tak bisa menerima setiap pemberian suami. Mas ini hemat karena kita perlu banyak tabungan buat masa depan Agam, ditambah harus biayain Wisnu kuliah. Kamu kan tahu, Mas baru saja setahun diangkat menjadi mandor. Malu kalau setiap hari pake motor butut itu," ungkap Bayu.

"Malu? Mas bilang malu? Malu itu sama Allah karena Mas sudah Zalim pada istri Mas ini. Perkara uang bisa dicari, tetapi perkara hati, Mas mau bagaimana? Arin merasa sudah tak dihargai di sini, lebih baik Arin pergi dan Mas bisa cari istri yang bisa mas suruh-suruh gratis. Arin muak dengan semua ini," sentak Arin. 

Agam yang mendengar suara lantang Arin yang ingin kembali pergi, seketika menangis dan berlari masuk menemui Arin. Ia menangis tersedu-sedu dan memeluk kaki Arin yang hendak membereskan pakaiannya.

"Ibu, jangan pergi. Agam nggak mau Ibu pergi lagi, Agam ikut Ibu."  Reni yang mendengar kegaduhan di dalam kamar memilih ikut menyusul anak dan cucunya.

"Ada apa ini?" tanya Reni tanpa dosa. Reni melihat Agam yang menangis sambil memegangi kaki Arin dan tak mau melepaskannya. Bayu mencoba menggendong Agam tapi tetap saja ia tak mau lepas dari kaki Arin dan suaranya semakin keras.

"Sudahlah, Bay. Kamu biarkan saja istrimu, turuti maunya kali ini. Kasihan Agam kalau begini, Ibu tak tega melihat dia menangis seperti itu," dusta Reni. Padahal ia hanya tak ingin dirinya kerepotan jika tak ada Arin, karena pasti seharian ia harus mengurus kebutuhan Agam dan Bayu setiap hari.

"Iya, turuti saja mauku, Mas. Sekarang juga aku mau, kamu ceraikan aku di depan Ibumu. Agar kalian bisa puas melihatku hengkang dari rumah terkutuk ini," teriak Arin kalap. Ia benar-benar sudah tak.bisa lagi bersabar, melihat Agam meronta hati Arin perih. Tapi bagaimana lagi, jika suaminya tak mau berubah ia tak mau kembali.

"Sampai kapanpun, aku tak akan menceraikanmu." Bayu pergi meninggalkan Arin yang masih terisak dengan airmata yang sudah menganak deras di pipinya. Ia luruh ke lantai hingga Agam yang melihatnya ikut memeluknya sambil menangis.

Reni yang melihat hal itu hanya melirik sekilas lalu pergi keluar dengan anak bontotnya. 

"Bu, ja-ngan ti-ngga-lin Agam," tangis Agam sampai tergugu dan lemas.

"Iya, Sayang. Ibu nggak akan pergi, seandainya pergi Ibu pasti akan bawa kamu." 

"Janji ya, Bu?" Agam mengaitkan jari kelingkingnya dan Arin menerima perjanjian tangan dengan anak angkatnya ini.

"Janji," ucap Arin. Entah bagaimana lagi ia bersikap, dari cara baik-baik hingga cara kasar sudah ia coba untuk melunakkan hati suaminya. Namun sepertinya, Bayu sudah terhasut oleh egonya sendiri. Padahal kesuksesannya kini adalah berkat kegigihan Arin membantu Bayu berhemat dan memiliki rumah sendiri. Dulu ia hanyalah pekerja biasa, karena ia gigih dan telaten Bayu diangkat jadi mandor di sebuah proyek perumahan pemerintah.

Arin bertekad pada dirinya sendiri, apapun yang akan terjadi nanti dengan dirinya ia tak akan membiarkan Agam menderita. Jika seandainya ia pergi, Agam juga harus ikut dengannya. Kalau Bayu menolak ia membawa Agam, berarti ia harus siap dengan segala konsekuensinya. 

"Bu,  Agam tidur sama Ibu y?" Arin mengangguk dan menidurkan Agam di sampingnya.

Malam ini Arin tak dapat tidur. Selain suaminya yang belum pulang sampai jam sebelas malam, ia juga masih kepikiran dengan ucapan Bayu yang mengatakan tak mau menceraikannya.

Reni sudah pulang bersama Wahyu tadi selepas Arin berdebat dengan Bayu. Arin paham betul sifat mertuanya itu yang suka menjadi kompor bagi dirinya. 

Suara mobil Bayu tampak berhenti, Arin mengintip dari tirai jendela kamarnya. Benar Bayu pulang, tapi dengan siapa dia? Arin benar-benar penasaran. Siapa wanita yang bersama Bayu suaminya.

Terdengar suara kaki masuk dan pintu rumah yang terbuka. Bayu memang mempunyai kunci cadangan rumah nya jadi agar memudahkannya masuk sewaktu-waktu.

Bayu berpikir jika Arin telah tidur, nyatanya ia justru menghadang kedatangan Bayu bersama wanita itu.

"Mas." Bayu kaget saat melihat Arin yang berdiri di depannya.

"Kamu belum tidur?" tanya Bayu.

"Belum. Kenapa? Kaget karena aku memergoki dan  melihat Mas masuk rumah kayak maling. Mau kemana malam-malam begini ajak wanita ke rumah? Mau berbuat me**sum di rumah ini juga?" Bayu tampak marah sekaligus malu. Begitu juga wanita yang bersama Bayu tersebut.

"Kenalkan, saya Susi. Kamu pasti Arin ya?" ucap Susi sok akrab.

"Mas, kenapa kamu diam? Dia siapa?" tanya Arin dengan lantang tanpa membalas perkenalan Susi.

"Kita duduk di sana. Nggak usah teriak-teriak nanti bisa membangunkan Agam." Arin ikut bergabung duduk dan tak sabar menunggu penjelasan suaminya.

"Maafkan sebelumnya jika Mas pulang malam. Tadi Mas sempat ketemu Susi di pinggir jalan sendiri tengah malam, jadi Mas ajak pulang kesini. Dia bakal nginep sebentar di sini sampai dia menemukan pekerjaan," ucap Bayu membuat Arin geram. Bahkan dari nada bicara Bayu yang dibuat selembut mungkin, Arin tahu jika suaminya memiliki perasaan khusus dengan wanita bernama Susi itu.

"Dia siapa? Sepupu? Atau saudara jauh Mas?" cecar Arin ingin tahu agar ia tak berprasangka buruk.

"Saya_"

"Dia saudara Ibu, makannya Mas bawa ke sini," sela Bayu membuat Susi melirik ke arah Bayu.

"Kenapa nggak bawa dia ke rumah Ibu? Kamu kan tahu, Mas. Membawa wanita lain ke rumah tangga kita itu bahaya," tegas Arin.

"Dia bukan wanita lain, dia itu saudara jauh Mas, Rin." Dari intonasi bicaranya sepertinya Bayu sudah ingin memarahi Arin karena sudah membuat Susi tak nyaman di rumahnya.

"Mas, Susi pergi saja kali ya? Istri Mas nggak ngebolehin Susi menginap disini," ucap Susi membuat Bayu kini benar-benar marah pada Arin.

"Rin, Mas nggak habis pikir denganmu dan bagaimana menjelaskannya lagi. Susi ini saudara jauh Ibu, besok pasti akan menginap di rumah Ibu. Kamu jadi tuan rumah nggak boleh jahat dengan tamu dari jauh. Mau kamu izinkan atau tidak, Susi akan menginap di sini, paham?" 

"Lakukan sesukamu sajalah, Mas. Percuma bilang sama Arin, toh akhirnya Mas kekeh dengan pendirian Mas. Tapi jangan sampai nanti Mas menyesal karena telah membawa wanita lain ini ke rumah."

Arin masuk ke dalam kamar dan mengunci kamarnya. Ia tak habis pikir dengan suaminya, kenapa bisa ia membiarkan wanita menginap di rumah sedangkan ia sangat tahu siapa keluarga mertuanya. Sedangkan Susi, Arin belum pernah dan sama sekali tak kenal dengan sosok Susi selama ini. Besok ia akan menanyakannya pada Ibu, apa benar Susi itu saudara jauh Bayu. Namun, jika saudara jauh ia juga harus waspada karena tinggal berdua dengan wanita tanpa status dalam satu atap itu sangatlah berbahaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status