Dokter cantik itu menatapku penuh harap, agar aku dapat menolongnya. Perlahan aku masuk ke kamar yang berukuan besar dan sangat mewah itu. Aku mendekati Elkan yang terus meracau meyebut namaku berkali-kali. "Aku bukan Salma, Elkan! Aku Mariska!" Dokter Mariska terus mencoba menyadarkan Elkan yang sepertinya mabuk. "Elkan, hentikan! Kamu menyakiti dokter Mariska!'" Aku memberanikan diri untuk menghentikan perlakuan bejat itu Seketika Elkan berhenti. Kemudian secara perlahan dia membalikkan badan. Kini laki-laki itu berada beberapa langkah tepat di depanku. "S-Salma ... kamu datang, Sayang. Ini benar-benat kamu, kan?" Elkan mulai melangkah untuk lebih dekat denganku. "STOP!" teriakku histeris ketika melihat Elkan mulai mendekatiku dengan tatapan penuh hasrat. Elkan seketika menghentikan langkahnya. "Salma ... tidakkah kamu rindu padaku? Bertahun-tahun aku mencarimu. Irsan benar-benar meninggalkan seorang istri yang istimewa untukku. Tapi kenapa .... kenapa kamu malah menikah de
Matahari baru saja terbit di ufuk timur. Perlahan kubuka tirai kamar. Cahayanya menyapu hangat tubuhku. Bermacam tanaman hijau penyejuk mata nampak dari balik jendela kaca kamarku ini. Mas Yuda mendesain kamar ini dengan sempurna. Posisinya sangat pas dengan taman bunga di sampingnya. Dengan cahaya pagi langsung menembus ke dalam ruangan ini. Pagi ini aku akan bersiap hendak menjemput Mas Yuda. Betapa aku sangat merindukan dirinya. Selama ini Mas Yuda telah menjadikan aku ratu dalam hidupnya. Pria itu telah memberiku berbagai macam kejutan indah. Cintanya begitu tulus. Kinilah saatnya aku akan merawatnya dengan baik. Menjadikannya seorang Raja di dalam istanaku. Apapun akan kulakukan demi kesembuhannya. Seberat apapun cobaan akan kuhadapi demi bisa kembali bersamanya seperti dulu. Mungkin Mas Yuda belum bisa mengingatku saat ini. Namun, aku percaya, ini hanya masalah waktu. Allah sedang menguji kesabaranku. Aku akan terus berusaha membuatnya mengingatku. Mengingat moment-moment ind
"Mas Yuda ganti baju dulu! Ini pakaiannya!" pintaku dengan lembut. Masih dengan sikap dinginnya, tanpa menjawab, pria itu meraih pakaian yang ada di tanganku, kemudian mulai memakainya. "Tolong tutup tirainya!" Gegas aku menutup tirai sesuai permintaanya. Astaga! Kenapa tiba-tiba jantungku berdegup kencang membayangkan apa yang ada di balik tirai ini. Ya Tuhan, begitu merindunya diriku. Ingin rasanya bersandar di dada bidang milik pria yang telah memiliki hatiku ini. "Sudah, Mas?" perlahan kubuka kembali tirai, nampak Mas Yuda telah berganti pakaian dengan baju yang kubawa tadi. Kenapa dia tak pernah mau bertemu mata denganku? "Pagi, Bu Salma! Hari ini Pak Yudatara sudah bisa pulang. Ini obat-obatan yang harus di minum rutin. Ini surat untuk kontrol dua minggu lagi." Seorang perawat masuk membawa obat-obatan Yuda. "Terima kasih, Suster! Untuk makanan Pak Yuda apa saya perlu konsultasi dengan ahli gizi?" "Oh tidak perlu, Bu. Cukup makanan sehat saja. Kondisi Pak Yuda sudah
Mataku melebar saat melihat sebuah mobil yang sangat kukenali telah terparkir di depan rumahku. Mau apa lagi wanita itu datang kemari? Dari mana dia tahu bahwa Mas Yuda pulang hari ini? Setelah mobil berhenti, Pak supir membantu menyiapkan kursi roda untuk Mas Yuda. Bang Safwan tergopoh-gopoh menghampiri kami. Kakak iparku itu membantu memindahkan Mas Yuda ke kursi roda. Kemudian Bang Safwan mendorong kursi roda Mas Yuda menuju pintu masuk rumahku. Mataku menyisir mencari keberadaan Mira. Mobilnya terparkir di sekitar rumahku, pasti wanita itu ada di sekitar sini. "Salma sedang mencari wanita pemilik mobil itu?" tanya Bang Safwan seakan mengerti dengan gerak-gerikku. "Iya, Bang. Dimana perempuan itu?" "Wanita itu yang dulu pernah ke sini bersama suaminya dan mengaku sebagai kakak iparmu. Tadi dia memaksa masuk ke dalam. Aku nggak berani izinkan. Dia marah-marah kemudian memutuskan untuk menunggumu di ruang tamu rumah kost," papar Bang Safwan. "Ya sudah. Suruh ke sini aja, Bang!"
"Yuda ..., kamu ingat aku kan? Aku Mira! Kita dulu saling mencintai." Mira terus memaksa Mas Yuda agar bisa mengingatnya. "Pergi!" tegas Mas Yuda sekali lagi, kemudian suamiku itu beralih menatapku. "Tolong usir perempuan ini. Bikin aku pusing saja!" pinta Mas Yuda. "Baik, Mas. Dengan senang hati," sahutku . "Mira, kamu dengarkan barusan? Sampai kapanpun Mas Yuda tidak akan mengingat masa indahnya bersamamu. Tapi mungkin penghianatan yang telah kamu lakukan padanya yang tak akan bisa dia lupakan. Sekarang pergilah dari rumahku!" "Perempuan sial*n!" umpat Mira dengan wajah merah padam. Sebaiknya aku panggil Bang Safwan saja untuk mengusir Mira. "Ayo bu Mira, silakan keluar! Atau mau saya seret seperti tadi?" Tiba-tiba Bang Safwan sudah muncul dari balik pintu bersama seorang security, kemudian menghampiri wanita gila harta itu. Dengan wajah penuh emosi, Mira melangkah keluar dari rumahku. Kemudian wanita itu pergi melajukan mobilnya. Sungguh drama yang melelahkan. Kasian Mas
POV YUDA Benarkah wanita yang bernama Salma itu adalah istriku? Entah kenapa sejak tiba di rumah ini, aku merasakan sesuatu yang begitu hangat dan lekat. Rasanya sangat tidak asing berada di sini. Wanita yang bernama Mira itu sepertinya bukan orang baik. Aku merasakan kebencian ketika dirinya mendekatiku. Salma masih terlelap di dadaku. Walau terasa masih canggung. Namun aku merasakan adanya getaran yang tak biasa jika berada di dekatnya. Wanita cantik ini sejak awal di rumah sakit telah menggetarkan hatiku. Namun saat itu aku harus waspada pada setiap orang yang aku temui. Menurut wanita yang pernah menemuiku di rumah sakit, Aku hampir terbunuh. Dia bilang, siapapun bisa menjadi tersangka, termasuk Salma. Namun dari pantauanku, Salma tulus padaku. Jika dia memang membunuhku, sudah sejak di rumah sakit dia bisa lakukan. Sangat mudah untuknya membunuh pria lumpuh sepertiku. "Maaas, kamu sudah bangun?" Salma terjaga. Aku tersentak ketika dia langsung mencium pipiku. "Eh, maaf, ak
Pov YudaDengan sabar Salma membantuku turun dari ranjang kemudian duduk di kursi roda. Setelah mengenakan hijabnya kembali, Salma membawaku keluar dari kamar menuju ruang tamu. Dua orang pria tampan yang sepertinya usianya tak jauh dariku berdiri menyambut kedatanganku di ruang tamu. Mereka menatapku hangat, seakan kami sudah begitu dekat. "Hai, Yuda! Apa kabar?" sapa pria yang lebih kekar dan agak gondrong. "Hallo, Bro! Jangan kelamaan sakit, dong! Kasian itu istri cantik dianggurin!"celoteh pria tampan di sebelahnya. Pria ini penampilannya sangat modis seperti artis papan atas. "Elkan, jaga bicaramu! Ingatan Mas Yuda masih belum pulih!" bentak Salma pada pria tampan yang dipanggil Elkan itu. "Tenang Salma, kalau Yuda sampai melupakanmu, ya sudah kamu sama aku aja! Kali ini dia pasti tidak akan keberatan." Elkan terkekeh. Dia masih mencoba menggoda Salma. Kenapa aku tak terima jika ada seseorang yang menggodanya? Apa aku cemburu? "Bagaimana kesehatanmu, Yud? Jika kamu ada wa
Pov Yuda "Bro, kalau kamu masih belum bisa mengingat Salma seutuhnya, tidak apa-apa. Tapi tolong jangan membuatnya terluka. Dia begitu mencintaimu." Elkan nampak serius dengan kata-katanya. "Asal kamu tau, jika Salma tak bertemu kamu lebih dulu? Pasti saat ini dia sudah menjadi istriku." "Apa maksud anda, Tuan Elkan?" sahutku dengan suara meninggi. Entah kenapa aku merasa tak suka melihat kedekatan Elkan dan Salma "Hei, santai, Bro! Aku memang ingin memiliki Salma sejak Almarhum suami pertamanya menitipkan dia padaku. Namun apapun usahaku pasti akan sia-sia. Karena dihatinya hanya ada kamu, Yuda." Penjelasan Elkan membuatku semakin bingung. "Almarhum suaminya?" "Ya, Raihan adalah anak Irsan, suami pertama Salma. Tapi kamu sangat menyayanginya. Irsan dulu kecelakaan dan meninggal saat Salma sedang hamil tua. Irsan menitipkannya padaku. Namun keluarganya menyembunyikanya dariku setelah mereka menerima uang dengan jumlah yang sangat banyak dariku. Dulu mereka memperlakukan Salm