Sejak aku menerima lamaran Mas Yuda. Laki-laki itu hampir tiap hari datang. Walau hanya sekedar bermain dengan Raihan. Mas Yuda juga memintaku untuk berhenti berjualan. Katanya aku jangan terlalu lelah. Warung nasi dan pesanan aku serahkan semua pada Mak Isah. Biar beliau yang meneruskan. Alhamdulilah Mak Isah sudah aku ajarkan semua. Sesekali Mas Yuda mengajakku ke rumah yang dia beli dari ibu mertuaku. Rumah itu saat ini sedang di bangun rumah kost tiga lantai dengan lima puluh kamar. Hampir mirip rumah susun. Di belakangnya Mas Yuda membuat satu rumah dua lantai dengan gaya minimalis untukku. Walau nanti aku akan tetap tinggal di rumah Ayah Surya. Tiba-tiba aku mendengar suara pintu kontrakanku diketuk. Perlahan aku membuka pintu. "Salma ..., kamu lagi ngapain?" Aku terperanjat melihat kak Lina dan Kak Norma sudah berada di depan pintuku. "Silakan masuk, Kak!" "Tidak usah," sahut mereka seraya matanya menyisir kamar kontrakanku yang sempit ini dengan pandangan aneh. "Kamu
"Kalian tidak perlu khawatir. Adik ipar yang kalian terlantarkan ini sebentar lagi akan jadi tuan putri yang paling bahagia di dunia ini. Aku akan memberikan pesta pernikahan yang ternewah yang pernah kalian tahu." Tak lama kemudian Mas Yuda mengeluarkan sesuatu dari balik jasnya. Lagi-lagi dua kakak iparku itu ternganga saat Mas yuda memberikan sebuah undangan pernikahan yang sangat cantik. "Bawalah semua keluarga kalian ke acara ini!" Gegas keduanya berebut ingin membukanya. Kak Norma nyaris menjerit ketika membaca acara pernikahan itu akan dilangsungkan di salah satu hotel bintang lima ternama di kota ini. Tiba-tiba seseorang berlari-lari memanggil kedua kakak iparku itu. "Norma, Lina! Ternyata kalian berdua ada di sini. Ibu kritis!" Bang Safwan berteriak. Kemudian ketiganya berhamburan lari ke puskesmas. Aku yang mendengar itu lantas segera mengunci pintu. "Mas, apa boleh aku melihat Ibu?' tanyaku dengan wajah penuh harap dan khawatir. "Tentu saja. Pergilah dulu! nanti
Ya Allah, Aku telah berprasangka buruk padanya. Gegas aku berlari mengejar laki-laki terbaikku itu. Semoga dia mau memaafkanku. Aku mencari keberadaan Mas Yuda dan Raihan. Ternyata mereka sudah berada di dalam mobil yang berada di depan puskesmas. Perlahan aku membuka pintu mobil. "Mas ... Aku ..." Mas Yuda sama sekali tidak menoleh padaku. Sepertinya dia tahu aku sempat kecewa padanya tadi. Aku harus minta maaf padanya. Apapun akan aku lakukan demi mendapatkan maaf darinya. Pria sebaik dia memang pantas untuk aku perjuangkan. Hanya saja kadang aku yang tidak percaya diri berdampingan dengannya. Mas Yuda masih asik bercengkrama dengan Raihan. Sementara aku masih bingung mau bicara apa. "Mas ..." "Ya !" sahutnya dingin tanpa menoleh sedikitpun padaku. "Aku ... minta maaf." "Ya !" "Aku pikir tadi Mas Yuda ... " "Sudahlah, tidak usah dibahas!" Wajahnya masih dingin. "Raihan sama bunda dulu, ya! Ayah mau nyetir!" Dia memindahkan Raihan ke pangkuanku. Sepanjang jalan kami be
Suasana malam semakin romantis. Mas Yuda mendekatkan tubuhnya padaku. Wangi maskulinnya tercium saat dia berada tepat disampingku. Jantungku berdegup kencang. Baru kali ini kami duduk sangat berdekatan di saat Raihan tertidur. Suasana terasa canggung karena gugup. Mungkin hanya aku yang gugup. Perlahan Mas Yuda meraih jemariku. Hangat kurasakan ketika jemari ini diremasnya. Kemudian laki-laki itu mencium kedua tanganku. Sukses membuat jantungku nyaris berhenti.Lalu kami saling menatap lama. Entah apa sedang dia pikirkan tentangku. "Salma, Apa benar tidak ada keluargamu satupun yang bisa hadir saat pernikahan kita nanti?" "S-sebenarnya ada ... tapi aku yakin dia juga tidak akan mau datang, Mas." "Kenapa?" "Tanteku. Dia satu-satunya keluargaku yang aku punya. Tapi sedikitpun dia tak pernah peduli padaku. Sejak remaja aku hidup sendiri." "Tetap kita harus undang beliau. Karena aku akan dianggap lancang jika tak mengabarkan mereka. Di mana rumahnya?" "Masih di kota ini juga. Aku
Aku terperanjat melihat Mak isah menangis meraung-raung sambil menyebut-nyebut nama Raihan. Ya Allah, ada apa dengan anakku? "Raihaaan .... Ya Allah Raihaan ...tolong ...!" teriak Mak Isah dengan berlinang air mata. "Maaak! Raihan kenapa? Raihan manaaa?" jeritku seraya memutar badan mencari keberadaan anakku. Mata Mas Yuda juga menyisir ke segala arah. Wajahnya nampak sangat panik. "Maaak, jawab! Mana anakku?" Aku berteriak gemas pada Mak Isah yang tak kunjung menjawab. Wanita itu malah nampak ketakutan. Mas Yuda mengusap punggungku, berusaha menenangkan. Kemudian berjongkok mensejajarkan dirinya pada Mak Isah yang sudah terduduk di pinggir jalan. "Mak yang tenang! Tolong jawab saya! Raihan kenapa?" Mas Wahyu berusaha bertanya dengan pelan. "Mak nggak tau. Tadi Raihan tidur. Emak tinggal ke kamar mandi. Tau ... tau udah nggak adaa ..." "Ya Allah ... Raihaaaaan. Maaaas, cari Raihan maaaas ...!" Aku tak kuasa menahan tubuh ini. Seolah tungkaiku tak kuat menopang. Hingga luruh
"Baaang, Bang Adam!" Kak Lina tergopoh-gopoh menghampiri. "Kemana aja, Bang? Sejak Ibu kritis, Abang nggak pulang," tegur Kak Lina."Apaaa? Ibu kritiis? Sekarang Ibu dimana?" tanyanya. "Ibu dirawat di rumah sakit sentosa, Bang," sahut Kak Lina. "Apaa? Itu rumah sakit mahal. Kenapa kalian bawa ibu ke sana? Nanti aku juga yang bayar. Menyusahkan saja!" hardiknya. Astaga Bang Adam! "Bu ... bukan itu ...." Kak Lina tampak gemetar karena terkejut. Baru kali ini Bang Adam membentaknya. "Halaah! Sudah, sudah ...!" Masih dengan emosi, kakak iparku itu pergi meninggalkan kami. "Salma .., bagaimana Raihan? Kami ikut prihatin." Kak Lina menghampiri dan memelukku. Ah, rasanya rindu saat-saat seperti dulu. Saat Bang Irsan masih hidup, hubunganku dengan Kak Lina cukup baik. "Raihan sepertinya ada yg culik, Kak. Mohon doanya ya, Kak. Agar anakku cepat ketemu." Aku kembali terisak. 'Aku akan bantu share foto-foto Raihan. Media sosial sangat membantu," ujar Kak Lina lagi. "Makasih Kak Lin
:Apa mungkin ada teman bisnismu yang tidak suka dengan kedekatan kita?"Mas Yuda terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu."Astaga ...! Jangan-jangan dia ...""Apa maksudmu, Mas? Dia siapa?" tanyaku penasaran."Entahlah! Aku seperti mencurigai seseorang. Tapi belum terbukti.""Apa seseorang itu tidak menyukai kedekatan kita? Apakah orang itu adalah wanita yang pernah bertemu dengan kita di mall? Mas Yuda menarik napas panjang. Kemudian mengangguk."Tapi ini baru dugaanku. Sudahlah, sekarang kamu aku antar pulang. Istirahatlah dulu. Akan ada beberapa anak buahku yang berjaga di sekiitar rumahmu."Selama perjalanan Kami banyak diam, larut dalam pikiran masing-masing.Tak terasa kami sudah sampai kembali di depan gangku. "Ayo Aku antar!" Mas Yuda hendak membuka pintu mobilnya. "Tidak usah diantar, Mas langsung pulang saja!" pintaku seraya ingin keluar dari mobil lebih dulu. Namun laki-laki itu menarik lenganku hingga aku berbalik badan dan kembali kami saling berhadapan. "Salma, Aku
"Silakan duduk!" ujar wanita itu. Nada bicaranya terkesan tegas. Jelas sekali dia berasal dari kalangan atas. Gayanya yang elegan dengan aksesoris serta perhiasan mahal menempel di tubuhnya. Aku duduk dengan tubuh masih gemetar. Jantungku terus berpacu kencang. "Siapa Anda sebenarnya? Mana anakku?" Aku tak tahan lagi hingga langsung menanyakan keberadaan Raihan. "Pelankan suaramu!" ketusnya pelan.. "Jelaskan apa maumu!" desisku seraya berusaha menatap mata dari balik kacamata hitam itu. "Bagus jika kamu tau diri. Ikuti perintahku ini, anakmu akan selamat! " "Cepat katakan!" Aku berdiri dan mulai gusar. "Tinggalkan Yuda! Pergi jauh dari kehidupannya. Anakmu akan aku kembalikan!" Kembali aku terduduk lemas. Mataku memanas. Dugaan kami benar. Banyak yang tidak suka kedekatanku dengan Yuda. Setelah lama terdiam, Aku menghela napas dalam. "Baiklah. Aku ikuti keinginanmu. Cepat kembalikan anakku!" "Tidak semudah itu. Aku ingin kalian membatalkan pernikahan dan kamu segera perg