Beranda / Romansa / Kaya Setelah Diusir Mertua / Bab 5. Pesanan Tuan Tampan

Share

Bab 5. Pesanan Tuan Tampan

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-09 00:11:21

"Tuan ... tuan ..., ini terlalu banyak!"

Namun laki-laki itu sama sekali tidak menghiraukanku.

"Tuan ... Tuan ...!"

Namun pria tampan itu sudah masuk ke dalam mobilnya. Lebih baik kembaliannya nanti aku antar ke proyek saja.

Gegas aku buatkan pesanannya, selagi Raihan masih di gendong Bang Adam.

Setelah semuanya selesai, Aku segera membereskan perlengkapan daganganku dan memasukkannya ke dalam gerobak.

Setelah semua rapi, Aku meraih Raihan yang sudah tertidur di pangkuan Bang Adam.

"Loh, bukannya kamu mau antar pesanan Bos proyek tadi?"tanya kakak iparku itu.

"Iya, Bang. Raihan aku bawa aja."

"Biarlah Raihan sama aku dulu. Sana kamu antar pesanannya!"

"Jangan Bang! nanti ngerepotin. Proyeknya jauh. Nanti kelamaan aku ninggalin Raihan."

"Repot apa, udah sana jalan!"

"Ya udah deh kalau maksa. Aku jalan dulu ya, Bang."

Bang Adam mengangguk masih tanpa senyum. Kenapa laki-laki baik itu susah sekali untuk senyum. Namun Raihan selalu merasa nyaman setiap bersamanya.

Aku berjalan kaki membawa dua puluh bungkus nasi rames Tak lupa beserta kembalian tuan tampan tadi.

Letak proyek itu cukup jauh di ujung jalan ini. Proyek yang katanya sedang membangun sebuah perkantoran itu  memiliki para pekerja bangunan puluhan orang, yang berasal dari luar kota.

Aku memasuki kawasan proyek yang ramai dan bising. Saat aku masuk, hampir semua mata tertuju padaku.

"Permisi ..., saya mau antar nasi bungkus pesanan Tuan ...eh, Tuan yang pake mobil itu." ujarku seraya menunjuk mobil mewah yang terparkir di depan kantor kecil di bagian depan proyek.

"Eh, si Neng, cantik-cantik kok jualan nasi?"

"Hai Cantik, jadi pacar abang aja ya!"

"Wah cantik banget, Neng. Kayak artis sinetron."

Para pekerja itu bergantian menggodaku. Aku jadi risih karena menjadi pusat perhatian di sini. Bagaimana tidak, tempat seluas ini isinya laki-laki semua. Sekalinya ada perempuan masuk, mereka seperti melihat mata air di tengah-tengah gurun pasir.

"Pesanan nasi bungkus ya? Mana sini!" Seorang laki-laki berpakaian lebih rapi dari pada yang lain, memanggilku.

Aku menghampiri laki-laki itu yang mungkin adalah mandor proyek ini.

"Ini, Pak!" ujarku seraya menyerahkan dua kantong plastik besar nasi bungkus.

"Sudah dibayar belum?"

"Sudah, Pak mandor," ujarku pada laki-laki yang didadanya tertera nama Mandor Haris.

"Baiklah ...!"

"Pak Mandor, sebentar!" sanggahku ketika laki-laki itu hendak berbalik badan.

"Saya mau bertemu dengan yang punya mobil itu," pintaku seraya menunjuk mobil mercy hitam yang terparkir di depan kantor proyek.

"Mbak ini mau ketemu Tuan Yuda?" tanyanya lagi dengan wajah tak percaya.

Nama pria itu ternyata Yuda .

Aku mengangguk.

Pak Mandor itu terlihat ragu. Sesekali melirik ke kantor proyek yang terletak beberapa langkah dari tempatku berdiri, sesekali memandangku tak percaya.

Kemudian laki-laki itu masuk ke dalam kantor proyek, dan tak lama kemudian keluar kembali menemuiku.

"Maaf Mbak, Tuan Yuda tanya ada keperluan apa?"

Astaga! Sombong sekali. Tidak bisakah dia keluar sebentar?

"Aku hanya ingin mengembalikan uangnya!"

"Kalau  itu, kata Tuan ambil saja kembaliannya!"

"Apaa? ini terlalu banyak, Pak!" sahutku seraya  mengeluarkan uang itu dari dompetku, kemudian memberikannya pada mandor itu.

"Saya permisi!" ujarku seraya berbalik badan.

"Tunggu!" Aku tersentak ketika mendengar suara berat dari seseorang.

"Ada apa?" tanya pria yang bernama Yuda itu.

"Nggak jadi, Tuan. Saya permisi!" Dasar pria sombong. Aku gegas melangkah keluar proyek, kembali ke tempat aku berjualan.

"Mbak ..., Mbak ...!" Terdengar suara mandor itu terus memanggilku.

Dengan berat hati aku berhenti dan menoleh kembali ke belakang.

"Ada apa, Pak mandor?"

"Tuan Yuda mau bicara, Mbak!"

Aku melirik pada pria yang kini berdiri tepat di depan kantor itu seraya bertolak pinggang memandangku.

Hmm ..., dasar orang kaya sombong! Untung tampan.

Aku melangkah menghampiri pria tinggi tegap berkulit sawo matang itu. Mata tegasnya menatapku tajam.

"Tuan panggil Saya?"

"Mulai besok antar lima puluh bungkus makan siang ke proyek ini. Ingat! Setiap hari!"

"Apa? lima puluh? B-baik, Tuan. Terima kasih!"

"Haris, Berikan uangnya!"

Sontak Mandor itu lari ke dalam, lalu kembali menghampiriku memberikan sejumlah uang dalam amplop.

Ya Tuhan. Terimakasih atas rezekimu.

"Terima kasih Tuan!" Aku kembali menoleh pada laki-laki bernama Yuda itu. Tiba-tiba dadaku berdegup kencang. Spontan kami saling membuang muka saat mata kami bertemu.

Aku kembali berjalan menuju pintu keluar proyek ini. Tak kuhiraukan para pekerja itu kembali menggoda dan memanggil-manggilku. Aku meringis,  mengingat mulai besok setiap hari akan masuk ke proyek ini untuk mengantar nasi bungkus.

Raihan sudah terjaga ketika aku tiba di depan puskesmas.

"Anak Bunda sudah bangun. Yuk sini sama Bunda!"

Bang Adam memberikan Raihan padaku.

"Raihan haus, Bunda ..." ujar Bang Adam membuatku menahan senyum.

Sikap Abang Iparku ini banyak berubah sejak aku keluar dari rumah ibu.

"Terima kasih, ya, Bang."

"Kembalilah ke rumah!  Kasian Raihan." ujarnya seraya mengusap-usap kepala anakku.

Sontak mataku mengembun menatap Raihan. Sebenarnya aku juga tidak tega jika Raihan harus mengalami hal ini.

"Aku sudah difitnah dan diusir, Bang. Tidak mungkin aku kembali lagi ke rumah itu," sahutku dengan suara bergetar menahan tangis

Masih terasa sakitnya hati ini ketika mereka memfitnahku. Yang membuatku sangat sedih, ketika ibu mertua yang bergitu aku hormati dan aku sayangi seperti ibu kandungku sendiri, mempercayai fitnah dari kakak-kakak iparku itu.

Bang Adam menghela napas kasar.

"Kamu tidak usah khawatir. Aku akan berusaha bicara dengan Ibu agar mereka bisa menerimamu kembali di rumah."

"Tidak perlu, Bang. Aku tidak akan kembali ke rumah itu. Biarlah aku akan berusaha mandiri hidup bersama Raihan."

Bang Adam menatapku sedih. Seakan ada sesuatu yang hendak ia katakan. Tidak

seperti biasa kakak iparku itu sepertj ini.

"Salma ...,  sebenarnya aku ingin ..."

"Ingin apa, Bang?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Emeli Emelia
kayanya Adam suka tu sama salma
goodnovel comment avatar
Emeli Emelia
kira-kira bang Adam mau cerita apa y
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Mungkin kah Adam menyukai Salma
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 220

    "Mas, sepertinya lagi banyak tamu." Langkah Seruni terhenti ketika hendak masuk ke dalam rumah bersama Elkan. "Mereka semua kakak-kakakku. Ayo kita masuk!" Seruni merasa ciut ketika melihat penampilan kakak-kakak Elkan dan keponakannya yang glamour dan elegan. Sangat jauh berbeda dengan dirinya yang sangat sederhana. "Kenapa? Takut? Atau malu?" bisik Elkan saat Seruni menolak untuk masuk ke dalam. Seruni menggeleng dengan wajah pucat. Ia takut tidak diterima oleh keluarga besar suaminya. "Ayo Sayang ...!" Seruni menunduk menatap pakaiannya. Untunglah di mall tadi dia sudah berganti pakaian dengan yang baru. Kemeja dan kulot berbahan silk import yang sempat membuat Seruni ternganga melihat harganya. Setelah menarik napas panjang, Seruni menggandeng tangan Elkan untuk masuk ke dalam. "Selamat malam semua ...!" sapa Elkan pada keluarga besarnya yang sedang berbincang di ruang tamu. "Malam ..., nah ini dia yang ditunggu-tunggu2 sudah datang." Semua menoleh ke arah pintu. Seruni m

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 219

    "Kami akan mengundang kalian di acara resepsi kami minggu depan." Elkan menyerahkan sebuah undangan berwarna perak. "Resepsi?" Salma masih memandang heran dengan keduanya. "Syukurlah. Akhirnya kamu menikah juga. Aku pikir kamu akan seperti Rein." Yuda tertawa lega. Elkan tersenyum namun sesekali masih mencuri-curi memandang Salma dengan lekat. Hal ini pun tidak luput dari penglihatan Seruni dan Yuda. Mereka berbincang hangat. Seruni sesekali ikut tertawa, menjawab secukupnya jika ada yang bertanya. Kesan pertama Seruni pada Salma adalah seorang wanita yang lembut dan ramah. Sungguh Seruni sangat kagum pada sahabat suaminya itu. Seruni pun merasa ada sesuatu antara suaminya dengan Salma. Namun entahlah, dia belum bisa menerka-nerka. Seruni melihat tatapan yang berbeda dari suaminya saat memandang Salma. Raihan dan Maina pun sangat akrab dengan Elkan. Seruni juga melihat suaminya itu sudah sangat familiar dengan lingkungan di rumah itu. Termasuk para pelayannya. Namun Seruni melih

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 218

    "Elkan .. , akhirnya kamu datang," ucap Salma. Sungguh ia tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Elkan spontan berdiri, lalu menatap wanita yang hampir menjadi istrinya itu dengan lekat. Semua kenangan itu langsung terlintas begitu saja di benaknya. Banyak waktu yang telah mereka lalui bersama. Kenangan itu masih sangat segar di ingatannya. Salma pun demikian. Ia mampu melewati masa-masa sulitnya bersama Elkan. Pria yang mau menemaninya di saat dirinya tak punya siapa-siapa. Pria yang selalu menyemangatinya di saat dirnya lemah. Entah apa yang terjadi jika tak ada Elkan di dekatnya waktu itu. Elkan bahkan mau berkorban demi kebahagiaannya dan Yuda. Seruni merasakan ada sesuatu diantara suaminya dan wanita yang dipanggil Salma itu. Wanita berhijab yang sangat cantik dan anggun. Seruni sempat kagum pada kecantikan wajah Salma yang begitu menenangkan.. "Om Elkan, ayo kita masuk!" Yumaina menarik lengan kekar Elkan untuk masuk ke ruang tamu. "Astaghfirullah ... Sampai l

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 217

    "Maaf, ya ...! Maaf ...! Saya permisi dulu. Istri saya sudah menunggu!" "Apaa? Istri?" "Mas Elkan becanda ya? "Memangnya Mas Elkan sudah punya istri?" Para wanita penggemar Elkan itu bukannya menjauh, malah semakin penasaran ketika Elkan mengatakan ditunggu istrinya. "Oke ... oke, Aku akan perkenalkan istriku pada kalian." Elkan berkata seraya tersenyum menatap istrinya yang sedang cemberut sejak tadi. Mata Seruni melebar mendengar ucapan Elkan. Wanita itu lantas memberi kode dengan tangannya agar suaminya itu tidak melakukannya. Dia belum siap jika Elkan memperkenalkan dirinya sebagai istrinya di depan umum. "Yang mana istrinya Mas Elkan?" "Ayo dong Mas kenalin sama kita-kita!" Para wanita itu penasaran sambil memandang sekeliling. Elkan tak menyia-nyiakan kesempatan itu, perlahan melangkah menuju meja Seruni. Para Wanita itu terus memperhatikan Elkan yang ternyata menghampiri seorang gadis remaja yang sangat cantik walau tanpa riasan wajah. Gadis dengan rambut panjangnya

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 216

    "Mas, kita ke mall ini?" Seruni memandang takjub mall besar dan megah di hadapannya. "Iya. kita parkir mobil dulu." Mobil Elkan baru saja memasuki Mall besar di daerah cassablanca. Karena akhir pekan, mall itu tampak sangat ramai pengunjung. Bahkan untuk masuk mencari parkir saja harus sabar mengantri. "Mau nonton dulu, atau belanja?" "Nonton bioskop, Mas? Wah, pasti bioskopnya bagus banget di sini." Elkan terkekeh melihat kepolosan Seruni. Gadis yang unik, namun sangat menyenangkan.. "Aku belanja apa lagi sih, Mas?" "Kata Mama, pakaian kamu itu standar remaja banget modelnya. Nanti orang-orang pikir aku ini bukan suamimu. Tapi Bapakmu." Mereka terbahak-bahak. "Tapi aku enggak ngerti model, Mas." "Gampang. Nanti minta bantuin manager tokonya." Setelah memarkir mobil, Elkan membawa Seruni masuk ke dalam mall. Nampak banyak muda mudi yang berpasangan menghabiskan waktu berakhir pekan. Seruni bergelayut manja pada lengan Elkan. Sesekali berdecak kagum melihat kemegahan mall ya

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 215

    "Loh, Seruni kamu ngapain di sini?" Bu Astrid menegur Seruni yang berada di dapur. "Selamat pagi, Ma. Aku lagi masak sarapan untuk Mas," sahut Seruni tenang. Ia tak menyadari kalau Bu Astrid sudah melotot pada beberapa pelayan di sana. "M-maaf nyonya. Kami tadi sudah melarang. Tapi Non Seruni tetap mau di sini," sahut salah seorang pelayan. "Nggak apa-apa, Ma. Runi sejak kemarin nggak ngapa-ngapain. Bingung, cuma makan dan tidur aja," jelas Seruni sambil mengupas udang di wastafel. Nyonya Astrid hanya menggeleng-geleng kepala, lalu berjalan meninggalkan dapur, kemudian menghampiri putranya yang sedang minum kopi di teras samping. "Elkan, istrimu itu sebaiknya kuliah saja. Sepertinya dia jenuh di rumah." "Apa? Kuliah? Bagaimana nanti jika ada pria seumurannya yang tertarik dengannya?" pikir Elkan dalam hati. Pasti akan banyak pria yang akan tertarik dengan istrinya yang cantik itu. "Elkan, kok malah ngelamun? Kamu setuju, kan?" "Ya nanti aku bicarakan dulu dengan Seruni, Ma."

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status