Pertarungan di tepi danau semakin memanas. Emma, dengan sarung tangan Tidal Force berpendar kebiruan, mengerahkan seluruh kekuatannya. Keringat membasahi dahinya sementara ia terus menghindari serangan es dari Marid."Kita tidak bisa terus bertahan!" teriak Emma, napasnya terengah-engah. "Kita harus menyerang bersama-sama!"Chen mengangguk, mempertahankan perisai pelindung yang semakin retak. "Pada hitungan ketiga, aku akan menurunkan perisai. Kita serang bersamaan!"Jasper, dengan sarung tangan Crimson Ember menyala terang, mempersiapkan mantranya. Pigenor menarik busurnya, anak panah cahaya sudah siap diluncurkan."Satu... dua... TIGA!" teriak Chen, menurunkan perisainya.Dalam sekejap, empat serangan berbeda melesat ke arah para penjaga. Emma mengarahkan kedua tangannya ke depan, matanya berkilat penuh tekad."Aqua Gladius Multiplicare!" teriaknya. Puluhan pedang air tercipta dari kelembaban udara, berkilauan dalam cahaya redup gua, melesat dengan kecepatan tinggi menuju dua Marid
Cahaya kemerahan dari kristal-kristal di langit-langit gua menyinari wajah-wajah lelah namun bahagia kelompok Kiran saat mereka keluar dari lorong-lorong gelap Tambang Tartaf. Orchid Altaalaite, tersimpan aman dalam kantong khusus yang terbuat dari kain sutra hitam, terasa hangat di sisi tubuh Kiran."Kita berhasil," ucap Emma, senyum lebar menghiasi wajahnya yang kotor oleh debu dan keringat. "Setelah semua yang kita lalui, akhirnya kita mendapatkannya."Jasper mengangguk, matanya menatap jauh ke arah kristal-kristal yang berpendar di langit-langit gua raksasa. "Perjalanan panjang dari Gunung Rotos, pertarungan di arena, hingga menghadapi para penjaga... semua perjuangan itu tidak sia-sia.""Nethon dan Malven pasti bangga," bisik Chen, suaranya sedikit bergetar saat menyebut nama teman-teman mereka yang telah tiada. "Kita satu langkah lebih dekat untuk membalaskan mereka."Pigenor, yang biasanya tenang, tersenyum tipis. "Dalam tradisi Elf, keberhasilan mendapatkan artefak legendaris
Di dalam kamar, Kiran tidak langsung tidur. Ia memeriksa jendela, memastikan kuncinya berfungsi dengan baik. Orchid Altaalaite diletakkan dengan hati-hati di dalam tas, di bawah bantal. Pedangnya ia letakkan di samping tempat tidur, siap diambil kapan saja.Dengan gerakan tangan yang terlatih, Kiran menciptakan ilusi dirinya yang tertidur di ranjang, lengkap dengan selimut yang naik turun seolah bernapas. Ilusi itu sempurna hingga ke detail terkecil—rambut yang sedikit berantakan, wajah yang rileks dalam tidur, bahkan dengkuran halus yang teratur.Kiran sendiri bersembunyi di sudut gelap kamar, di balik lemari besar, dengan sarung tangan Duality Grasp siap di kedua tangannya. Ia menunggu dalam diam, memusatkan indranya untuk mendeteksi kehadiran yang tidak diinginkan.Waktu berlalu lambat. Suara-suara dari bar di bawah perlahan memudar seiring kristal-kristal di langit-langit gua semakin meredup, menandakan "malam" di kota bawah tanah ini. Kota Falice memasuki masa istirahatnya, denga
Kristal-kristal di langit-langit gua Kota Falice masih redup ketika Kiran dan kelompoknya bergerak dalam keheningan, meninggalkan Cyan Lady. Lorong-lorong kota masih sepi, hanya sesekali terdengar langkah kaki penjaga malam atau tawa samar dari kasino yang masih buka. Udara terasa lembab dan dingin, khas pagi hari di kota bawah tanah."Semua sudah siap?" bisik Kiran, memeriksa sekali lagi kantong di pinggangnya tempat Orchid Altaalaite tersimpan aman.Emma mengangguk, mengeratkan jubah perjalanannya. "Bagaimana dengan... kau tahu," ia melirik ke arah kamar Kiran, mengisyaratkan tentang pembunuh bayaran yang tewas semalam."Sudah kuatasi," jawab Kiran singkat. Semalam, setelah memeriksa tubuh penyusup itu, ia mengeluarkan botol kecil berisi cairan bening dari tasnya—ramuan khusus yang dibelinya dari toko alkimia Light Orb. Dengan hati-hati, ia meneteskan cairan itu ke seluruh tubuh penyusup.Efeknya menakjubkan sekaligus mengerikan. Tubuh itu perlahan-lahan larut, berubah menjadi uap t
Angin dingin berhembus di antara pepohonan pinus Hutan White Parrot, membawa aroma getah dan tanah lembab. Daun-daun bergesekan menciptakan bisikan alam yang biasanya menenangkan, namun kini terasa seperti peringatan.Burung-burung white parrot yang biasanya bersiul riang telah terbang menjauh, seolah mengetahui bahaya yang akan datang.Kiran berdiri tegak, sarung tangan Duality Grasp berpendar di kedua tangannya—sisi kanan merah api, sisi kiri ungu kebiruan. Di belakangnya, Emma, Jasper, Chen, dan Pigenor membentuk formasi pertahanan, sementara Burs dan Kon bersembunyi di balik pepohonan, siap memberikan bantuan jika diperlukan.Pria bertopeng di pundak Troll mengangkat tangannya, memberi isyarat pada kesepuluh penyihir berpakaian hitam untuk berhenti. Dengan gerakan lambat, ia melepas penutup wajahnya, mengungkapkan wajah yang membuat Kiran tersentak kaget."Zephyrus?" Kiran tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Di hadapan mereka, duduk dengan angkuh di pundak Troll raksasa, ad
Jasper tidak kalah cepat. "Ignis Infernum, Flamma Mortis, Exaudi Vocem Meam!" Lingkaran sihir merah muncul di hadapannya, dan seekor naga api melesat keluar, menyerang dua penyihir yang mencoba mendekati Kiran dari belakang.Chen berdiri di tengah, tongkat sihirnya terangkat tinggi. "Veritum Shieldra Maxima!" Kubah pelindung besar tercipta, melindungi kelompok mereka dari serangan bola-bola energi hitam yang dilemparkan oleh penyihir-penyihir White Lotus.Pigenor, dengan ketenangan khas Elf, menarik busurnya. "Lumina Sagitta Multiplicare!" Anak panah cahaya melesat cepat, berubah menjadi puluhan yang menghujani para penyihir dari segala arah.Sementara itu, Kiran berhadapan langsung dengan Zephyrus dan Draknar. Troll raksasa itu mengayunkan tinjunya yang sebesar batang pohon, menghantam tanah tempat Kiran berdiri sedetik sebelumnya. Tanah retak dan bergetar, pohon-pohon di sekitar bergoyang hebat."Kau tidak akan bisa lari, Kiran!" teriak Zephyrus, tangannya bergerak dalam pola rumit.
Kiran, dengan cepat menciptakan perisai kristal di depannya. "Lumiiseo Aviectum Maxima!" Bola energi hitam bertabrakan dengan perisai, menciptakan ledakan dahsyat yang mengguncang seluruh hutan.Saat asap ledakan menipis, Kiran masih berdiri, perisainya retak tetapi masih utuh. Zephyrus berdiri terengah-engah, energinya terkuras oleh serangan terakhir."Ini belum berakhir," desis Zephyrus, mundur selangkah."Kau benar," jawab Kiran, melangkah maju mendekati Zephyrus. "Ini baru dimulai."Dengan gerakan cepat, Kiran mengangkat tangannya, mengarahkan Merak Api Gurun Atulla. "Ignis Vortex!" teriaknya.Merak Api berputar cepat, menciptakan pusaran api keemasan yang melesat ke arah Zephyrus. Zephyrus berusaha menciptakan perisai, tetapi terlambat. Pusaran api menghantamnya telak, melahap tubuhnya dalam kobaran api keemasan. Jeritannya bergema di seluruh hutan, sebelum akhirnya lenyap bersama tubuhnya yang menjadi abu.Draknar, yang sudah sangat lemah karena Black Hole, akhirnya runtuh sepen
Angin dingin Puncak Rotos menyapu wajah lelah kelompok Kiran. Seminggu perjalanan yang penuh tantangan telah mereka lalui—melewati hutan lebat, menyeberangi sungai berbatu, dan mendaki jalanan curam gunung.Malam telah turun, membawa serta kabut tipis yang menyelimuti puncak, sementara bintang-bintang berkilauan di langit gelap seperti permata yang ditaburkan di atas beludru hitam.Gallileon mendengus lelah, uap putih keluar dari hidungnya yang besar. Monster iblis itu telah membawa mereka tanpa henti, kekuatannya yang luar biasa mempercepat perjalanan yang seharusnya memakan waktu dua minggu menjadi hanya tujuh hari."Kita sampai," ucap Kiran, turun dari punggung Gallileon dan menatap dinding tebing tinggi di hadapan mereka. Tidak ada tanda-tanda pintu masuk atau gerbang, hanya bebatuan keras yang menjulang tinggi.Emma mengikuti, meregangkan tubuhnya yang kaku. "Bagaimana cara kita masuk? Aku tidak melihat pintu apapun.""Pintu masuk Kota Ironhold tersembunyi," jawab Pigenor, turun
"Serahkan dirimu," Rustam memerintah. "Hadapi pengadilan klan.""Kita semua tahu pengadilan itu hanya formalitas," Jasper menjawab. "Kalian sudah memutuskan hukumanku.""Kau membunuh putraku!" Rustam berteriak, kesedihannya berubah menjadi kemarahan murni. "Kau pantas mati!"Dengan geraman marah, Rustam berubah menjadi serigala besar dengan bulu keperakan. Ia melompat ke arah Jasper, diikuti oleh beberapa anggota klan lainnya.Jasper tidak punya pilihan. Dengan satu gerakan cepat, ia melepaskan kekuatan barunya.Api biru keemasan menyembur dari kedua tangannya, membentuk dinding api yang mengelilinginya. Para serigala berhenti mendadak, mundur dari panas yang membakar."Aku tidak ingin membunuh siapapun lagi," Jasper berteriak di atas suara api yang berderak."Biarkan aku pergi, dan aku tidak akan pernah kembali.""Tidak akan!" Faris mengangkat tongkatnya, menggumamkan mantra kuno. Angin kencang bertiup, berusaha memadamkan api Jasper.Jasper merasakan kekuatan Faris mendorong apinya,
Reyna - gadis itu mundur, menggelengkan kepalanya."Kau... kau membunuh mereka. Kau membunuh Zahir.""Aku tidak bermaksud," Jasper mencoba menjelaskan, suaranya penuh keputusasaan. "Kekuatan ini baru. Aku tidak bisa mengendalikannya.""Kau seorang penyihir," bisik Reyna, masih mundur. "Kau berbohong pada kami semua.""Reyna, kumohon," Jasper melangkah maju, tapi gadis itu berbalik dan berlari, menghilang di antara pepohonan.Jasper tahu ia tidak punya banyak waktu. Reyna akan kembali ke perkampungan dan memberitahu semuanya. Ia harus sampai ke rumah Saraya, mengambil barang-barangnya, dan pergi sebelum seluruh klan mengejarnya.Dengan kecepatan barunya, Jasper berlari melalui hutan, melewati pohon-pohon dan semak belukar dalam gerakan kabur. Ia sampai di tepi perkampungan dalam waktu singkat, berhati-hati menyelinap di antara rumah-rumah untuk menghindari perhatian.Rumah Saraya tampak tenang saat ia masuk. Wanita itu sedang menyiapkan makanan di dapur, dan menoleh dengan terkejut saa
Jasper mengendap di balik semak belukar tebal, mengamati cekungan di hadapannya. Zahir dan lima pemburu lain berkumpul di sana, masih dalam wujud serigala mereka.Mereka tampak lelah setelah semalaman berburu tanpa hasil. Beberapa telah kembali ke wujud manusia, termasuk dua teman Zahir yang membantu menjebaknya.Tanduk perak Wendigo tergenggam erat di tangan Jasper. Bukti kemenangannya, bukti bahwa ia berhasil bertahan hidup dari rencana keji mereka.Kemarahan menyala dalam dadanya, bersama dengan energi baru yang mengalir dalam pembuluh darahnya."Kita sudah mencari sepanjang malam," salah satu pemburu yang telah kembali ke wujud manusia berkata."Tidak ada tanda-tanda Wendigo."Zahir, masih dalam wujud serigala hitamnya, menggeram rendah. Ia berputar dalam lingkaran kecil, tampak gelisah dan frustrasi."Mungkin kita harus kembali," pemburu lain menyarankan. "Patriark akan kecewa, tapi selalu ada perburuan berikutnya."Zahir berubah kembali ke wujud manusianya dalam gerakan mulus. T
Jasper tidak berhenti.Ia terus mengalirkan energi ke dalam apinya, membuat tornado itu semakin besar dan panas. Wendigo berputar dalam kesakitan, mencoba memadamkan api, tapi sia-sia.Api keemasan Jasper terlalu kuat, terlalu lapar.Dalam hitungan menit, tubuh Wendigo mulai runtuh menjadi abu. Tanduk peraknya jatuh ke tanah dengan dentingan keras, diikuti oleh sesuatu yang berkilau merah dari dalam tubuhnya yang terbakar.Saat api padam, yang tersisa hanyalah tumpukan abu dan dua benda: tanduk perak yang menjadi target Perburuan Malam, dan sebuah kristal merah sebesar ibu jari yang berkilau seperti bara api.Jasper merangkak mendekati sisa-sisa Wendigo, mengabaikan rasa sakit di kakinya.Ia mengambil tanduk perak itu, merasakan beratnya yang tidak wajar untuk ukurannya. Tapi perhatiannya lebih tertarik pada kristal merah yang berdenyut seperti jantung."Monster core," bisiknya, mengenali benda itu dari pelajarannya di Institut Sihir Magentum. "Inti api."Inti monster adalah kristalis
Sepasang mata putih tanpa pupil menatap Jasper dari kegelapan terowongan.Cahaya dari bola api kecil di tangannya menyinari sosok tinggi kurus yang perlahan melangkah maju. Kulitnya pucat seperti tulang yang lama terkubur, dengan tekstur kasar bagai kulit pohon mati. Tanduk perak mencuat dari kepalanya, berkilau dingin di bawah cahaya api.Wendigo Perak. Makhluk legenda yang menjadi target Perburuan Malam."Jadi kau nyata," bisik Jasper, mundur hingga punggungnya menyentuh dinding lubang.Makhluk itu menggeram, suaranya seperti angin musim dingin yang menyapu tulang-tulang kering. Ia membuka mulutnya, menampakkan deretan gigi setajam jarum yang tersusun dalam tiga baris.Lengannya yang panjang dan kurus berakhir dengan cakar melengkung yang tampak mampu mengoyak baja.Jasper menggenggam belati Reyna erat-erat, meski tahu senjata sekecil itu tidak akan banyak membantu. Kakinya yang terluka berdenyut nyeri, mengingatkannya bahwa ia tidak dalam kondisi untuk bertarung, apalagi melarikan
Hutan di malam hari berubah menjadi tempat yang sama sekali berbeda. Pohon-pohon yang di siang hari sudah tampak mengancam, kini menjulang seperti raksasa hitam dengan cabang-cabang bagai cakar. Bulan purnama menerobos di antara dedaunan, menciptakan pola cahaya dan bayangan yang bergerak seolah hidup.Jasper berlari sekuat tenaga, berusaha mengikuti jejak para serigala. Tanpa transformasi, ia jauh lebih lambat. Napasnya mulai tersengal, tapi ia memaksakan diri terus bergerak. Belati pemberian Reyna terselip di ikat pinggangnya, siap digunakan.Setelah beberapa menit berlari, Jasper berhenti untuk mengatur napas. Hutan di sekitarnya sunyi, tidak ada tanda-tanda serigala lain. Ia telah kehilangan jejak mereka."Hebat," gumamnya pada diri sendiri. "Tersesat di malam pertama."Tiba-tiba, suara geraman rendah terdengar dari belakangnya. Jasper berbalik cepat, tangannya meraih belati. Tiga pasang mata berkilau dalam kegelapan. Satu merah, dua lainnya kuning keemasan.Zahir dalam wujud s
"Dia tidak akan senang melihatmu ikut berburu," Reyna melanjutkan. "Dia tidak suka pendatang."Saraya melangkah maju, membawa Jasper ke hadapan Patriark. "Rustam, aku membawa perwakilan keluargaku untuk Perburuan Malam."Bisik-bisik terdengar di seluruh kerumunan. Zahir menatap Jasper dengan mata menyipit."Saraya," Rustam berkata, suaranya dalam dan berwibawa. "Sudah lima tahun keluargamu tidak mengirim perwakilan.""Jasper dari Klan Moonfire akan mewakili kami," jawab Saraya tegas.Zahir melangkah maju. "Ayah, dia bukan bagian dari klan kita. Dia bahkan bukan keluarga Saraya.""Dia tinggal di rumahku dan bekerja untuk keluargaku," Saraya menjawab tenang. "Menurut tradisi, itu cukup untuk menjadikannya perwakilan."Rustam menimbang sejenak, lalu mengangguk. "Tradisi memang memperbolehkan itu." Ia menatap Jasper. "Anak muda, kau sadar bahaya yang kau hadapi?""Ya, Patriark," jawab Jasper percaya diri."Baiklah. Jasper dari Klan Moonfire akan mewakili keluarga Saraya dalam Perburua
Jasper terbangun dengan sentakan. Sinar matahari pagi menerobos melalui celah dinding kayu rumah Saraya, menciptakan pola keemasan di lantai tanah yang dipadatkan. Sudah tiga hari ia tinggal bersama keluarga ini, dan tubuhnya mulai terbiasa dengan rutinitas baru: bangun saat ayam berkokok, membelah kayu hingga matahari tinggi, lalu mengikuti Reyna mencari tanaman obat di tepian Hutan Zal-Umar.Ia bangkit dari dipan sederhana yang menjadi tempat tidurnya, meregangkan otot-otot yang masih terasa kaku. Luka di bahunya telah membaik berkat ramuan Reyna, meski kadang masih terasa berdenyut saat ia mengangkat beban berat."Sudah bangun?" Suara Reyna terdengar dari ambang pintu. Gadis itu berdiri dengan keranjang anyaman di tangan, rambutnya yang cokelat keemasan diikat longgar. "Ibu membutuhkan kayu untuk memasak.""Aku segera ke sana," jawab Jasper, menyisir rambutnya dengan jari.Reyna mengangguk, tapi tidak beranjak. "Hari ini berbeda," katanya, suaranya lebih rendah. "Malam ini Perb
Jasper bisa merasakan kekuatan sihir yang mengalir dari tongkat itu, berbeda dari sihir yang ia kenal, lebih liar dan terikat dengan alam."Mendekatlah, anak muda," perintah Patriark dengan suara dalam yang bergema di dalam tenda.Jasper melangkah maju, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia tahu ini adalah saat yang menentukan. Udara di dalam tenda terasa berat dengan energi, membuat kulitnya meremang."Siapa namamu?" tanya Patriark."Jasper," jawabnya. "Dari Klan Moonfire.""Klan Moonfire telah musnah bertahun-tahun lalu," kata pria tua dengan tongkat berukir—yang Jasper duga adalah dukun klan. "Dibantai oleh Klan Stormhowl dalam Perang Bulan Berdarah."Jasper menundukkan kepala, berpura-pura sedih."Tidak semua dari kami terbunuh. Beberapa berhasil melarikan diri dan hidup tersembunyi. Keluargaku adalah salah satunya." Ia mengangkat wajahnya, memperlihatkan luka-luka di tubuhnya. "Tapi mereka akhirnya menemukan kami. Aku satu-satunya yang selamat."Patriark menatapnya lama, seola