Home / Fantasi / Kebangkitan Klan Phoenix / Harga Sebuah Kesepakatan.

Share

Harga Sebuah Kesepakatan.

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-05-16 17:34:49

Kiran mengangguk pelan, gerakan yang penuh kekalahan. Perlahan, ia menurunkan Crimson Dawn. Pedang itu menghantam lantai marmer dengan dentang keras, suara yang seolah menandai berakhirnya harapan.

Api keemasan yang tadi berkedip lemah kini padam sepenuhnya, meninggalkan bilah logam yang dingin dan tak bernyawa.

"Aku milikmu," kata Kiran, mengangkat kedua tangannya dalam gestur menyerah.

"Kiran, tidak!" teriak Pigenor, berusaha bergerak maju tapi ditahan oleh dinding es Siken yang muncul di hadapannya. Es itu berkilau kebiruan, hampir transparan namun sekeras baja.

"Ini keputusanku," kata Kiran tegas, matanya menatap satu per satu teman-temannya, menyimpan wajah mereka dalam ingatannya. "Aku tidak akan membiarkan siapapun mati untukku lagi."

Eadric tersenyum puas, senyum kemenangan yang membuat wajahnya tampak lebih kejam. "Bijaksana," katanya, perlahan menurunkan pedangnya dari leher Kora. Wanita itu terhuyung lemah, tangannya menyentuh luka di lehernya.

"Kau boleh berbicara dengan i
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pengorbanan Terakhir.

    Kiran meraung, suara yang tidak lagi manusiawi. Suara yang penuh kesakitan, kemarahan, dan kesedihan yang tak terbendung.Api keemasan meledak dari tubuhnya, menyapu ruangan dalam gelombang panas yang membakar segala sesuatu yang disentuhnya.Para Knight Qingchang terpental ke belakang, beberapa dengan jubah yang terbakar, jeritan kesakitan memenuhi udara.Eadric Windmere berlindung di balik perisai sihir, wajahnya yang tadi penuh kemenangan kini dipenuhi ketakutan. "Kendalikan dia!" teriaknya pada para penyihir. "Sekarang!"Siken dan Eve Whitehouse bergerak serentak, es dan api putih melesat ke arah Kiran yang kini berlutut di antara tubuh kedua orang tuanya, kepalanya tertunduk dalam kesedihan yang tak terucapkan.Namun, sebelum serangan mereka mencapai sasaran, sosok besar menerobos masuk, menghalangi jalan mereka. Roneko, dalam wujud sempurnanya, berdiri protektif di depan Kiran.Kesembilan ekornya terangkat tinggi, api keemasan berkobar semakin terang hingga menyilaukan mata, men

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Harga Sebuah Kesepakatan.

    Kiran mengangguk pelan, gerakan yang penuh kekalahan. Perlahan, ia menurunkan Crimson Dawn. Pedang itu menghantam lantai marmer dengan dentang keras, suara yang seolah menandai berakhirnya harapan.Api keemasan yang tadi berkedip lemah kini padam sepenuhnya, meninggalkan bilah logam yang dingin dan tak bernyawa."Aku milikmu," kata Kiran, mengangkat kedua tangannya dalam gestur menyerah."Kiran, tidak!" teriak Pigenor, berusaha bergerak maju tapi ditahan oleh dinding es Siken yang muncul di hadapannya. Es itu berkilau kebiruan, hampir transparan namun sekeras baja."Ini keputusanku," kata Kiran tegas, matanya menatap satu per satu teman-temannya, menyimpan wajah mereka dalam ingatannya. "Aku tidak akan membiarkan siapapun mati untukku lagi."Eadric tersenyum puas, senyum kemenangan yang membuat wajahnya tampak lebih kejam. "Bijaksana," katanya, perlahan menurunkan pedangnya dari leher Kora. Wanita itu terhuyung lemah, tangannya menyentuh luka di lehernya."Kau boleh berbicara dengan i

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Sebuah Keputusan.

    Debu mengambang lambat di udara Shab-e-Hazar Khayal, berkilau keemasan tertimpa cahaya api yang masih menjilat sisa-sisa furnitur mewah.Suara-suara pertempuran yang tadi memenuhi ruangan kini lenyap, digantikan keheningan mencekam yang hanya sesekali dipecahkan oleh derak kayu terbakar dan rintihan pelan dari mereka yang terluka.Asap mengepul dari berbagai sudut, menciptakan kabut tipis yang memberi kesan mistis pada pemandangan kehancuran.Di tengah reruntuhan yang dulunya adalah restoran termewah di Zahranar, waktu seolah berhenti. Semua mata tertuju pada drama yang tengah berlangsung di pusat ruangan.Kora Wang berlutut di lantai marmer yang retak, rambut hitamnya yang kini dipenuhi uban terurai berantakan di sekitar wajahnya yang lebam.Matanya, meski diselimuti ketakutan, memancarkan ketegaran yang hanya dimiliki seorang ibu. Darah mengalir tipis di lehernya, tempat ujung pedang Eadric Windmere menekan kulitnya.Di sampingnya, Arhun Wang duduk di benda sederhana, kalau bisa dik

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Dua Sandera.

    Roneko menggigit leher Mandrasath dengan gerakan cepat, taringnya yang setajam belati menembus sisik hitam naga itu yang konon sekeras baja.Mandrasath meraung kesakitan, suaranya menggetarkan jendela-jendela di seluruh kota, tapi dengan cepat membalas dengan pukulan ekor berduri yang menghantam sisi tubuh Roneko dengan kekuatan yang mampu menghancurkan tembok benteng.Kedua makhluk raksasa itu terpisah oleh momentum serangan, melayang berhadapan di udara seperti dua dewa perang kuno. Roneko melepaskan semburan api keemasan dari mulutnya, api yang begitu terang hingga bayangan-bayangan di bawah menghilang untuk sesaat.Mandrasath membalas dengan hembusan es biru yang membekukan awan-awan di sekitarnya. Kedua serangan bertemu di tengah udara kosong, menciptakan pilar energi yang menjulang tinggi ke langit seperti mercusuar supernatural, terlihat dari seluruh penjuru kota hingga ke pelosok terjauh.Langit Zahranar kini dipenuhi cahaya spektakuler, api keemasan Roneko dan es biru Mandras

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pertarungan Para Penyihir.

    "Kau masih belum menguasai kekuatan penuhmu, Phoenix," kata Siken, suaranya tetap tenang meski situasi kacau di sekitar mereka, seolah mereka sedang bercakap di taman yang damai."Kau tidak akan bisa mengalahkanku.""Mungkin," Kiran mengakui, matanya waspada mengamati setiap gerakan lawan. "Tapi aku akan mencoba."Kiran melesat maju dengan gerakan yang telah ia latih selama berbulan-bulan, Crimson Dawn terayun dalam sabetan horizontal yang meninggalkan jejak api di udara seperti goresan kuas seorang pelukis.Siken menghindar dengan gerakan mulus yang hampir tak terlihat mata, tubuhnya seolah mengalir seperti air yang tidak bisa ditangkap. Ia membalas dengan tendangan berselimut es ke arah rusuk Kiran, gerakan yang begitu cepat hingga hampir tak terlihat.Kiran menangkis dengan lengan kirinya, meringis saat es menggigit kulitnya seperti ribuan jarum kecil. Ia memutar tubuhnya, mengayunkan pedang dalam serangan beruntun yang semakin cepat, setiap gerakan mengalir ke gerakan berikutnya s

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Ketika Langit Ibukota Terbakar.

    Auman Roneko menggetarkan seluruh Zahranar, gelombang suara purba yang merambat melalui batu dan kayu, begitu dahsyat hingga kaca-kaca jendela Shab-e-Hazar Khayal bergetar dan retak dalam pola-pola seperti jaring laba-laba.Para tamu yang masih berusaha melarikan diri terhenti di tengah langkah, wajah mereka pucat pasi mendengar suara yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya—suara yang membangkitkan ketakutan primordial dalam darah mereka."Apa itu?" bisik salah seorang prajurit Zolia, busurnya gemetaran di tangannya yang basah oleh keringat dingin. Matanya menatap langit malam dengan ketakutan yang tak tersembunyi.Jawabannya datang dalam bentuk ledakan dahsyat saat atap restoran mewah itu hancur dalam sekejap.Serpihan kayu dan kaca berterbangan ke segala arah bagai hujan mematikan saat sosok raksasa berwarna merah keemasan menerobos masuk dari langit.Roneko, dalam wujud sempurnanya yang jarang terlihat, berdiri di tengah kehancuran dengan sembilan ekor berapi yang menjulang ting

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pertempuran di Balai Seribu Mimpi.

    Dengan satu ayunan pedang, Kiran mengirimkan gelombang api ke arah Siken. Api itu bergerak seperti ombak, membakar lantai kayu dalam perjalanannya.Siken menghentakkan kakinya ke lantai. Es menyebar dari titik itu, menciptakan dinding tebal yang menghalangi gelombang api. Kedua elemen bertemu dalam ledakan uap dan percikan api, menciptakan kabut tebal yang kembali memenuhi ruangan."Kau tidak sendirian, Phoenix!" teriak Eve Whitehouse dari sisi ruangan. Wanita berambut putih itu kini berdiri dengan api merah menyala di kedua tangannya. "Dan kau tidak akan lolos kali ini!"Lyra mengangkat tongkat ungunya, mengarahkannya pada Kiran. "Revelatum Veritatis!" serunya, melepaskan sinar ungu yang menyibak kabut di sekitar Kiran, membuatnya terekspos.Zetta Mui, mantan instruktur Kiran, melangkah maju dengan ekspresi dingin. "Kau selalu menjadi murid yang mengecewakan, Kiran," katanya, tangannya bergerak cepat membentuk simbol-simbol sihir di udara."Tapi kau akan menjadi pelajaran yang baik b

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pertemuan Api dan Es: Duel Takdir.

    Kiran merasakan detak jantungnya melalui topeng phoenix yang menutupi wajahnya. Setiap denyut mengalirkan darah ke seluruh tubuhnya, membawa energi sihir yang telah ia kumpulkan selama berbulan-bulan.Di balik topeng, matanya tidak pernah lepas dari sosok Elf Hitam di meja utama. Siken, panglima kedua Kaisar Oberon, pengendali air terkuat di Kekaisaran Hersen, dan pemburu yang telah mencarinya tanpa henti.Musik mengalun semakin cepat. Jari-jari Ustad Zafar bergerak lincah di atas sitar, menciptakan melodi yang menggetarkan jiwa.Tabuh Angkasa dipukul dengan ritme yang semakin intens, menghasilkan suara gemuruh badai yang menggema hingga ke tulang.Kiran mulai bergerak.Tubuhnya mengalir bersama musik, setiap langkah terukur dengan presisi sempurna. Lima bulan berlatih di bawah bimbingan Yasmin al-Zahra telah mengubahnya dari penyihir canggung menjadi penari yang anggun.Pedang tipis di tangannya berkilau memantulkan cahaya lentera, menciptakan pola-pola cahaya yang menari di udara."

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pertunjukan Terakhir Sebelum Pertempuran.

    Emma mengamati pertunjukan dengan napas tertahan. Keindahan sihir yang dipadukan dengan seni membuatnya terpukau, namun matanya tetap waspada, sesekali melirik ke meja utama tempat para Penyihir duduk.Eve Whitehouse tampak berbisik sesuatu pada Elf Hitam di sampingnya, yang mengangguk pelan tanpa melepaskan pandangan dari panggung."Mereka menunggu sesuatu," pikir Emma. "Atau seseorang."Jari-jarinya perlahan bergerak ke arah botol air di pinggangnya, memastikan senjatanya siap jika diperlukan. Meski ketakutan menggerogoti hatinya, ada bagian dalam dirinya yang merasa hidup.Setelah berminggu-minggu bersembunyi dan melarikan diri, kemungkinan konfrontasi langsung dengan musuh justru membangkitkan sesuatu dalam dirinya—kesiapan untuk bertarung demi bertahan hidup.Di sisi lain ruangan, Jasper merasakan hal yang sama.Matanya menyipit mengamati Eve Whitehouse, wanita yang hampir membunuhnya di perbatasan. Kebencian dan ketakutan bercampur dalam dadanya, namun juga ada rasa antisipasi y

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status