Share

Dejavu Lagi?

Auteur: Jimmy Chuu
last update Dernière mise à jour: 2025-02-10 17:43:11

BOOM!

Suara ledakan mengguncang alun-alun ketika obor yang dilempar algojo menghantam tumpukan kayu kering. Api langsung menjilat ke atas, membakar udara dengan panas yang menyengat.

Di langit, awan gelap mulai berkumpul, seakan alam turut merasakan ketegangan yang memuncak.

Derak nyala api terdengar seperti suara ular yang mendesis, sementara asap tebal mulai mengepul ke langit.

“Hukuman telah dilaksanakan!” teriak algojo dengan suara keras, mengangkat tangannya ke kerumunan. “Biarkan penyihir ini mati, menebus hutang darah atas perbuatan The Flame, sang Phoenix!”

Sorak-sorai dan desisan memenuhi alun-alun.

Wajah-wajah penduduk yang menonton tampak keras dan puas, tanpa belas kasihan. Namun, di antara kerumunan, beberapa suara lirih terdengar, seperti bisikan yang takut dihukum.

“Dia masih muda... terlalu muda untuk mati seperti ini.”

“Apakah kesalahannya sebesar itu? Dia hanya dituduh sebagai mata-mata. Belum ada bukti yang jelas.”

Kiran, yang terikat di tiang kayu, mulai gelisah.

Api merayap cepat, mendekati kakinya. Panasnya terasa menyengat, seperti pisau yang menusuk kulitnya. Dia menatap cakrawala yang tiba-tiba gelap, seolah-olah langit sendiri menangisi nasibnya.

“Ini mirip kejadian belasan tahun lalu di alun-alun Kota Begonia...” gumamnya lirih, suaranya hampir tak terdengar. “Apakah para Pengendali Air akan datang lagi, seperti ketika mereka menyelamatkan Nirajh Singh?”

Tawa getir meluncur dari bibirnya.

Dia bukan siapa-siapa bagi Klan Phoenix Merah. Mengapa mereka repot-repot menyelamatkannya? Dia hanyalah seorang anak dari Kota Begonia yang tidak tersohor. Tanpa dukungan kaum bangsawan, juga tanpa klan.

Suasana hening sejenak, hanya terdengar isak tangis kaum perempuan yang bersimpati, yang meratapi nasib Kiran. Udara di alun-alun semakin panas, seolah-olah semua yang ada ikut menghukumnya. Tiba-tiba—

DUAR!

Ledakan dahsyat mengguncang alun-alun, membuat tanah bergetar dan kerumunan menjerit ketakutan. Suara gemuruh datang dari kejauhan, seperti peringatan sebelum badai.

TOLONG!

Semua orang terkejut ketika seorang perempuan bertudung dan bermasker muncul di udara.

Rambut emasnya yang panjang berkibar seperti bendera di tengah angin kencang, dan jubah longgarnya melambai dengan elegan. Dia melayang, mengendarai aliran air yang seolah-olah hidup, bergerak sesuai keinginannya.

“Water bender!” teriak seseorang di kerumunan. “Pengendali Air!” “Penyihir!”

Kerumunan langsung gempar.

Pertunjukan sihir seperti ini jarang terlihat, apalagi di tengah eksekusi publik. Beberapa orang mulai mundur, ketakutan, sementara yang lain terpana, tak mampu memalingkan pandangan.

Perempuan itu tertawa parau, suaranya terdengar sember tak nyaman didengar. “Hihihi... Membunuh orang tak bersalah adalah dosa besar di hadapan para dewa. Bagaimana kalau aku selamatkan dia?”

Tanpa menunggu respons, tangannya melambai dengan gerakan anggun namun penuh kekuatan spiritual.

DUAR!

Langit yang gelap tiba-tiba mencurahkan hujan. Rintik-rintik awal berubah menjadi badai dalam hitungan detik.

Air hujan yang deras berubah menjadi gelombang raksasa, menghantam panggung dan memadamkan api dengan suara mendesis yang keras. Uap air naik ke udara, menciptakan kabut tebal yang menyelimuti alun-alun.

“Lari jika tak ingin mati!” teriak seseorang di kerumunan, suaranya nyaris hilang dalam gemuruh air. “Tsunami sihir! Kita akan binasa!”

Kerumunan berhamburan, panik, sementara perempuan Pengendali Air itu tetap melayang, tersenyum puas melihat kekacauan yang ia ciptakan. Matanya yang bersinar di balik topeng memandang Kiran penuh arti, seolah memberi isyarat bahwa dia tidak sendirian.

Namun, aksi perempuan Pengendali Air itu terhenti sejenak.

Dari kejauhan, tiga sosok lain muncul, melesat cepat mendekati alun-alun. Mereka adalah ahli sihir yang mengenakan zirah resmi kekaisaran, masing-masing dengan kemampuan yang berbeda.

Yang pertama mengendarai seekor burung rajawali raksasa, hewan kontraknya yang setia. Sayapnya yang lebar menebar bayangan gelap di tanah, sementara cakar besinya berkilauan di bawah sinar matahari redup.

Yang kedua meluncur di atas pedang besar yang melayang, dia pengendali logam. Tubuhnya tegak seperti patung yang tak bergerak.

Sementara yang ketiga mengendarai angin, tubuhnya meliuk-liuk seperti daun di tengah badai.

Penonton yang tadinya bersiap pergi, tiba-tiba mengurungkan niat mereka. Mata mereka tertarik pada pertunjukan langka ini, meski mereka tahu bahwa menyaksikan pertarungan sihir semacam ini berarti mempertaruhkan nyawa.

“Tiga penyihir dari pihak kekaisaran sudah datang!” teriak seseorang.

“Water bender itu pasti akan ditaklukkan! Dia pasti anggota Klan Phoenix Merah!”

“Betapa menjijikkannya para pengikut klan itu! Mereka selalu menebar kekacauan di mana-mana!”

Desisan dan umpatan memenuhi udara, namun perempuan Pengendali Air itu tampak tidak peduli. Dia sudah mendarat di panggung, mendekati Kiran yang terikat.

Nyala api yang tadinya berkobar kini sudah padam, berkat hujan badai dan gelombang air yang ia panggil. Air masih menetes dari kayu-kayu yang hangus, menciptakan genangan di sekitar panggung.

Dengan gerakan cepat, perempuan itu mengeluarkan sebilah belati perak dari balik jubahnya. Pisau itu berkilau meski langit gelap, seolah-olah memiliki cahayanya sendiri.

“Bersiap melarikan diri bersamaku! Kau akan aman!” ujarnya pada Kiran, suaranya tidak keras. Matanya sesekali melirik ke arah tiga penyihir kekaisaran yang semakin mendekat, namun tangannya tetap fokus memotong rantai yang membelenggu Kiran.

“Siapa kau? Mengapa menolongku? Apa kau tidak takut dicap sebagai pengkhianat Klan Phoenix Merah?” tanya Kiran, suaranya lemah dan sempoyongan. Asap tebal yang ia hirup membuat kepalanya pening, dan matanya terasa berat.

Rasanya, Kiran hanya ingin menutup mata dan beristirahat.

Tapi perempuan Pengendali Air itu mengguncang bahu Kiran dengan kuat. “Jangan tidur! Buka matamu. Aku akan membawamu ke tempat aman! Jangan tidur!” teriaknya berulang kali, suaranya bernada khawatir.

Kiran mengerahkan sisa tenaganya untuk tetap terjaga. Dia tahu, kata-kata perempuan itu benar. Jika ia tertidur sekarang, mungkin ia tak akan pernah bangun lagi.

“Awas... di belakangmu. Ada tiga penyihir kuat akan menyerang,” ucap Kiran, setengah sadar.

Namun perempuan itu hanya tersenyum tipis. “Tidak usah pedulikan mereka. Ada yang akan mengurusnya...”

Belati peraknya berhasil memotong rantai terakhir. Dengan gerakan cepat, ia membopong Kiran ke punggungnya. “Ayo kita pergi!” ujarnya, ekspresinya tampak tegang.

Tiba-tiba, dari arah yang tak terduga, tiga sosok lain muncul.

Mereka mengenakan jubah dan topeng yang serupa dengan perempuan Pengendali Air itu.

Satu di antaranya adalah Pengendali Api, tangannya sudah menyala dengan cambuk api yang berputar-putar seperti ular.

Yang lain adalah Pengendali Air, tangannya sudah mengumpulkan gelombang air yang siap dilepaskan. Dan yang terakhir juga pengendali api, ditangannya ada busur dan anak panah api yang meletup-letup.

“Mengapa buru-buru ingin ke panggung? Coba lawan dulu sihir api ini!” teriak Pengendali Api bertopeng, suaranya menggema. Cambuk apinya melesat ke udara, menghantam burung rajawali raksasa yang membawa salah satu penyihir kekaisaran.

Burung itu menjerit, sayapnya terbakar, sementara penunggangnya berusaha menjaga keseimbangan.

Sementara itu, Pengendali Air bertopeng sudah bertarung melawan penyihir kekaisaran yang mengendarai angin. Gelombang air dan tiupan angin saling bertabrakan, menciptakan kabut tebal yang menyelimuti alun-alun.

Dan di sisi lain, pemanah api itu berhadapan dengan penyihir kekaisaran yang mengendarai pedang. Udara bertambah panas ketika panah api melesat, dan pengendali logam melepaskan pedang raksasa untuk membelah benteng api yang diciptakan si pemanah.

Bersambung

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pengorbanan Terakhir.

    Kiran meraung, suara yang tidak lagi manusiawi. Suara yang penuh kesakitan, kemarahan, dan kesedihan yang tak terbendung.Api keemasan meledak dari tubuhnya, menyapu ruangan dalam gelombang panas yang membakar segala sesuatu yang disentuhnya.Para Knight Qingchang terpental ke belakang, beberapa dengan jubah yang terbakar, jeritan kesakitan memenuhi udara.Eadric Windmere berlindung di balik perisai sihir, wajahnya yang tadi penuh kemenangan kini dipenuhi ketakutan. "Kendalikan dia!" teriaknya pada para penyihir. "Sekarang!"Siken dan Eve Whitehouse bergerak serentak, es dan api putih melesat ke arah Kiran yang kini berlutut di antara tubuh kedua orang tuanya, kepalanya tertunduk dalam kesedihan yang tak terucapkan.Namun, sebelum serangan mereka mencapai sasaran, sosok besar menerobos masuk, menghalangi jalan mereka. Roneko, dalam wujud sempurnanya, berdiri protektif di depan Kiran.Kesembilan ekornya terangkat tinggi, api keemasan berkobar semakin terang hingga menyilaukan mata, men

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Harga Sebuah Kesepakatan.

    Kiran mengangguk pelan, gerakan yang penuh kekalahan. Perlahan, ia menurunkan Crimson Dawn. Pedang itu menghantam lantai marmer dengan dentang keras, suara yang seolah menandai berakhirnya harapan.Api keemasan yang tadi berkedip lemah kini padam sepenuhnya, meninggalkan bilah logam yang dingin dan tak bernyawa."Aku milikmu," kata Kiran, mengangkat kedua tangannya dalam gestur menyerah."Kiran, tidak!" teriak Pigenor, berusaha bergerak maju tapi ditahan oleh dinding es Siken yang muncul di hadapannya. Es itu berkilau kebiruan, hampir transparan namun sekeras baja."Ini keputusanku," kata Kiran tegas, matanya menatap satu per satu teman-temannya, menyimpan wajah mereka dalam ingatannya. "Aku tidak akan membiarkan siapapun mati untukku lagi."Eadric tersenyum puas, senyum kemenangan yang membuat wajahnya tampak lebih kejam. "Bijaksana," katanya, perlahan menurunkan pedangnya dari leher Kora. Wanita itu terhuyung lemah, tangannya menyentuh luka di lehernya."Kau boleh berbicara dengan i

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Sebuah Keputusan.

    Debu mengambang lambat di udara Shab-e-Hazar Khayal, berkilau keemasan tertimpa cahaya api yang masih menjilat sisa-sisa furnitur mewah.Suara-suara pertempuran yang tadi memenuhi ruangan kini lenyap, digantikan keheningan mencekam yang hanya sesekali dipecahkan oleh derak kayu terbakar dan rintihan pelan dari mereka yang terluka.Asap mengepul dari berbagai sudut, menciptakan kabut tipis yang memberi kesan mistis pada pemandangan kehancuran.Di tengah reruntuhan yang dulunya adalah restoran termewah di Zahranar, waktu seolah berhenti. Semua mata tertuju pada drama yang tengah berlangsung di pusat ruangan.Kora Wang berlutut di lantai marmer yang retak, rambut hitamnya yang kini dipenuhi uban terurai berantakan di sekitar wajahnya yang lebam.Matanya, meski diselimuti ketakutan, memancarkan ketegaran yang hanya dimiliki seorang ibu. Darah mengalir tipis di lehernya, tempat ujung pedang Eadric Windmere menekan kulitnya.Di sampingnya, Arhun Wang duduk di benda sederhana, kalau bisa dik

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Dua Sandera.

    Roneko menggigit leher Mandrasath dengan gerakan cepat, taringnya yang setajam belati menembus sisik hitam naga itu yang konon sekeras baja.Mandrasath meraung kesakitan, suaranya menggetarkan jendela-jendela di seluruh kota, tapi dengan cepat membalas dengan pukulan ekor berduri yang menghantam sisi tubuh Roneko dengan kekuatan yang mampu menghancurkan tembok benteng.Kedua makhluk raksasa itu terpisah oleh momentum serangan, melayang berhadapan di udara seperti dua dewa perang kuno. Roneko melepaskan semburan api keemasan dari mulutnya, api yang begitu terang hingga bayangan-bayangan di bawah menghilang untuk sesaat.Mandrasath membalas dengan hembusan es biru yang membekukan awan-awan di sekitarnya. Kedua serangan bertemu di tengah udara kosong, menciptakan pilar energi yang menjulang tinggi ke langit seperti mercusuar supernatural, terlihat dari seluruh penjuru kota hingga ke pelosok terjauh.Langit Zahranar kini dipenuhi cahaya spektakuler, api keemasan Roneko dan es biru Mandras

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pertarungan Para Penyihir.

    "Kau masih belum menguasai kekuatan penuhmu, Phoenix," kata Siken, suaranya tetap tenang meski situasi kacau di sekitar mereka, seolah mereka sedang bercakap di taman yang damai."Kau tidak akan bisa mengalahkanku.""Mungkin," Kiran mengakui, matanya waspada mengamati setiap gerakan lawan. "Tapi aku akan mencoba."Kiran melesat maju dengan gerakan yang telah ia latih selama berbulan-bulan, Crimson Dawn terayun dalam sabetan horizontal yang meninggalkan jejak api di udara seperti goresan kuas seorang pelukis.Siken menghindar dengan gerakan mulus yang hampir tak terlihat mata, tubuhnya seolah mengalir seperti air yang tidak bisa ditangkap. Ia membalas dengan tendangan berselimut es ke arah rusuk Kiran, gerakan yang begitu cepat hingga hampir tak terlihat.Kiran menangkis dengan lengan kirinya, meringis saat es menggigit kulitnya seperti ribuan jarum kecil. Ia memutar tubuhnya, mengayunkan pedang dalam serangan beruntun yang semakin cepat, setiap gerakan mengalir ke gerakan berikutnya s

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Ketika Langit Ibukota Terbakar.

    Auman Roneko menggetarkan seluruh Zahranar, gelombang suara purba yang merambat melalui batu dan kayu, begitu dahsyat hingga kaca-kaca jendela Shab-e-Hazar Khayal bergetar dan retak dalam pola-pola seperti jaring laba-laba.Para tamu yang masih berusaha melarikan diri terhenti di tengah langkah, wajah mereka pucat pasi mendengar suara yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya—suara yang membangkitkan ketakutan primordial dalam darah mereka."Apa itu?" bisik salah seorang prajurit Zolia, busurnya gemetaran di tangannya yang basah oleh keringat dingin. Matanya menatap langit malam dengan ketakutan yang tak tersembunyi.Jawabannya datang dalam bentuk ledakan dahsyat saat atap restoran mewah itu hancur dalam sekejap.Serpihan kayu dan kaca berterbangan ke segala arah bagai hujan mematikan saat sosok raksasa berwarna merah keemasan menerobos masuk dari langit.Roneko, dalam wujud sempurnanya yang jarang terlihat, berdiri di tengah kehancuran dengan sembilan ekor berapi yang menjulang ting

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status