“Aaaa!” Cindy tak sengaja berteriak kala merasakan jantungnya berdegup kencang.
Matanya melirik ke kaca spion melihat bayangan mobil mewah merah yang mendekat dengan kecepatan mengerikan. "Rendy, mereka semakin dekat! Apa yang harus kita lakukan?" paniknya. "Tenang, Cindy. Aku akan mengatasinya." Suaranya tenang, namun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Dia menambah kecepatan, mencoba menghindar dari kejaran gila Hezkil. Hal ini membuat Hezkil, di dalam mobil mewahnya, merasakan adrenalin mengalir deras. Angin yang masuk melalui jendela yang sedikit terbuka membawa aroma laut yang asin. Namun, dia tidak peduli. Semangat bertemu Naga Perang dan keinginannya untuk menghancurkan Rendy melebihi segalanya. Sementara itu, Tristan yang melihat ekspresi gila Hezkil, merasa ketakutan sekaligus kagum. "Lakukan, Hez! Tunjukkan padanya siapa yang berkuasa!" Tak lama, mobil mewah merah ini mendekat, jaraknya hanya beberapa meter lagi. Hezkil menyiapkan diri untuk benturan. "Ini untuk Naga Perang!" teriaknya. Suara mesinnya menderu seperti auman singa yang siap menerkam mangsa. Hanya saja, sebuah kilatan cahaya mendadak menerpa mata Hezkil dari arah berlawanan. Sebuah truk besar muncul di tikungan, membunyikan klakson panjang dan keras. Tin!!!! "Hati-hati!" teriak Tristan, panik. Sementara itu, Rendy, dengan refleks luar biasa, membanting kemudi ke kiri, menghindari tabrakan dengan mobil Hezkil. Mobilnya tergelincir sedikit di jalan basah, tapi dia berhasil mengendalikan kembali. Hanya saja, mobil Hezkil yang sudah terlalu dekat, tidak sempat menghindar sepenuhnya dan menabrak bagian belakang truk besar. Brak! Suara benturan keras menggema di udara malam. Mobil mewah merah ini terhuyung dan berhenti. Bagian depannya hancur dan asap mulai keluar dari kap mesin. Hezkil dan Tristan terdiam sejenak, terkejut dan panik. “Rendy!” Di dalam mobilnya, Cindy menangis terisak, sementara Rendy menenangkan dirinya, menyadari bahwa mereka selamat dari maut. "Tenang, Cindy. Kita selamat … kamu bisa tenang sekarang! Kedua berandalan itu tidak akan mengejar kita lagi!" ucapnya, mengusap rambut sang istri. ***** Di sisi lain, Zackarian Wu, yang lebih dikenal sebagai Zack Wu, menatap layar televisi yang menampilkan berita tentang kembalinya Naga Perang. Taipan muda yang akan menguasai Kota Kartanesia dan Underground City di Khatulistiwa, sungguh mengusik rasa penasarannya. Dulu, melalui salah satu Elemental Naganya, Katrin Chow, perusahaannya ditolong. Jadi, Zack Wu merasa berhutang budi kepada Naga Perang, yang menghilang setelah membantu memajukan perusahaannya. Malam ini adalah kesempatan untuk berterima kasih langsung kepada Naga Perang sekaligus memohon bantuannya sekali lagi. Sambil menyimak berita tersebut, tangannya juga sibuk menggulir layar ponsel termahal edisi khusus berlapis emas, salah satu dari lima buah yang ada di Negeri Khatulistiwa. Zack berencana memberikan ponsel serupa kepada Naga Perang sebagai bentuk penghormatan dan terima kasih karena telah menolongnya dari kebangkrutan di masa lalu. Naga Perang adalah harapan terakhirnya untuk menyuntikkan dana ke Wu Corporation, yang sedang mengalami krisis keuangan akibat nilai saham yang anjlok. Perusahaannya terancam turun ke Grade C jika tidak segera mendapatkan suntikan dana dari Grup Pemodal Sembilan Naga Sakti yang dipimpin oleh Naga Perang atau dari Serikat Dagang dan Industri Khatulistiwa. Untuk itu, Zack harus memastikan segala sesuatunya siap di Underground City agar tidak ada kesalahan saat menyambut kembalinya Naga Perang. Namun, ponsel emasnya berdering, menampilkan nama Hezkil Wu, anak kesayangannya. "Ayah, aku sudah dipermalukan oleh orang miskin sampai mobilku hancur!" terdengar suara Hezkil dengan nada marah dan frustasi. Deg! "Siapa yang berani mempermalukan Keluarga Wu akan menerima akibatnya! Ayah akan memeriksa kamera lalu lintas untuk melihat siapa yang telah berani mempermalukan kita!" teriak Zack, marah. "Terima kasih, Ayah! Mobilnya MBenz putih! Semoga Ayah bisa mematahkan kedua kaki dan tangan si brengsek itu!" kata Hezkil dengan nada penuh dendam sebelum ayahnya mematikan ponsel emasnya. "Ryan, segera periksa kamera lalu lintas untuk menemukan pemuda brengsek yang mengendarai MBenz putih yang telah berani mempermalukan putraku!" perintah Zack Wu kepada asistennya. Sebagai sosok berpengaruh di Underground City, Zack Wu tidak akan kesulitan mengakses rekaman kamera lalu lintas yang memantau setiap kendaraan yang melintasi jalan-jalan besar di Khatulistiwa. Tak butuh waktu lama, Ryan pun kembali dengan wajah pucat pasi. Dia tahu bagaimana kekejaman Zack Wu terhadap bawahannya yang gagal melaksanakan tugas. "Maaf, Tuan Wu ... tidak satu pun kamera lalu lintas berhasil memotret mobil Mbenz putih yang menghancurkan mobil Tuan Muda, apalagi wajah pengemudinya," kata Ryan dengan suara gemetar. "Bagaimana mungkin mobil yang melaju kencang tidak bisa dipotret oleh kamera lalu lintas? Apa gunanya kamera itu dipasang? Apakah kamu yang tidak becus bekerja?" Zack Wu bertanya dengan wajah yang penuh kemarahan. "Ada teknik Blind Spot untuk menghindari kamera lalu lintas, Tuan Wu! Sepertinya pengemudi mobil ini sangat terampil, mampu menyembunyikan mobilnya di antara kendaraan lain... hanya pilot pesawat tempur yang mampu melakukan teknik seperti ini untuk mengelabui musuh," jelas Ryan, berusaha mempertahankan dirinya dari amarah Zack Wu. Mata pria tua itu membelalak. "Pilot pesawat tempur, katamu? Apa kamu yakin kalau teknik Blind Spot ini hanya bisa dilakukan oleh pilot pesawat tempur! Siapa sebenarnya pemuda brengsek itu?" tanya Zack Wu sambil melihat ke layar televisi besarnya yang kini sedang menampilkan Naga Perang dari belakang.Langit di atas Shadow Island perlahan berubah warna—dari kelabu pekat yang sarat ancaman, menuju biru pucat yang seolah enggan menggantikan horor yang baru saja terjadi. Namun bau darah dan abu masih tebal di udara, seperti luka yang belum sempat mengering.The Abyss sudah mundur, tapi sebelum gelap itu benar-benar sirna, Angel of Death berdiri di tepi kabut hitam, tubuhnya robek dan berlumuran luka. Napasnya berat, tapi matanya—dua titik kegelapan yang seperti menelan cahaya—terus menatap lurus ke arah Rendy.Suara itu datang seperti bisikan di telinga, namun menggema di seluruh medan perang.“The Eternal tahu kau kembali. Ini… baru awal. Kau belum melihat kegelapan sebenarnya.”Kata-kata itu bukan sekadar ancaman—ia seperti mantra kutukan yang menyusup ke dalam tulang, menanam benih ketakutan yang akan tumbuh di setiap malam yang sepi.Lalu, dengan gerakan yang nyaris tak terlihat, Angel of Death merentangkan tangannya. Kegelapan di sekitarnya berdenyut, membentuk pusaran kabut yang
Debu yang mengepul dari kawah itu belum sempat benar-benar mengendap ketika udara di medan perang tiba-tiba berubah. Tekanan yang semula berat kini menjadi mencekik Awan hitam di langit mulai berputar liar, membentuk pusaran raksasa. Suara bergemuruh mengiringinya, mirip raungan samudra yang terperangkap di gua purba.Pusaran itu berputar semakin kencang, dan semua arah tarikan angin mengarah pada satu titik—tubuh Angel of Death.Retakan-retakan di kulit Angel, yang sebelumnya hanya seperti guratan halus, kini terbuka lebar. Dari dalamnya, semburat cahaya ungu gelap menyembur, bercampur kabut hitam yang menetes dan menguarkan bau seperti daging terbakar. Voidfang di tangannya bergetar liar, namun bukan seperti logam yang bersinggungan—melainkan jeritan makhluk terkutuk yang memohon dilepaskan dari rantai abadi.Rendy menajamkan tatapannya. Ia mengenal tanda ini.—Bentuk sejati Angel of Death.Angel menundukkan wajahnya sedikit, bibirnya melengkung dengan senyum yang terlalu dingin unt
Petir dari mantra Loksa masih mengiris langit seperti cambuk perak, membelah awan kelabu menjadi serpihan cahaya. Getarannya merambat sampai ke tanah, memantulkan kilau singkat pada genangan darah di medan perang.Di pusat arena yang telah porak poranda itu, Rendy dan Angel of Death berdiri saling mengukur. Di antara mereka, tanah basah menjadi kanvas bercampurnya dua warna kematian—emas yang memancar dari tubuh Rendy, dan hitam pekat yang menetes dari luka Angel. Bau logam dari darah mereka menusuk hidung, bercampur aroma tanah yang hangus akibat ledakan sebelumnya.Angel perlahan mengangkat kepalanya. Mata ungunya kini berpendar lebih dalam, seolah ada api iblis yang menari di dalamnya. Voidfang di tangannya tidak sekadar senjata—bilah itu berdenyut, menyatu dengan tubuhnya, mengirimkan retakan hitam yang menjalar di kulit. Retakan itu seperti akar dari makhluk purba, memompa kekuatan ke setiap ototnya.Suara Angel pecah seperti gema dari dua dunia yang bertabrakan.“Sekarang… mari
Hujan darah menetes dari langit kelam, mencampur dengan debu dan serpihan tanah yang beterbangan. Setiap tetes yang jatuh seperti membawa aroma besi yang menusuk hidung, menandakan kematian yang sudah terlalu lama menguasai medan ini.Rendy berdiri tegak di tengah kekacauan itu, napasnya tenang namun penuh tekanan. Di hadapannya, Angel of Death melangkah maju, wajahnya dingin bagai batu nisan, matanya bersinar ungu redup yang seperti menembus jiwa.Dengan gerakan halus namun mengancam, Angel mencabut pedangnya—Voidfang—sebilah pedang berwarna hitam pekat dengan kilatan ungu yang terasa seperti memakan cahaya di sekitarnya. Udara di sekitar bilah itu bergetar, seakan energi kehidupan pun tertarik masuk ke dalamnya.Rendy menjawab tantangan itu dengan mengangkat Elixir, pedang emasnya yang kini diselimuti aura terang menyala. Cahaya keemasan itu memancar seperti matahari mini di tengah langit gelap, membuat bayangan Angel memanjang di tanah yang basah darah.“Akhirnya... saat yang kutun
Langit di atas Shadow Island membara, bukan oleh cahaya senja yang romantis, melainkan oleh pusaran kabut energi spiritual yang menggelegak seperti lahar menggantung di udara. Merah menyala, pekat seperti darah segar di atas arang, kabut itu bergulung dan memadat, membentuk spiral perlahan—seolah-olah alam itu sendiri membuka gerbang menuju neraka. Setiap hembusan angin membawa serta bau hangus, logam, dan sesuatu yang mirip daging terbakar—bau kematian yang merayap di balik desir sepi.Loksa berdiri di sisi barat halaman batu yang mulai bergetar samar. Sepatu botnya berderit saat ia bergerak, matanya tajam menatap ke arah pepohonan yang menghitam di kejauhan. Ia mencabut dua bilah belati dari punggungnya, logamnya mengilap dingin dalam cahaya kabut. "Mereka datang," desisnya, seolah menggertakkan giginya. Suaranya nyaris tertelan oleh bisikan angin yang semakin menggila.Dari arah timur, Clarissa berdiri kokoh meski rambut hitam panjangnya berkibar liar ditiup angin yang membawa aura
Langit senja yang tadinya berwarna jingga lembut berubah kelam, seolah tersayat oleh kekuatan yang tak berasal dari dunia ini. Suara retakan menggema, dalam dan menyeramkan—bagaikan tulang yang dipatahkan paksa di dalam kesunyian. Di antara awan bergolak, retakan ruang menganga seperti luka mengerikan di tubuh langit.Lalu… sesuatu muncul.Sebuah gerbang raksasa melayang dari kegelapan. Bukan gerbang biasa—pintu itu hitam berlapis ukiran makhluk-makhluk menyiksa diri, dengan cahaya ungu menyala dari celah-celahnya. Inilah Gerbang Dimensi The Abyss, mitos yang bahkan dalam kalangan kultivator hanya disebut dengan bisikan ketakutan.Seketika, barisan makhluk berjubah hitam menyerbu keluar seperti badai maut yang tak bisa dihentikan. Mereka melayang dalam formasi yang begitu teratur namun terasa begitu asing dan dingin. Wajah mereka tersembunyi di balik topeng tengkorak perak yang tidak mencerminkan emosi, namun justru memancarkan ancaman kematian yang membeku.Mereka tidak sekadar datang