Sementara itu, Cindy Huang menarik napas panjang.
Lolos dari maut tetap saja membuat dirinya sulit mengendalikan diri. Hanya saja, satu pertanyaan mengusiknya saat ini. "Dari mana kamu belajar menyetir sehebat itu? Aku jadi merasa tidak mengenalimu lagi, Rendy!" ujarnya dengan wajah penasaran. Sungguh, suaminya sangat mahir mengemudikan mobil mewah. Padahal, setirannya agak berbeda dengan mobil biasa. "Kamu masih ingat kedai roti dan kue milik kakekmu, tidak?” Alih-alih menjawab, Rendy justru bertanya tiba-tiba. Hal ini membuat Cindy membelalak. "Kok kamu tahu kalau aku dulu sering berada di kedai makanan kakek?" Masa kecilnya memang lebih banyak dihabiskan di kedai roti dan kue milik kakeknya yang dahulu ada di jalanan yang sedang mereka lewati. Wajah penasaran Cindy membuat Rendy tersenyum. Dulu, Naga Perang bukan siapa-siapa. Dia hanyalah pembunuh bayaran yang sangat terlatih dan selalu sukses melaksanakan tugasnya. Namun suatu hari, terjadi pengkhianatan di organisasi tempatnya bekerja. Rekan sejawatnya yang juga kekasihnya saat itu menghianatinya dengan membocorkan tugas yang diembannya, sehingga pemimpin organisasi hitam yang diincarnya berhasil lolos. Parahnya lagi, kekasihnya itu sendiri disewa oleh pemimpin organisasi hitam itu untuk menghabisi dirinya. Terluka parah dan bersembunyi berhari-hari, membuat Naga Perang kelaparan. Tertatih-tatih dia berhasil mencapai kota Buitenzorg, tempat mereka berada saat ini. Naga Perang yang masih sangat muda saat itu hampir pingsan karena terluka parah dan kelaparan. Namun, wajah cantik seorang gadis muda yang menyodorkan kue ketan yang dibungkus daun pisang, membuat ia seakan mendapatkan kekuatannya kembali. Kue ketan yang belakangan dia ketahui adalah Lemper Ayam yang merupakan kue yang paling laris di Kedai Roti dan Kue milik kakeknya Cindy. Bahkan, kakek Cindy tanpa ragu membawanya ke dalam kedai dan mengobatinya sampai bisa berjalan kembali. Setelah itu, Naga Perang kembali ke habitat aslinya dan menjalankan tugasnya kembali. Kekasih yang mengkhianatinya berhasil dieksekusi olehnya dan mengambil tampuk pimpinan organisasi hitam pembunuh bayaran tempatnya bekerja. Bisnisnya berkembang pesat. Namun karena teringat sang gadis dan kakeknya yang pernah menolongnya, Naga Perang kembali ke sana. Sayangnya, mereka sudah pindah. Kakek Cindy meninggal dunia tak lama setelah menolong dirinya, sehingga Cindy dibawa ibunya tempat ibunya bekerja. Barulah sekitar empat tahun yang lalu, Naga Perang berhasil menemukan Cindy Huang, gadis muda yang pernah menyelamatkan hidupnya. Ia telah tumbuh dewasa dan menghadapi krisis di perusahaan keluarganya. Jadi, diam-diam, Naga Perang yang sangat berkuasa membantu perusahaan keluarga Huang sehingga berjaya kembali. Bukan hanya itu saja, Naga Perang juga melamar Cindy untuk menjadi istrinya tanpa menyebutkan identitas aslinya. Kala itu, dia beralasan kalau kakeknya Cindy yang telah menjodohkan dirinya dengan Cindy dengan menunjukkan surat wasiat dari kakeknya Cindy yang telah dipalsukannya. Vera Huang pun tidak kuasa menolak Rendy karena surat wasiat dari kakeknya Cindy berkekuatan hukum. Ditambah, Rendy juga berusaha membujuk Vera agar mengizinkan pernikahan mereka dengan janji sejumlah barang berharga yang akan diberikannya nanti setelah tiga tahun kemudian. "Kamu tidak tahu? Aku kan tinggal dan lahir di Kota Buitenzorg ini, jadi aku tahu persis siapa dirimu dan kakekmu. Bahkan kakekmu telah menjodohkan kita sejak kecil dengan surat warisan yang dibuatnya." "Kenapa kakek menjodohkan aku denganmu? Apa istimewanya dirimu? Sampai sekarang saja kamu hanya bantu-bantu mengurus Keluarga Huang ... kamu tidak pernah bekerja sejak menikah denganku, pantas mama selalu merendahkanmu juga saudara-saudaraku!" ucap Cindy Huang dengan rasa penasaran. Meski awalnya terpaksa menerima, lambat laun, Cindy sebenarnya menyukai Rendy yang sangat perhatian dan sayang terhadap dirinya. Sayangnya, perbedaan pendidikan dan derajat antara dirinya dengan Rendy membuat Cindy menjaga jarak agar tidak dihina oleh saudara-saudaranya terutama ibunya yang sangat membenci Rendy dan dianggap aib bagi Keluarga Huang. Bahkan Cindy yang telah menikah dengan Rendy tetap harus menggunakan marga Huang, bukan marga Wang yang merupakan marganya Rendy. "Aku tidak tahu!" jawab Rendy seenaknya. "Aku hanya menjalankan wasiat kakekmu karena pernah menolongku! Apa kamu sudah lupa semuanya?" Cindy terdiam dan menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingat sama sekali tentang peristiwa tolong-menolong itu. "Ya sudahlah! Tidak masalah lagi sekarang! Oh iya, malam ini ulang tahun mamamu, kan?" tanya Rendy saat mobil mewah MBenz berhenti di sebuah butik ternama di Buitenzorg ini. Di sisi lain, Hezkil terus menelepon ayahnya karena rasa penasaran dan tidak puas terhadap tindakan Rendy Wang yang telah menghancurkan mobil kesayangannya. "Ayah tidak bisa menemukan kamera lalu lintas yang bisa memotret mobil MBenz dari orang yang mencelakai dirimu!" kata ayahnya. "Aku tahu siapa pelakunya, ayah! Dia itu suami dari Cindy Huang, CEO dari Huang Corporation yang levelnya masih di bawah perusahaan kita." Hezkil begitu menggebu-gebu ingin ayahnya mengirim bodyguard untuk memukuli Rendy habis-habisan serta mematahkan kedua kaki dan tangannya karena telah menghinanya sedemikian dalamnya. "Siapa namanya? Biar ayah kirim orang untuk menghajarnya habis-habisan dan melemparnya ke laut dalam!" seru ayahnya. Mendapat respon positif, Hezkil semakin bernafsu untuk menghancurkan Rendy. “Namanya Rendy Wang, ayah! Pecundang yang seharusnya tidak pantas hidup di dunia ini!" Lama tidak terdengar suara dari balik ponselnya, membuat Hezkil mengira ada yang salah dengan sinyal ponselnya. "Ayah?" tegurnya. "Kurang ajar! Anak sialan! Kamu ingin menghancurkan ayah? Cepat kamu cari orang bernama Rendy Wang itu dan mohon pengampunan darinya! Kalau kau tidak mampu melakukannya, jangan pulang lagi ke keluarga Wu!" teriak ayahnya dari balik ponsel yang membuatnya terkejut sehingga ponselnya terjatuh. Saat itu juga dia melihat wajah pucat Tristan yang mengenggam ponsel mahalnya sambil gemetaran. "Ada apa gerangan? Siapa sebenarnya sampah pecundang bernama Rendy Wang itu?" pikir Hezkil dalam-dalam.Langit di atas Shadow Island perlahan berubah warna—dari kelabu pekat yang sarat ancaman, menuju biru pucat yang seolah enggan menggantikan horor yang baru saja terjadi. Namun bau darah dan abu masih tebal di udara, seperti luka yang belum sempat mengering.The Abyss sudah mundur, tapi sebelum gelap itu benar-benar sirna, Angel of Death berdiri di tepi kabut hitam, tubuhnya robek dan berlumuran luka. Napasnya berat, tapi matanya—dua titik kegelapan yang seperti menelan cahaya—terus menatap lurus ke arah Rendy.Suara itu datang seperti bisikan di telinga, namun menggema di seluruh medan perang.“The Eternal tahu kau kembali. Ini… baru awal. Kau belum melihat kegelapan sebenarnya.”Kata-kata itu bukan sekadar ancaman—ia seperti mantra kutukan yang menyusup ke dalam tulang, menanam benih ketakutan yang akan tumbuh di setiap malam yang sepi.Lalu, dengan gerakan yang nyaris tak terlihat, Angel of Death merentangkan tangannya. Kegelapan di sekitarnya berdenyut, membentuk pusaran kabut yang
Debu yang mengepul dari kawah itu belum sempat benar-benar mengendap ketika udara di medan perang tiba-tiba berubah. Tekanan yang semula berat kini menjadi mencekik Awan hitam di langit mulai berputar liar, membentuk pusaran raksasa. Suara bergemuruh mengiringinya, mirip raungan samudra yang terperangkap di gua purba.Pusaran itu berputar semakin kencang, dan semua arah tarikan angin mengarah pada satu titik—tubuh Angel of Death.Retakan-retakan di kulit Angel, yang sebelumnya hanya seperti guratan halus, kini terbuka lebar. Dari dalamnya, semburat cahaya ungu gelap menyembur, bercampur kabut hitam yang menetes dan menguarkan bau seperti daging terbakar. Voidfang di tangannya bergetar liar, namun bukan seperti logam yang bersinggungan—melainkan jeritan makhluk terkutuk yang memohon dilepaskan dari rantai abadi.Rendy menajamkan tatapannya. Ia mengenal tanda ini.—Bentuk sejati Angel of Death.Angel menundukkan wajahnya sedikit, bibirnya melengkung dengan senyum yang terlalu dingin unt
Petir dari mantra Loksa masih mengiris langit seperti cambuk perak, membelah awan kelabu menjadi serpihan cahaya. Getarannya merambat sampai ke tanah, memantulkan kilau singkat pada genangan darah di medan perang.Di pusat arena yang telah porak poranda itu, Rendy dan Angel of Death berdiri saling mengukur. Di antara mereka, tanah basah menjadi kanvas bercampurnya dua warna kematian—emas yang memancar dari tubuh Rendy, dan hitam pekat yang menetes dari luka Angel. Bau logam dari darah mereka menusuk hidung, bercampur aroma tanah yang hangus akibat ledakan sebelumnya.Angel perlahan mengangkat kepalanya. Mata ungunya kini berpendar lebih dalam, seolah ada api iblis yang menari di dalamnya. Voidfang di tangannya tidak sekadar senjata—bilah itu berdenyut, menyatu dengan tubuhnya, mengirimkan retakan hitam yang menjalar di kulit. Retakan itu seperti akar dari makhluk purba, memompa kekuatan ke setiap ototnya.Suara Angel pecah seperti gema dari dua dunia yang bertabrakan.“Sekarang… mari
Hujan darah menetes dari langit kelam, mencampur dengan debu dan serpihan tanah yang beterbangan. Setiap tetes yang jatuh seperti membawa aroma besi yang menusuk hidung, menandakan kematian yang sudah terlalu lama menguasai medan ini.Rendy berdiri tegak di tengah kekacauan itu, napasnya tenang namun penuh tekanan. Di hadapannya, Angel of Death melangkah maju, wajahnya dingin bagai batu nisan, matanya bersinar ungu redup yang seperti menembus jiwa.Dengan gerakan halus namun mengancam, Angel mencabut pedangnya—Voidfang—sebilah pedang berwarna hitam pekat dengan kilatan ungu yang terasa seperti memakan cahaya di sekitarnya. Udara di sekitar bilah itu bergetar, seakan energi kehidupan pun tertarik masuk ke dalamnya.Rendy menjawab tantangan itu dengan mengangkat Elixir, pedang emasnya yang kini diselimuti aura terang menyala. Cahaya keemasan itu memancar seperti matahari mini di tengah langit gelap, membuat bayangan Angel memanjang di tanah yang basah darah.“Akhirnya... saat yang kutun
Langit di atas Shadow Island membara, bukan oleh cahaya senja yang romantis, melainkan oleh pusaran kabut energi spiritual yang menggelegak seperti lahar menggantung di udara. Merah menyala, pekat seperti darah segar di atas arang, kabut itu bergulung dan memadat, membentuk spiral perlahan—seolah-olah alam itu sendiri membuka gerbang menuju neraka. Setiap hembusan angin membawa serta bau hangus, logam, dan sesuatu yang mirip daging terbakar—bau kematian yang merayap di balik desir sepi.Loksa berdiri di sisi barat halaman batu yang mulai bergetar samar. Sepatu botnya berderit saat ia bergerak, matanya tajam menatap ke arah pepohonan yang menghitam di kejauhan. Ia mencabut dua bilah belati dari punggungnya, logamnya mengilap dingin dalam cahaya kabut. "Mereka datang," desisnya, seolah menggertakkan giginya. Suaranya nyaris tertelan oleh bisikan angin yang semakin menggila.Dari arah timur, Clarissa berdiri kokoh meski rambut hitam panjangnya berkibar liar ditiup angin yang membawa aura
Langit senja yang tadinya berwarna jingga lembut berubah kelam, seolah tersayat oleh kekuatan yang tak berasal dari dunia ini. Suara retakan menggema, dalam dan menyeramkan—bagaikan tulang yang dipatahkan paksa di dalam kesunyian. Di antara awan bergolak, retakan ruang menganga seperti luka mengerikan di tubuh langit.Lalu… sesuatu muncul.Sebuah gerbang raksasa melayang dari kegelapan. Bukan gerbang biasa—pintu itu hitam berlapis ukiran makhluk-makhluk menyiksa diri, dengan cahaya ungu menyala dari celah-celahnya. Inilah Gerbang Dimensi The Abyss, mitos yang bahkan dalam kalangan kultivator hanya disebut dengan bisikan ketakutan.Seketika, barisan makhluk berjubah hitam menyerbu keluar seperti badai maut yang tak bisa dihentikan. Mereka melayang dalam formasi yang begitu teratur namun terasa begitu asing dan dingin. Wajah mereka tersembunyi di balik topeng tengkorak perak yang tidak mencerminkan emosi, namun justru memancarkan ancaman kematian yang membeku.Mereka tidak sekadar datang