DUAR!!
Sesaat setelah ledakan terjadi, asap mengepul ke udara bersamaan dengan puing-puing tanah disertai serpihan bangunan. Berhamburan tak tentu arah kemudian terhempas jatuh di sekitar titik ledakan. Hanya saja, tidak ada aroma daging terbakar atau bahkan tubuh hangus milik Yuu. Menyadari hal itu, pria misterius yang masih berdiri tegak tidak jauh dari posisi di mana dia hendak mengeksekusi mati Yuu, kontan mendengkus keras."Kau selalu saja menjadi pengganggu, Ash!" ujarnya rendah, tetapi terdengar tajam. Dia kemudian berbalik hanya untuk menemukan sosok Ash di belakang tubuhnya. Tidak ada Yuu di sana. "Di mana dia?" tanyanya, kesal.Ash tersenyum remeh. "Wah, apa sekarang kau beralih membunuh seorang bocah, Drake?" celetuk Ash, mengejek."Kau tahu betul apa yang aku incar, pengkhianat!" Suaranya naik satu oktaf.Ash justru tertawa. "Pengkhianat?" ulangnya. Tatapan Ash balik menajam. "Kalianlah pengkhianatnya, sialan!"Tidak pikir panjang, Ash maju lebih dulu, menerjang dengan kecepatan penuh lantas menubruk tubuh Drake hingga terbawa seolah keduanya tengah melayang. Dalam sekali bantingan keras, Ash membiarkan tubuh itu menghantam beberapa rumah hingga hancur. Tidak peduli bahkan jika orang-orang mulai berlarian keluar rumah dengan panik, atau para penjaga budak datang dengan senapan mereka. Kedua pria itu tetap saja bertarung.Di tempat lain, Ameera berusaha memapah tubuh Yuu. Membantu pemuda itu berjalan lebih jauh meninggalkan lokasi di mana Ash menahan Drake dalam pertarungan. Benar, dalam hitungan sepersekian detik sebelum serangan mematikan Drake diarahkan kepada Yuu, Ash datang di waktu yang tepat. Seolah tak kasat mata, Ash memindahkan tubuh pemuda itu kemudian menyerahkannya kepada Ameera."Berhenti! Di mana Ayahku?!" tanya Yuu.Di antara rasa sakitnya, dia berusaha meraih lengan Ameera dan mencengkramnya kuat. Sorot pemuda itu tampak lemah, kemungkinan racun yang ditanamkan Drake pada luka di bahunya telah menyebar dan nyaris melumpuhkan seluruh tubuhnya. Yuu sudah menahannya hingga sejauh ini.Ameera terlihat khawatir, tetapi gadis itu tetap menjawab, "Dia aman," ucapnya, "saat Ash menyelamatkanmu aku membawanya ke tempat yang cukup jauh."Yuu bernapas lega. Kendati demikian, tubuhnya terasa kian lemas dan tanpa sadar merosot turun hingga harus bersandar di dinding rumah salah seorang budak. Sementara Ameera tidak punya pilihan selain ikut terduduk, nyaris berjongkok di sebelah pemuda itu sembari menatapnya khawatir.Untuk ukuran remaja berusia 17 tahun, tubuh Yuu benar-benar bagus. Dia tinggi dengan beberapa otot menonjol meski tidak sebesar milik Ash. Sementara Ameera hanya gadis biasa dengan tubuh lebih kecil bila dibandingkan dengan saudari atau gadis seusianya. Jelas, tidak memungkinkan baginya membantu banyak selain hanya memapah."Yuu, apa kau tidak bisa bergerak sedikit lagi?" tanya Ameera terlihat cemas.Ameera bergerak cepat menutupi luka di bahu pemuda itu. Luka bakar yang sebelumnya telah dia balut mendadak membuka kembali, bahkan kini telah mengeluarkan darah sementara di sekitar kulit lain telah ditumbuhi warna kebiruan. Tampak seperti lebam parah.Yuu menggeleng. "Tidak," jawabnya, tampak sangat tersiksa. "Kaki dan tanganku mati rasa. Aku tidak bisa bergerak lagi."Ameera berusaha berpikir. Maniknya mengitari area permukiman mencoba mencari sesuatu, tetapi dia tidak menemukan apapun yang dapat membantu.Menyadari gadis itu kebingungan, Yuu tanpa sadar membuang napas lalu berkata, "Aku rasa kita sudah cukup jauh. Selain itu, pria bernama Ash tampaknya lebih kuat. Dia tidak mungkin membiarkanmu dalam pengejaran."Ameera terdiam, untuk sesaat dia terpikirkan hal itu. Benar, Ash bukan pria biasa yang dapat ditumbangkan dengan mudah."Kau benar," ucapnya kemudian. Mengamati lingkungan sekitar yang sepi Ameera memutuskan, "aku akan membawamu masuk ke rumah ini. Tampaknya, semua orang panik dan pergi menyelamatkan diri."Yuu memilih mengangguk.Tetapi, bahkan sebelum keduanya dapat bergerak seinci pun, sebuah serangan bagai bilah petir mendadak datang dari arah depan. Yuu sampai melebarkan mata saking terkejutnya, sementara Ameera menjerit keras. Kendati begitu, Ameera memaksakan diri menjadi tameng, melindungi tubuh pemuda itu."ASH!!" Ameera berteriak keras."Tidak semudah itu, Drake!" Ash datang di waktu yang tepat.Sekali tendang, bilah petir itu terpental ke arah lain lalu meledak di kejauhan. Daripada itu, tampaknya serangan mematikan tersebut justru tidak berdampak apapun kepada Ash.Drake yang sebelumnya telah dikalahkan memilih melakukan hal curang. Melarikan diri dan bergerak mencari keberadaan Yuu hanya untuk membunuhnya di detik-detik ini, tetapi Ash terlalu sulit mengalah.Ash bergerak kilat menuju persembunyian Drake, meraih batang leher pria itu lalu mengeram marah. "Kau pikir hendak menyerang ke arah mana, hah?! Tidakkah kau lihat Puteri Ameera ada di sana?!" teriaknya.Drake terbatuk, tetapi mulutnya yang dipenuhi darah menyinggungkan senyum memuakkan. "Dia bukan Puteri Eros lagi. Meski Raja Fredrick memerintahkan membawanya dalam keadaan hidup tetapi dia teta—"KRAK!Urat di tangan Ash menonjol lebih daripada biasanya. Dia jelas mematahkan leher itu dengan kekuatan tak main-main, terlihat dari raut wajahnya yang menggelap penuh amarah. Sejatinya, Drake salah memilih lawan. Ash tentu bukan tandingannya dan Drake melakukan kesalahan lain dengan memancing yang tidak seharusnya."Sialan!" maki Ash, melempar tubuh Drake yang tidak lagi bergerak. Kepala itu miring dalam keadaan tidak wajar dan Ash tidak akan pernah peduli.Menarik napas, Ash mencoba untuk tenang. Jujur saja, darahnya seolah ingin meledak ketika seseorang mencoba merendahkan puteri kesayangannya. Pria itu kemudian beranjak dengan aura lebih tenang. Mungkin cukup puas setelah mematahkan leher orang tidak berguna, pikirnya."Ash," panggil Ameera ketika melihat pria itu berjalan mendekat."Sudah aman. Aku membunuhnya." Ash berkata tenang seolah ingin mengurai raut ketakutan di wajah Ameera. Manik Ash kemudian berpindah ke arah Yuu yang nyaris tidak sadarkan diri. Mendadak dia menyeringai. "Lihat, Bocah ini sekarat," katanya, lantas terbahak.Ameera bersungut kesal. "Tidak lucu! Bantu aku memindahkannya, dia perlu diobati.""Ya, ya."***"Jadi, kenapa kalian kembali bahkan menolongku?"Yuu masih berbaring di atas tempat tidur saat melontarkan pertanyaan tersebut. Satu jam yang lalu dia baru sadarkan diri setelah tiga hari hanya terbaring kaku di pembaringan. Kalau saja dadanya tidak naik turun, Ash yang seringkali bertugas menjaganya di malam hari jelas mengira Yuu mungkin telah tewas.Ash menatap acuh tak acuh. "Bukan aku. Tanyakan saja padanya," ucapannya seraya melirik Ameera dengan dagu. Gadis itu baru saja masuk ke dalam kamar.Ameera tersenyum. Mendekati Yuu lalu bergerak hendak mengganti perban di kening pemuda itu, hanya saja Yuu menahan lengannya."Ada apa?" tanya Ameera, sedikit kebingungan. Dia kemudian menatap Ash yang duduk di sudut ruangan tetapi pria itu justru mengangkat bahu.Sorot Yuu tampak tajam. Ada keteguhan beradu rasa penasaran di balik matanya. Dia bertanya sekali lagi, "Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa pria bernama Drake menyerang bahkan hendak membunuhku? Selain itu apa hubungannya dengan kalian?"Ameera menghela napas lalu memilih duduk di tepi ranjang.Suara gadis itu terdengar tenang namun jelas. "Jawabannya karena kau adalah pewaris sah Kerajaan Eros. Drake ditugaskan untuk melenyapkan darah terakhir dari Klan Naga, itulah mengapa dia ingin membunuhmu. Dan ini jelas baru permulaan."Yuu terperangah, antara percaya dan tidak. "Lagi-lagi hal itu. Mustahil!""Ini kenyataannya. Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku bisa melihat potongan masa lalu dan masa depan." Ameera menatap Yuu dengan yakin, sementara pemuda itu balas menatap. "Aku melihat masa lalumu, keluargamu, dan semua pelarianmu. Sementara tugasku hanya membantumu mendapatkan apa yang seharusnya kau miliki," jelas Ameera.Yuu masih tidak habis pikir. "Tetapi kenapa? Bagaimana mungkin itu aku?"Ameera kini terdiam.Sampai akhirnya, atensi mereka beralih ke arah pintu di mana sosok Ervan berdiri dengan tatapan teguh."Bagian itu akan aku ceritakan," ucapnya."Yuu, sejak awal kau bukanlah Puteraku. Kau adalah Pangeran Kerajaan Eros yang sah seperti yang dikatakan oleh mereka berdua. Dan aku, Ervan, diperintahkan langsung oleh Raja Ryuu untuk menyelamatkanmu." Yuu tercengang ketika menyaksikan Ervan mendadak berlutut di hadapannya. "Yang Mulia, sepertinya, memang sudah saatnya Anda kembali ke tempat asal Anda," ujarnya formal, terdengar asing di telinga Yuu.Sementara kini, duduk di kamar dengan wajah pias, Yuu masih tidak habis pikir ketika kalimat itu terngiang kembali di kepalanya. Bagai terkena serangan kejut yang lebih mengejutkan ketimbang berhadapan dengan sosok pembunuh seperti Drake, pikirnya. Tidak ada dugaan sedikitpun bahwa pria yang selama ini dia anggap ayah, bukanlah benar apa yang dia harapkan.Rasanya, ini lebih menakutkan. Meremas rambut dengan kuat, Yuu mengerang dengan wajah kesal."Kau terlihat sangat frustasi." Yuu menghela napas, sesaat setelah mendengar suara Ash yang nyatanya telah berdiri sembari bersandar di kuse
Ameera menatap sendu ke luar jendela kamar yang terbuka, sementara di sana penampakan tak elok terpampang nyata. Sisa-sisa pertarungan sengit antara Drake dan Ash telah meninggalkan kerusakan yang cukup mengesankan. Bahkan jika hanya puing-puing yang terlihat, tetapi tampaknya itu tidak membuat Ameera berpaling barang sejenak. Pandangannya lurus menghunus ke arah depan tanpa peduli jika di atas tempat tidur, ada Ash yang tengah terbaring miring menghadap ke arahnya dalam raut bosan. Ini sudah 1 jam berlalu dan Ameera seolah belum terbangun dari lamunan panjang yang tak berujung. Bangkit dari pembaringannya, Ash kemudian berjalan mendekat ke arah Ameera. Dia berkata, "Hei, apa kau akan terus diam seperti ini? Kau tidak lupa, kan? Sejak satu jam yang lalu Yuu dan Ervan sudah meninggalkan tempat ini. Bukankah seharusnya kita mengejarnya?" Ketika Ash pikir Ameera mungkin tidak akan mendengarkan, sebaliknya dia cukup terkejut begitu mendengar ada respon yang berasal dari manusia mirip ma
Singgasana raja Kerajaan Eros tampak suram. Aura pekat yang membawa ketidaknyamanan benar-benar telah melingkupi seisi aula istana. Kesan temaram yang menambah kelam seolah ingin membangunkan kejahatan terbesar yang telah lama tertidur.Sementara itu, satu sosok agung yang telah menduduki takhta kerajaan dan membawanya dalam kegelapan yang nyata, tengah menopang dagu didampingi sorot datar dari atas kursi kebesarannya.Lalu, beberapa meter di bawah singgasana raja, bersimpuh lah sosok lain dalam kekhawatiran. Ada getaran di tubuhnya tak kala menyadari kemarahan tuannya telah menanti lantaran tugas yang dibebankan kepadanya sama sekali tidak dapat dijalankan dengan baik. Menunduk sembari memelankan suara untuk menarik perhatian pria berkuasa di atas sana, dia berkata, "Kali ini Hamba akan memastikan Anak itu terbunuh, Yang Mulia!"Hanya saja, satu decakan keras yang berhasil lolos dari belah bibir sang raja telah membuat hati pria itu menggigil seolah dia baru saja diterjang hawa dingi
"Kemungkinan besar kita baru akan tiba di pintu gerbang perbatasan Ernes dan Erdamus besok pagi, Ayah." Yuu mendongak menatap langit yang nyaris gelap. Pepohonan besar dan lebat seolah menghalangi binar cahaya lolos menembus tanah hutan yang lembab. Hari bahkan masih sore, tetapi keadaan sekitar seolah menunjukkan malam telah tiba. "Mungkin ada baiknya kita membuat kemah," Yuu menambahkan.Ervan ikut mengamati sekitar kemudian mengangguk. "Kurasa kamu benar, Yuu.""Kalau begitu, biar aku yang mencari kayu bakar. Ayah bisa beristirahat dan serahkan pekerjaan ini padaku." Selebihnya Ervan hanya mengangguk dan membiarkan Yuu melakukan apapun. Pria baya itu duduk tepat di bawah pohon berbatang besar dengan daun rimbun. Menyandarkan punggung mengingat rasa lelah seolah telah merajam tulang punggung beserta tungkainya lantaran telah berjalan sejauh ini. Sembari mengamati Yuu, mendadak teringat ketika dia seusianya. Ervan pun harus bertahan hidup di hutan belantara sembari membawa sang pange
(Beberapa jam sebelum Yuu terbangun.)"Kupikir kau akan membiarkan Yuu menderita hingga dia sendiri yang memohon pertolongan?" Ash bertanya pada Ameera, ketika dia teringat perkataan gadis itu sebelum memutuskan menyusul.Bagi Ash, tidak butuh usaha dan waktu yang lama mengejar ketertinggalan, bahkan jika kedua orang itu sudah setengah perjalanan menuju perbatasan Ernes dan Erdamus.Tidak jauh dari tempat di mana Yuu dan Ervan tidur dengan api padam, Ash bersama Ameera justru bersembunyi di balik batang pohon besar sembari mengamati keduanya. Tepatnya, Ameera yang menyeret Ash melakukan petak umpat ini. Ameera tidak menoleh ke arah Ash saat dia menjawab dengan ketus, "Aku berubah pikiran," katanya, yang seketika mendapati kekehan Ash. "Jangan bersuara, atau Yuu akan tahu kita sudah berada di sini. Kamu tahu dia sangat pemarah," imbuhnya."Jika aku menjadi kau, aku tidak akan membuang waktu."Kali ini Ameera menoleh sembari melempar pelototan. "Kita tunggu sedikit lebih lama. Aku punya
Setelah sepakat bahwa Ameera akan membawa Ervan menjauh dari lokasi mereka, Yuu akhirnya mendekati Ash seperti yang diinginkan pria itu. Ash berdalih bahwa dia telah menanamkan barrier pelindung bersama Ameera sehingga musuh tidak akan mudah menemukannya. Dan sesaat, belum ada serangan lanjutan yang diluncurkan musuh sementara Ash memanfaatkannya untuk menyeret Yuu mencari persembunyian di balik batang pohon. Di sisi lain malam kian larut, pendar cahaya bulan yang berhasil lolos dari celah dedaunan terlalu sedikit, tetapi dengan begitu mendukung persembunyian keduanya.Manik Ash berkilat tertimpa bias cahaya seolah mempertajam sorot matanya mengawasi sekitar. Tidak berbeda jauh, Yuu di samping pun melakukan hal serupa seolah keduanya saling mengintai teritori masing-masing."Mungkinkah mereka telah pergi?" Yuu berbisik, setengah bergumam namun dia yakin Ash dapat mendengarnya.Terbukti ketika Ash membalas, "Tidak," ujarnya, waspada. "Tetap perhatikan sekelilingmu. Aku tahu kau memilik
"Apakah mungkin Aint juga ada di sini?"Ameera jelas sama terkejutnya. Gadis itu bahkan tidak peduli bila belati mengorok lehernya lantaran terus bergerak. Dia terdesak ingin memastikan keberadaan Aint. Jujur saja, musuh paling menakutkan adalah Aint. Ash bahkan tidak bisa berbuat banyak di depan pria itu. "Siapa Aint?" Yuu bertanya. Maniknya ikut berotasi mencoba mencari kemungkinan adanya sosok baru yang tidak dikenal. Tetapi, dia tidak menemukan siapapun, sampai ketika dia mendadak menegang begitu mendengar suara bisikan tepat di belakang telinganya. Suara yang membawa desir ketakutan penuh kengerian. "Apa kau mencariku, Bocah Naga?" Aint menyapa sembari tersenyum ramah. Hanya saja, bahkan dengan senyum tersebut Yuu tidak bisa menggerakkan tubuhnya."YUU!! MENJAUH DARI SANA!" Ash berteriak panik, berlari secepat mungkin menerjang sosok Aint di belakang Yuu sementara pemuda itu membatu di tempat saking terkejutnya. "Apa yang kau lakukan di sini, Aint?!" Ash menarik Yuu menjauh. Me
Saat Ash terperangkap dalam kurungan halusinasi dan kemudian berakhir tidak sadarkan diri, di saat yang sama Aint berniat melancarkan serangan terakhir yang jelas akan melumpuhkan Ash detik itu juga. Hanya saja, Yuu tidak akan membiarkannya terjadi begitu saja. "Menjauh lah darinya, Brengsek!" Tanpa rasa takut, Yuu melompat turun ke bawah lubang besar yang terbentuk dari serangan mematikan yang dilancarkan Aint ke arah Ash sebelumnya, kemudian menerjang sosok jahat tersebut bersama tekad membunuh miliknya.Mendapati gangguan yang tidak menyenangkan, Aint spontan berbalik ke arah datangnya Yuu kemudian menghindar di detik yang tidak biasa. Yuu bahkan melebarkan mata terkejut mendapati ketiadaan pria itu di titik di mana dia hendak menyerang. "Tekad membunuhmu masih terlalu lemah, Bocah Naga," celetuk Aint, sementara Yuu yang masih dilingkupi kebingungan mendongak cepat ke arah bibir lubang di mana sosok Aint duduk sembari menggoyangkan kaki. Tampak begitu santai kendati Yuu menyoroti