Home / Lainnya / Kebangkitan Sang Bayangan / Bab 1: Bayangan di Tengah Malam

Share

Kebangkitan Sang Bayangan
Kebangkitan Sang Bayangan
Author: Pyyupyy_

Bab 1: Bayangan di Tengah Malam

Author: Pyyupyy_
last update Last Updated: 2024-11-10 21:54:05

Bayangan di Tengah Malam.

Malam itu, langit kota terlihat buram, seperti terlapisi abu dan kegelapan. Di tengah suasana sunyi, Luca Ombra berdiri di balkon sebuah bangunan tua, memandang ke arah kota yang membentang di bawahnya. Ia bisa melihat lampu-lampu jalanan berkedip samar, seakan turut menyembunyikan rahasia yang selalu menjadi bagian dari hidupnya.

Luca, pewaris tunggal keluarga mafia terkenal *La Famiglia del Ombra*, selalu dikelilingi oleh kekuasaan, darah, dan ketakutan. Setiap langkah yang ia ambil, setiap keputusan yang ia buat, selalu berada di bawah bayang-bayang ayahnya, Don Alessandro, sosok yang kuat dan tidak mengenal belas kasih. Sang ayah telah membentuknya menjadi penerus dengan harapan besar dan tuntutan yang tak kenal ampun.

Sebuah suara mengganggu kesunyiannya. “Luca, waktunya,” ujar Dante, tangan kanan ayahnya yang sudah bertahun-tahun setia kepada keluarga Ombra. Wajah Dante keras, berkeriput karena usia dan pengalaman hidup di dunia kejam ini. Dia melangkah mendekat dengan tatapan penuh waspada. Dante bukan hanya pengawal, tapi juga mentor bagi Luca dalam memahami seluk-beluk dunia hitam keluarga mereka.

Luca menarik napas panjang dan melepaskannya perlahan, seperti seseorang yang menyimpan beban di dalam dirinya. Malam ini adalah pertemuan rahasia antara keluarga mereka dan rival lama, keluarga Rosso. Konflik di antara mereka telah berlangsung selama puluhan tahun, saling berebut wilayah dan kekuasaan. Luca selalu mendengar cerita dari ayahnya tentang pengkhianatan, penipuan, dan pertempuran yang tak terhitung jumlahnya. Namun, ini adalah pertama kalinya ia terlibat langsung sebagai perwakilan keluarga.

Ketika mereka tiba di lokasi pertemuan—sebuah gudang kosong di tepi kota—Luca bisa merasakan ketegangan di udara. Perwakilan dari keluarga Rosso sudah menunggu di dalam. Kepala keluarga Rosso, Vittorio, berdiri di depan, dengan tatapan dingin menusuk seperti biasa. Vittorio adalah pria paruh baya dengan wajah keras dan mata yang menyimpan kebencian mendalam terhadap keluarga Ombra.

"Don Alessandro terlalu takut untuk datang sendiri, ya?" ejek Vittorio dengan senyum sinis begitu melihat Luca.

Luca tak menunjukkan ekspresi apa pun. Ia telah dilatih untuk tetap tenang di situasi seperti ini. "Ayahku percaya aku bisa menyelesaikan urusan ini," jawab Luca dingin.

Pembicaraan itu terus berlanjut dengan ketegangan yang meningkat. Mereka berdebat tentang perbatasan wilayah, tentang aliran bisnis yang tumpang tindih, dan bagaimana setiap langkah mereka diawasi ketat oleh pihak berwenang. Namun, Luca menyadari satu hal yang tidak biasa. Vittorio terus memerhatikan gerak-geriknya dengan cermat, seolah mencoba mengukur kelemahan dalam diri Luca.

Saat perdebatan semakin panas, sebuah suara tembakan tiba-tiba terdengar di kejauhan. Semua orang di ruangan itu terdiam, dan Luca segera menyadari bahwa ini bukan sekadar pertemuan damai. Seperti seekor serigala yang terperangkap, ia memahami bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Orang-orang dari keluarga Rosso langsung merapat ke Vittorio, sementara Dante bergerak mendekat, melindungi Luca.

“Apa ini bagian dari rencana busuk kalian?” tanya Luca, matanya menatap Vittorio dengan tatapan tajam.

Vittorio hanya tersenyum licik, seolah menikmati ketidakpastian yang ia ciptakan. "Di dunia ini, kepercayaan itu hanya mitos, Luca," jawabnya dingin.

Di tengah kekacauan yang mulai terjadi, Luca mengambil keputusan cepat. Ia dan Dante melarikan diri dari tempat itu, sementara suara tembakan bergema di seluruh gudang. Dalam kegelapan malam, Luca merasakan darahnya berdesir—perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ini adalah ujian pertama bagi dirinya, sebuah pertempuran yang akan menentukan apakah ia benar-benar mampu memegang kendali atas kekuasaan yang diwariskan padanya.

Ketika mereka akhirnya mencapai tempat aman, Dante menepuk bahunya. "Ini baru permulaan, anak muda. Kau harus siap menghadapi lebih dari ini," kata Dante dengan suara tegas.

Luca menatap Dante, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan ketakutan bercampur tekad. Takdirnya telah tertulis, tapi di antara rasa takut dan ambisi, dia harus memilih jalannya sendiri. Bab ini bukan sekadar permulaan sebuah kisah, tapi perjalanan seorang pewaris yang mencoba menemukan jati dirinya di tengah bayangan yang selalu mengikutinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 55: Perang Dimulai

    Berlin menjadi saksi bisu ketegangan yang tak terlihat di balik gemerlapnya lampu-lampu kota. Setelah berhasil menyusup ke markas Bayangan Kedua, Luca, Elena, dan Marco tahu mereka tidak bisa berlama-lama di kota ini. Informasi yang mereka bawa terlalu penting untuk disimpan terlalu lama tanpa tindakan. Namun, pergerakan mereka kini diikuti, dan waktu untuk bersembunyi sudah hampir habis. Di apartemen kecil yang mereka sewa, Elena memimpin analisis mendalam terhadap data yang mereka curi. Peta digital, pesan-pesan terenkripsi, dan dokumen keuangan menjadi bahan utama mereka. Semua bukti itu menunjukkan bahwa Bayangan Kedua sedang mempersiapkan sebuah operasi besar, yang disebut “Proyek Valhalla.” “Elena, apa sebenarnya proyek ini?” tanya Marco, duduk di sofa dengan pistol di pangkuannya. Elena mengerutkan kening sambil mengetik cepat di laptopnya. “Proyek Valhalla tampaknya adalah serangkaian serangan terkoordinasi di berbagai negara. Mereka menarget

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 54: Jejak di Berlin

    Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju s

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 53: Pertarungan yang Tak Terhindarkan

    Suara kendaraan yang mendekat membuat suasana di pondok semakin tegang. Marco berdiri di ambang pintu, mencoba mengintip dari celah kecil. Di kejauhan, lampu sorot kendaraan terlihat menembus kegelapan hutan. “Mereka sudah sampai,” bisik Marco. Elena segera mengambil posisi di samping jendela, senjata di tangan. Luca memeriksa Krylov yang tetap terikat di kursinya, wajahnya masih dengan senyuman mengejek. “Apakah kau memberitahu mereka lokasimu?” tanya Luca dingin. Krylov mengangkat bahu. “Mungkin saja. Kau tahu, Bayangan Kedua punya cara mereka sendiri.” “Bungkam dia,” kata Elena tajam. Luca memutuskan untuk menyumpal mulut Krylov dengan kain, memastikan dia tidak bisa berteriak atau memberi isyarat apa pun. “Marco, berapa banyak?” tanya Luca sambil memeriksa senjatanya. “Dua mobil, setidaknya delapan orang,” jawab Marco sambil melangkah mundur dari pintu.

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 54: Jejak di Berlin

    Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju sebuah hostel sederha

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 52: Jaring Perangkap

    Setelah perjalanan panjang, Luca, Elena, dan Marco akhirnya tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan, tempat perlindungan yang sebelumnya mereka gunakan sebagai markas darurat. Pondok itu sederhana, dengan dinding kayu yang mulai lapuk dan jendela kecil yang hampir tidak memberikan cahaya. Namun, di dalamnya terdapat persediaan yang cukup untuk bertahan beberapa hari. Krylov, yang tangannya masih terikat, diseret masuk oleh Marco. Pria itu tetap tersenyum seperti biasanya, meskipun keadaannya sekarang jauh dari menyenangkan. “Tempat ini cukup terpencil. Kita aman untuk sementara,” kata Marco sambil mengunci pintu belakang. “Kita harus bergerak cepat,” ujar Elena sambil memeriksa senjatanya. “Bayangan Kedua tidak akan menyerah sampai mereka mendapatkan Krylov kembali.” Luca mengangguk setuju. “Kita harus memanfaatkan waktu ini untuk menggali informasi sebanyak mungkin darinya.” ### **Interogasi Dimulai** Krylov didu

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 51: Jejak Bayangan yang Memudar

    Kendaraan melaju kencang melewati jalan-jalan sepi di luar Praha. Di dalamnya, suasana penuh ketegangan. Luca duduk di kursi depan, tangannya erat menggenggam setir. Di belakang, Elena dan Marco duduk berjaga dengan senjata di tangan, sementara Krylov yang terborgol tersenyum sinis, seolah tidak gentar sedikit pun meski dia sudah menjadi tawanan mereka. “Kita ke mana sekarang?” tanya Elena, memecah keheningan. “Markas sementara di luar kota,” jawab Luca sambil tetap fokus pada jalan. “Kita tidak bisa menuju pangkalan utama. Mereka mungkin sudah memantau semua jalur ke sana.” Marco menatap Krylov dengan tajam. “Pria ini pasti punya lebih banyak trik. Jangan sampai kita lengah.” Krylov tertawa kecil. “Ah, kalian terlalu berlebihan. Aku hanya seorang pria tua yang kalah dalam pertarungan, bukan?” “Kalah?” Elena mendekatkan wajahnya ke Krylov. “Jangan terlalu percaya diri. Kita sudah menghancurkan sebagian besar jaringanmu. Kau buka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status