Home / Lainnya / Kebangkitan Sang Bayangan / Bab 2: Luka yang Terpendam

Share

Bab 2: Luka yang Terpendam

Author: Pyyupyy_
last update Last Updated: 2024-11-10 21:55:36

Beberapa hari setelah insiden di gudang, Luca masih merasakan ketegangan yang sama. Dia duduk di ruang kerjanya yang besar, dikelilingi dinding penuh rak buku tua dan artefak yang menunjukkan sejarah panjang keluarga Ombra. Setiap barang di ruangan itu memiliki cerita, sama seperti setiap bekas luka yang ia lihat di tubuh Dante—bekas luka yang menandai setiap pertempuran yang dilalui oleh keluarga mereka.

Pikirannya melayang kembali ke kejadian di gudang. Luca menyadari bahwa dalam dunia yang diwariskan padanya, kepercayaan adalah mata uang yang paling mahal. Namun, semakin lama ia mendalami dunia ini, semakin besar pula keraguan yang timbul di hatinya. Ia tahu bahwa hidupnya akan selalu berada di bawah bayang-bayang ayahnya, namun sampai kapan ia bisa terus menerima kenyataan itu tanpa menentangnya?

Pintu ruang kerja terbuka, dan masuklah Isabella, adiknya. Isabella berbeda dari Luca. Meskipun lahir dalam keluarga yang sama, Isabella cenderung menolak gaya hidup mafia yang keras. Dia memilih menjalani hidupnya di luar pengaruh keluarga, meskipun ayah mereka tidak menyetujui pilihannya. Isabella adalah sosok yang tenang, penuh perhatian, dan bagi Luca, satu-satunya orang yang ia percayai sepenuhnya.

"Luca, kau terlihat lelah," kata Isabella sambil duduk di kursi di depan meja kerjanya.

Luca tersenyum tipis. "Tanggung jawab ini tidak semudah yang kubayangkan."

Isabella menatapnya dengan tatapan simpati. "Mengambil alih dunia ini memang bukan hal yang mudah. Tapi, kau harus ingat, Luca, kau masih punya pilihan."

Luca memandangi adiknya dengan ragu. "Pilihan apa yang kupunya, Isabella? Dunia ini adalah warisan ayah kita. Aku tidak bisa begitu saja meninggalkannya. Keluarga ini membutuhkan pemimpin, dan ayah sudah menetapkanku sebagai penerusnya."

Isabella menghela napas, lalu mengambil tangan Luca. "Aku tahu kau merasa terjebak. Tapi tidak ada yang bisa memaksamu menjadi seseorang yang kau tidak inginkan. Kau selalu bisa mencari jalanmu sendiri, meski itu berarti melawan ayah."

Namun, sebelum Luca bisa merespons, Dante muncul di ambang pintu. "Luca, Don Alessandro ingin berbicara denganmu. Sekarang."

Wajah Luca seketika berubah tegang. Sang ayah jarang memanggilnya secara langsung, dan ketika ia melakukannya, itu biasanya berarti ada sesuatu yang penting. Dengan sedikit ragu, ia mengikuti Dante keluar ruangan, meninggalkan Isabella yang menatapnya dengan perasaan was-was.

Setibanya di ruangan sang ayah, Luca melihat sosok Don Alessandro berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan di belakang punggungnya. Dengan tubuh tegap dan aura yang dingin, Alessandro adalah sosok yang menguasai dengan tegas, pria yang lebih sering dihormati karena ketakutan daripada kasih sayang. Luca tahu, apa pun yang dikatakan ayahnya malam ini, itu pasti berhubungan dengan kejadian di gudang.

“Kau sudah mendengar tentang pertemuan di gudang, Luca?” tanya Alessandro tanpa berbalik.

“Ya, Ayah. Itu bukan sekadar pertemuan biasa,” jawab Luca hati-hati.

Alessandro mengangguk, masih memandang ke arah luar. “Keluarga Rosso sudah terlalu lama bertahan. Mereka seperti penyakit yang enggan hilang. Dan aku tahu, satu-satunya cara untuk mengakhiri semua ini adalah dengan menghancurkan mereka.”

Luca merasakan hatinya berdebar. "Apakah itu berarti kita akan melakukan serangan balasan?"

Sang ayah berbalik, menatap Luca dengan tajam. "Kau benar. Ini waktunya kita menunjukkan kekuatan keluarga Ombra. Dan kau, Luca, akan memimpin serangan ini."

Perasaan Luca campur aduk. Bagian dari dirinya merasa bangga dipercaya untuk menjalankan misi ini, tapi bagian lain merasa ada sesuatu yang salah. Ini bukan lagi sekadar konflik untuk mempertahankan wilayah; ini tentang menghancurkan kehidupan orang lain, sesuatu yang membuatnya merasa semakin jauh dari siapa dirinya yang sebenarnya.

Alessandro berjalan mendekat dan menepuk pundak Luca. "Inilah jalan hidup kita, nak. Kau harus membuktikan bahwa kau siap menjadi penerusku. Dunia ini hanya menghargai mereka yang kuat. Tunjukkan pada mereka bahwa kau adalah pewaris sejati keluarga Ombra."

Luca mengangguk patuh, meskipun dalam hatinya berkecamuk. Setelah sang ayah pergi, Luca berdiri di ruangan itu sendirian. Ia menyadari bahwa hidupnya berada di persimpangan jalan. Apakah ia akan melanjutkan jejak ayahnya sebagai pemimpin yang tak kenal ampun, atau berusaha mencari jalannya sendiri, jalan yang tidak lagi terikat pada dunia gelap keluarga Ombra?

Namun, sebelum ia menemukan jawabannya, kabar buruk lain datang kepadanya. Isabella ditemukan terluka parah di luar kediaman mereka, menjadi korban dari serangan misterius. Luca berlari keluar dan menemukannya, darah membasahi baju adiknya.

"Isabella!" panggilnya dengan panik.

Isabella menatapnya dengan tatapan lemah, tetapi dia berusaha tersenyum. "Luca… hati-hati. Mereka… mereka tidak akan berhenti," bisiknya.

Di tengah hujan yang turun deras, Luca merasakan amarah yang membara di dalam dirinya. Luka Isabella adalah pesan, sebuah peringatan bahwa dunia ini memang tidak mengenal belas kasih. Dalam detik itu, semua keraguannya menguap. Ia tahu apa yang harus ia lakukan.

Malam itu, Luca Ombra berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan membalas dendam pada mereka yang berani menyakiti keluarganya. Dunia mafia telah membuka luka terdalamnya, dan kini, ia siap untuk bertarung tanpa ragu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 55: Perang Dimulai

    Berlin menjadi saksi bisu ketegangan yang tak terlihat di balik gemerlapnya lampu-lampu kota. Setelah berhasil menyusup ke markas Bayangan Kedua, Luca, Elena, dan Marco tahu mereka tidak bisa berlama-lama di kota ini. Informasi yang mereka bawa terlalu penting untuk disimpan terlalu lama tanpa tindakan. Namun, pergerakan mereka kini diikuti, dan waktu untuk bersembunyi sudah hampir habis. Di apartemen kecil yang mereka sewa, Elena memimpin analisis mendalam terhadap data yang mereka curi. Peta digital, pesan-pesan terenkripsi, dan dokumen keuangan menjadi bahan utama mereka. Semua bukti itu menunjukkan bahwa Bayangan Kedua sedang mempersiapkan sebuah operasi besar, yang disebut “Proyek Valhalla.” “Elena, apa sebenarnya proyek ini?” tanya Marco, duduk di sofa dengan pistol di pangkuannya. Elena mengerutkan kening sambil mengetik cepat di laptopnya. “Proyek Valhalla tampaknya adalah serangkaian serangan terkoordinasi di berbagai negara. Mereka menarget

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 54: Jejak di Berlin

    Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju s

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 53: Pertarungan yang Tak Terhindarkan

    Suara kendaraan yang mendekat membuat suasana di pondok semakin tegang. Marco berdiri di ambang pintu, mencoba mengintip dari celah kecil. Di kejauhan, lampu sorot kendaraan terlihat menembus kegelapan hutan. “Mereka sudah sampai,” bisik Marco. Elena segera mengambil posisi di samping jendela, senjata di tangan. Luca memeriksa Krylov yang tetap terikat di kursinya, wajahnya masih dengan senyuman mengejek. “Apakah kau memberitahu mereka lokasimu?” tanya Luca dingin. Krylov mengangkat bahu. “Mungkin saja. Kau tahu, Bayangan Kedua punya cara mereka sendiri.” “Bungkam dia,” kata Elena tajam. Luca memutuskan untuk menyumpal mulut Krylov dengan kain, memastikan dia tidak bisa berteriak atau memberi isyarat apa pun. “Marco, berapa banyak?” tanya Luca sambil memeriksa senjatanya. “Dua mobil, setidaknya delapan orang,” jawab Marco sambil melangkah mundur dari pintu.

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 54: Jejak di Berlin

    Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju sebuah hostel sederha

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 52: Jaring Perangkap

    Setelah perjalanan panjang, Luca, Elena, dan Marco akhirnya tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan, tempat perlindungan yang sebelumnya mereka gunakan sebagai markas darurat. Pondok itu sederhana, dengan dinding kayu yang mulai lapuk dan jendela kecil yang hampir tidak memberikan cahaya. Namun, di dalamnya terdapat persediaan yang cukup untuk bertahan beberapa hari. Krylov, yang tangannya masih terikat, diseret masuk oleh Marco. Pria itu tetap tersenyum seperti biasanya, meskipun keadaannya sekarang jauh dari menyenangkan. “Tempat ini cukup terpencil. Kita aman untuk sementara,” kata Marco sambil mengunci pintu belakang. “Kita harus bergerak cepat,” ujar Elena sambil memeriksa senjatanya. “Bayangan Kedua tidak akan menyerah sampai mereka mendapatkan Krylov kembali.” Luca mengangguk setuju. “Kita harus memanfaatkan waktu ini untuk menggali informasi sebanyak mungkin darinya.” ### **Interogasi Dimulai** Krylov didu

  • Kebangkitan Sang Bayangan   Bab 51: Jejak Bayangan yang Memudar

    Kendaraan melaju kencang melewati jalan-jalan sepi di luar Praha. Di dalamnya, suasana penuh ketegangan. Luca duduk di kursi depan, tangannya erat menggenggam setir. Di belakang, Elena dan Marco duduk berjaga dengan senjata di tangan, sementara Krylov yang terborgol tersenyum sinis, seolah tidak gentar sedikit pun meski dia sudah menjadi tawanan mereka. “Kita ke mana sekarang?” tanya Elena, memecah keheningan. “Markas sementara di luar kota,” jawab Luca sambil tetap fokus pada jalan. “Kita tidak bisa menuju pangkalan utama. Mereka mungkin sudah memantau semua jalur ke sana.” Marco menatap Krylov dengan tajam. “Pria ini pasti punya lebih banyak trik. Jangan sampai kita lengah.” Krylov tertawa kecil. “Ah, kalian terlalu berlebihan. Aku hanya seorang pria tua yang kalah dalam pertarungan, bukan?” “Kalah?” Elena mendekatkan wajahnya ke Krylov. “Jangan terlalu percaya diri. Kita sudah menghancurkan sebagian besar jaringanmu. Kau buka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status