Home / Fantasi / Kebangkitan Sang Putri Terbuang / Bab 2 Tubuh lemah,jiwa membara..

Share

Bab 2 Tubuh lemah,jiwa membara..

Author: Lilis
last update Last Updated: 2025-08-07 18:37:00

Langit-langit reyot dari atap kayu menjadi hal pertama yang dilihat Lin Yue saat matanya perlahan terbuka. Helaan napas berat lolos dari bibirnya. Tubuhnya terasa seperti ditindih batu besar. Ia mencoba bangkit, namun sekujur tubuhnya menjerit kesakitan.

“Ahh…!” erangnya tertahan.

Dengan susah payah, ia melirik tangan kirinya. Kurus. Pucat. Seperti tulang dibalut kulit. Dadanya sesak, napasnya berat. Ia bahkan merasa jantungnya berdetak lambat.

‘Ini… tubuh siapa?’ pikirnya.

Ia menggerakkan kepala, melihat sekeliling. Sebuah rumah kecil dari kayu tua, lembap dan reyot. Bau tanah basah menyeruak ke hidungnya. Angin menyusup masuk lewat celah dinding, membuat tubuhnya menggigil.

Lalu ingatannya perlahan kembali—suara misterius di ruang kosong.

Ia telah menyetujui pertukaran jiwa.

Ia... kini bukan Lin Yue si mafia. Ia berada dalam tubuh seorang gadis bangsawan yang disiksa keluarganya sendiri.

"Balaskan dendamnya," suara itu menggema dalam kepalanya. Lin Yue menyeringai tipis.

"Akan kubuat mereka berlutut di hadapanku... dan memohon ampun," bisiknya dalam hati.

Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari luar. Pintu kayu terbuka cepat, dan seorang gadis muda berpakaian sederhana masuk dengan wajah panik.

“Putri!” teriaknya, matanya langsung berkaca-kaca. “Putri bangun! Syukurlah… Nubi takut putri tidak akan pernah bangun lagi…”

Tanpa menunggu jawaban, gadis itu berlari dan memeluk tubuh Lin Yue yang lemah.

“Maafkan Nubi... Nubi terlalu senang... Nubi… tidak tahu harus bagaimana…” isaknya sambil mengelap air mata dengan lengan bajunya yang lusuh.

Lin Yue terdiam. Matanya menatap gadis muda itu tajam. Meski tubuh ini terasa asing, namun perasaan hangat yang samar menyentuh hatinya saat melihat air mata si gadis.

“Siapa kamu?” tanya Lin Yue lemah.

Gadis itu tampak kaget. “P-putri… apa putri tidak ingat Nubi?”

Lin Yue menggeleng perlahan. “Aku tidak tahu siapa kamu… atau siapa aku…”

Gadis itu terdiam sesaat, lalu berlutut dengan air mata yang mengalir lagi.

“Putri… nama Nubi Qingyan. Nubi pelayan pribadi putri sejak kecil…” ucapnya lirih.

“Qingyan….” Lin Yue mengulang pelan. “Kau tahu siapa aku sebenarnya?”

Qingyan mengangguk cepat, lalu menuangkan air dari kendi dan membantu Lin Yue minum. Setelah itu, ia mulai bercerita dengan suara bergetar.

“Putri adalah anak dari Permaisuri terdahulu. Ibu putri meninggal saat melahirkan putri, dan sejak saat itu, Yang Mulia Kaisar membenci putri. Beliau menganggap putri sebagai pembawa sial.”

Lin Yue menyimak dengan napas berat.

“Keadaan memburuk ketika Kaisar mengangkat seorang selir menjadi Selir Agung. Selir itu kejam, licik, dan penuh siasat. Ia menguasai istana dalam sekejap, menghasut Kaisar agar membenci putri lebih dalam…”

Qingyan mengusap matanya, lalu melanjutkan dengan suara tercekat.

“Putri selalu disiksa. Pelayan-pelayan mematuhi perintah Selir Agung dan memperlakukan putri seperti budak. Bahkan putri pernah dihukum cambuk hanya karena menjatuhkan cawan teh…”

Wajah Lin Yue mengeras. Amarah yang dalam mulai tumbuh.

“Puncaknya… putri dituduh mendorong putra Selir Agung ke kolam. Padahal itu bohong… Tapi Kaisar tidak peduli. Putri langsung dihukum… diasingkan ke hutan terlarang ini.”

Lin Yue mengepal tangan lemah itu. “Dan racun?”

Qingyan menunduk. “Racun itu… dimasukkan dalam makanan putri selama berbulan-bulan. Sekarang racun itu menggerogoti tubuh putri perlahan… membuat tubuh kurus, lemah, dan tak berdaya…”

Lin Yue menghela napas. Ia bisa merasakan racun itu memang benar masih bersarang. Setiap detik, tubuhnya terasa seperti terbakar dari dalam.

“Jadi aku di sini… karena difitnah?” gumamnya.

Qingyan mengangguk, matanya sembab. “Bukan hanya difitnah… Putri dicap tidak berguna. Karena di dunia ini, setiap anak bangsawan seharusnya sudah memiliki kekuatan spiritual sejak umur tujuh tahun. Tapi putri tidak punya apa pun… bahkan sampai hari ini.”

“Kekuatan spiritual?” tanya Lin Yue dengan alis berkerut.

“Iya, putri… kemampuan mengendalikan elemen. Api, air, tanah, petir… Semua orang memilikinya. Tapi… putri Lin Yuexi… tidak.”

Lin Yue termenung. Dunia ini... benar-benar berbeda dari yang ia kenal. Tapi satu hal yang tidak berubah: dunia ini kejam terhadap orang lemah.

Namun ia bukan gadis lemah itu. Bukan lagi.

Ia adalah Lin Yue, dan kini ia yang mengendalikan tubuh ini.

Saat itu, suara keras terdengar dari luar pondok.

Qingyan langsung menegang.

“Tidak mungkin…” bisiknya.

Lin Yue menatap tajam ke arah pintu.

Seseorang datang.

Dan ia bisa merasakan... niat membunuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 192

    Dari balik pepohonan, muncul sosok raksasa bertanduk patah. Simbol merah di tubuhnya berdenyut seperti bara, dan setiap napasnya membuat udara terasa panas. Qingyan langsung menegang. “...Itu Penjaga Level Dua. Tidak seharusnya ada di sini.” Lin Yue mengangkat pedangnya, menatap makhluk itu tanpa gentar. “Kalau begitu… sepertinya kita masuk ke masalah yang jauh lebih besar.” Makhluk itu maju selangkah—tanah bergetar, daun beterbangan, dan dua pohon di belakangnya roboh begitu saja. Keheningan singkat tercipta. Satu hal jelas: Kemunculan Penjaga Level Dua di area Level Satu berarti ada sesuatu yang benar-benar tidak beres dalam ujian ini. Penjaga itu menggeram. Suaranya seperti batu runtuh. Dalam sekejap— DUAR! Lengannya yang besar menghantam udara. Serangan itu lewat hanya beberapa inci dari kepala Lin Yue,hanya angin nya saja membuat kulitnya sakit apalagi jika terkena pukulan penuh darinya. Qingyan melompat ke depan, trisula berputar membentuk pusaran api ti

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 191

    Kabut pagi itu terasa berbeda. Lebih tebal, lebih berat… seolah udara sendiri menolak untuk dihirup. Lin Yue berdiri di tepi perkemahan, jubahnya berkibar pelan diterpa angin dingin dari arah utara. Di kejauhan, langit tampak bergetar—sebuah pusaran cahaya perak muncul di atas hutan, memantulkan kilatan halus seperti serpihan kaca. “Qingyan…” bisiknya. Qingyan sudah berdiri di sampingnya, mata birunya memantulkan kilau dari pusaran itu. “Tandanya muncul.” Beberapa anggota kelompok lain juga mulai keluar dari tenda mereka, menatap langit dengan wajah tegang. Suara berat dan bergema terdengar di udara, seperti datang dari segala arah sekaligus: > “Mereka yang masih hidup hingga kini… bersiaplah melangkah ke Level Lima.” “Di Hutan Jiwa Purba, yang akan kalian hadapi bukan iblis, bukan manusia, tapi jiwa kalian sendiri.” Suara itu lenyap, digantikan oleh gemuruh rendah. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, pepohonan menjulang mulai memendarkan cahaya samar kehijauan. Kabut beruba

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 190

    Beberapa hari berikutnya, mereka memulihkan tenaga sepenuhnya. Mo Ruochen memperbaiki formasi pelindung, Rong Xue dan Yan Lu’er berburu makanan ringan, sementara Feng Qirui dan Han Li mengawasi area sekitar. Suasana perlahan kembali normal, meski sisa aura pertempuran masih terasa di udara. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Pagi berikutnya, saat mereka melangkah lebih dalam ke hutan, pepohonan berubah semakin besar dan gelap. Cahaya matahari hampir tak mampu menembus dedaunan tebal di atas kepala mereka. Suara-suara langkah berat dan bisikan samar terdengar di antara kabut. “Berhenti,” bisik Rong Xue tajam. “Ada orang.” Tak lama, dari balik kabut muncul sekelompok orang lain—jumlah mereka sekitar sepuluh, mengenakan jubah berbeda dengan. Mereka tampak sama lelahnya, tapi mata mereka penuh kewaspadaan. Feng Qirui mengerutkan kening. “Kelompok lain dari perguruan kita…” gumamnya pelan. Salah satu dari mereka, pria bertubuh tinggi dengan rambut perak, melangkah maju sam

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 189

    Lembah itu sunyi. Kabut hitam perlahan memudar, meninggalkan bekas kehancuran yang membentang sejauh mata memandang. Pohon-pohon tumbang, tanah retak seperti jaring laba-laba, dan udara masih berbau darah serta abu iblis. Di tengahnya, tubuh-tubuh para pemburu iblis tergeletak tak berdaya. Rong Xue pingsan di atas pecahan es miliknya sendiri, bibirnya membiru. Wei Jun terkapar dengan dua pedang masih tergenggam erat, dadanya naik turun lemah. Han Li bersandar di batu besar, tombaknya patah jadi dua. Su Feiyan terkulai dengan tangan penuh luka bakar akibat percikan racun balik. Chen Yuhao, Mo Ruochen, Feng Qirui, Bai Lian, Yan Lu’er… semuanya jatuh, bahkan napas mereka nyaris tak terdengar. Dan di pusat medan itu, Lin Yue berdiri bersandar pada pedangnya yang masih menancap di tanah. Darah menetes dari pelipisnya, wajahnya pucat seolah kehilangan seluruh Qi di tubuhnya. Ia mencoba melangkah, namun lututnya goyah — dan akhirnya tubuhnya jatuh, perlahan, menimbulkan suara lembu

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 188

    Ledakan demi ledakan mengguncang lembah. Petir, api, es, dan racun bertabrakan dengan aura hitam Ravan — tapi tak ada yang mampu menembus pertahanannya. Rantai iblis itu berputar liar, menebas udara seperti cambuk dari neraka. Setiap kali diserang, luka di tubuhnya menutup kembali, dan energi kegelapan justru bertambah kuat. “Dia menyerap Qi dari kita!” teriak Bai Lian dari belakang, wajahnya pucat. “Setiap kali kita menyerang, dia tumbuh semakin kuat!” “Teruskan!” Lin Yue berteriak, pedangnya menyala putih keperakan. “Jangan beri dia waktu mengisi kembali kekuatannya!” Rong Xue menurunkan dinding es baru, tapi rantai Ravan menghancurkannya dalam sekali tebas. Es itu meledak menjadi serpihan tajam yang melukai wajahnya. Han Li mencoba menahan rantai berikutnya dengan tombaknya, namun kekuatan benturannya membuat tulangnya retak. Ia terpental jauh, menabrak pohon besar. “Han Li!” teriak Su Feiyan, berlari menolongnya, tapi Ravan sudah menembakkan semburan Qi hitam yang membuat

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 187

    Kabut malam menelan cahaya bulan. Suara rantai Ravan menyeret tanah, bergema menakutkan di antara pepohonan. Lin Yue menatap makhluk itu dengan mata tajam, lalu berbalik pada kelompoknya yang berjumlah sepuluh orang. Udara terasa berat, napas mereka membentuk uap dingin. “Dengar baik-baik,” suara Lin Yue bergema tenang namun tegas. “Makhluk itu tidak mengincar kita—tujuannya Qingyan. Dia bisa mencium darah sucinya. Jika Ravan berhasil mendapatkannya, dunia ini akan tenggelam dalam kegelapan.” Semua mata langsung tertuju pada Qingyan. Gadis itu menunduk sedikit, api biru samar menari di telapak tangannya, wajahnya muram. Lin Yue mengangkat pedangnya, cahaya Qi putih bergetar di ujung bilahnya. “Mulai saat ini, Qingyan berada di bawah perlindungan penuh. Rong Xue, Han Li, kalian dua di sisi kiri dan kanan, bentuk perisai es dan pertahanan Qi. Jangan biarkan satu serangan pun menembus barisan.” Rong Xue mengetuk tanah dengan telapak tangan, membuat dinding es membentuk setengah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status