Share

Bab 7

Author: Lilis
last update Last Updated: 2025-08-07 19:07:51

Di dalam kamar kayu kecil yang hangat, aroma dupa ringan mengambang di udara. Lin Yue duduk bersila di atas kasur tipis, sementara Fenghuang—dalam wujud burung api mungil—bertengger di sisi jendela yang terbuka. Angin lembut menyapu rambut panjang Lin Yue yang terurai.

"Fenghuang," ucap Lin Yue pelan, matanya menerawang ke langit yang mulai menggelap. "Dunia ini terlalu asing untukku. Bisakah kau menjelaskannya padaku... dari awal?"

Fenghuang menatapnya, mata kecilnya bersinar kebijaksanaan. Ia mengangguk pelan, lalu terbang turun dan berubah menjadi sosok perempuan berjubah merah menyala, dengan cahaya samar yang mengelilingi tubuhnya.

"Aku tahu sejak awal bahwa kau bukan berasal dari dunia ini," ucapnya lembut. "Dengarkan baik-baik. Dunia ini dihuni bukan hanya oleh manusia yang bisa mengendalikan unsur, tapi juga oleh makhluk-makhluk kuat—seperti hewan iblis, hewan roh, dan hewan roh kuno."

Lin Yue mengernyit. "Apa perbedaan mereka?"

"Hewan roh bisa dikontrak oleh para kultivator. Mereka banyak jumlahnya dan menjadi mitra pertarungan," jelas Fenghuang. "Namun, hewan roh kuno—sepertiku—langka. Kami mewarisi kekuatan suci dari para dewa. Tak semua orang mampu berkontrak dengan kami."

Lin Yue memandang Fenghuang dengan penasaran. "Kalau begitu... kenapa aku bisa menjalin kontrak denganmu?"

Fenghuang tersenyum tipis. "Mungkin... kau hanya beruntung. Atau... mungkin takdir memang membawamu ke sini."

"Jadi... apakah aku bisa menggunakan kekuatan juga?"

"Teorinya, bisa," kata Fenghuang. "Tapi dantianmu tersegel. Kau tidak bisa mengakses kekuatan mana pun hingga segel itu dibuka—dan hanya kekuatan di atas penyegelnya yang bisa melakukannya."

Semangat Lin Yue menyala. "Lalu... kalau segelnya terbuka, aku akan bisa menggunakan kekuatanku sepenuhnya?"

"Benar. Tapi tubuhmu masih rapuh. Racun ganas yang dulu bersarang terlalu lama telah melemahkan organ dalammu. Walau kita sudah menemukan penawarnya, kau harus membangun kekuatan tubuhmu perlahan. Jangan terburu-buru."

Lin Yue mengangguk perlahan, menggenggam tangannya sendiri. “Tubuh ini… rusak karena mereka. Tapi aku akan pulih. Aku bersumpah… akan membalas semua perlakuan itu.”

---

Delapan Bulan Kemudian...

Kabut pagi menyelimuti pegunungan, Lin Yue berdiri di tengah padang rumput kecil, tubuhnya sudah jauh lebih sehat. Ia menggerakkan tangan dengan lembut, mengikuti gerakan dasar bela diri yang dia pelajari dari dunia sebelumnya.

Tubuh barunya mulai terbiasa, meski belum bisa bertarung keras. Tapi ia bisa merasakan… kekuatannya tumbuh sedikit demi sedikit.

Fenghuang sering mengawasi latihannya dari kejauhan. Sesekali ia memberi petunjuk, terkadang hanya tersenyum bangga.

---

Sepuluh Bulan Kemudian...

Kini Lin Yue mampu mengendalikan sedikit Qi dalam tubuhnya. Fenghuang pun akhirnya memutuskan untuk membantunya membuka segel dantian.

Di dalam kamar…

"Baik, duduklah bersila di sana," kata Fenghuang serius. "Kosongkan pikiranmu, fokuskan pada satu titik di dalam tubuhmu. Rasakan aliran darahmu. Tarik napas dalam... hembuskan perlahan. Biarkan Qi mengalir seperti sungai.”

Lin Yue mengikuti setiap instruksi dengan tekun.

Melihat itu, Fenghuang tersenyum dalam hati. “Gadis ini bukan hanya pintar… tapi juga punya tekad sekeras baja.”

Dengan ritual khusus, Fenghuang mulai membuka dantian Lin Yue. Cahaya merah samar menyelimuti tubuh gadis itu saat Qi mulai mengalir lebih deras dalam dirinya.

---

Beberapa Hari Kemudian...

Di halaman belakang pondok kecil, Lin Yue dan Qingyan duduk di bawah pohon plum yang mulai berbunga.

Fenghuang, kini dalam bentuk burung mungil, bertengger di atas kepala Lin Yue sambil mencicit pelan.

"Nona," kata Qingyan pelan, "Bulan depan... hukumanmu berakhir. Kita harus kembali ke istana."

Lin Yue menatap langit biru di atasnya, lalu tersenyum kecil. Tatapannya penuh api.

"Aku tahu... dan aku sudah menunggu saat itu tiba."

Dia mengepalkan tangan.

“Aku ingin melihat ekspresi mereka... saat tahu aku masih hidup.

Tapi mereka tidak tahu... aku bukan Lin Yue yang dulu.

Aku akan kembali—bukan sebagai korban, tapi sebagai ancaman yang mereka tak pernah bayangkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
ceritanya bagus kak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 192

    Dari balik pepohonan, muncul sosok raksasa bertanduk patah. Simbol merah di tubuhnya berdenyut seperti bara, dan setiap napasnya membuat udara terasa panas. Qingyan langsung menegang. “...Itu Penjaga Level Dua. Tidak seharusnya ada di sini.” Lin Yue mengangkat pedangnya, menatap makhluk itu tanpa gentar. “Kalau begitu… sepertinya kita masuk ke masalah yang jauh lebih besar.” Makhluk itu maju selangkah—tanah bergetar, daun beterbangan, dan dua pohon di belakangnya roboh begitu saja. Keheningan singkat tercipta. Satu hal jelas: Kemunculan Penjaga Level Dua di area Level Satu berarti ada sesuatu yang benar-benar tidak beres dalam ujian ini. Penjaga itu menggeram. Suaranya seperti batu runtuh. Dalam sekejap— DUAR! Lengannya yang besar menghantam udara. Serangan itu lewat hanya beberapa inci dari kepala Lin Yue,hanya angin nya saja membuat kulitnya sakit apalagi jika terkena pukulan penuh darinya. Qingyan melompat ke depan, trisula berputar membentuk pusaran api ti

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 191

    Kabut pagi itu terasa berbeda. Lebih tebal, lebih berat… seolah udara sendiri menolak untuk dihirup. Lin Yue berdiri di tepi perkemahan, jubahnya berkibar pelan diterpa angin dingin dari arah utara. Di kejauhan, langit tampak bergetar—sebuah pusaran cahaya perak muncul di atas hutan, memantulkan kilatan halus seperti serpihan kaca. “Qingyan…” bisiknya. Qingyan sudah berdiri di sampingnya, mata birunya memantulkan kilau dari pusaran itu. “Tandanya muncul.” Beberapa anggota kelompok lain juga mulai keluar dari tenda mereka, menatap langit dengan wajah tegang. Suara berat dan bergema terdengar di udara, seperti datang dari segala arah sekaligus: > “Mereka yang masih hidup hingga kini… bersiaplah melangkah ke Level Lima.” “Di Hutan Jiwa Purba, yang akan kalian hadapi bukan iblis, bukan manusia, tapi jiwa kalian sendiri.” Suara itu lenyap, digantikan oleh gemuruh rendah. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, pepohonan menjulang mulai memendarkan cahaya samar kehijauan. Kabut beruba

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 190

    Beberapa hari berikutnya, mereka memulihkan tenaga sepenuhnya. Mo Ruochen memperbaiki formasi pelindung, Rong Xue dan Yan Lu’er berburu makanan ringan, sementara Feng Qirui dan Han Li mengawasi area sekitar. Suasana perlahan kembali normal, meski sisa aura pertempuran masih terasa di udara. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Pagi berikutnya, saat mereka melangkah lebih dalam ke hutan, pepohonan berubah semakin besar dan gelap. Cahaya matahari hampir tak mampu menembus dedaunan tebal di atas kepala mereka. Suara-suara langkah berat dan bisikan samar terdengar di antara kabut. “Berhenti,” bisik Rong Xue tajam. “Ada orang.” Tak lama, dari balik kabut muncul sekelompok orang lain—jumlah mereka sekitar sepuluh, mengenakan jubah berbeda dengan. Mereka tampak sama lelahnya, tapi mata mereka penuh kewaspadaan. Feng Qirui mengerutkan kening. “Kelompok lain dari perguruan kita…” gumamnya pelan. Salah satu dari mereka, pria bertubuh tinggi dengan rambut perak, melangkah maju sam

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 189

    Lembah itu sunyi. Kabut hitam perlahan memudar, meninggalkan bekas kehancuran yang membentang sejauh mata memandang. Pohon-pohon tumbang, tanah retak seperti jaring laba-laba, dan udara masih berbau darah serta abu iblis. Di tengahnya, tubuh-tubuh para pemburu iblis tergeletak tak berdaya. Rong Xue pingsan di atas pecahan es miliknya sendiri, bibirnya membiru. Wei Jun terkapar dengan dua pedang masih tergenggam erat, dadanya naik turun lemah. Han Li bersandar di batu besar, tombaknya patah jadi dua. Su Feiyan terkulai dengan tangan penuh luka bakar akibat percikan racun balik. Chen Yuhao, Mo Ruochen, Feng Qirui, Bai Lian, Yan Lu’er… semuanya jatuh, bahkan napas mereka nyaris tak terdengar. Dan di pusat medan itu, Lin Yue berdiri bersandar pada pedangnya yang masih menancap di tanah. Darah menetes dari pelipisnya, wajahnya pucat seolah kehilangan seluruh Qi di tubuhnya. Ia mencoba melangkah, namun lututnya goyah — dan akhirnya tubuhnya jatuh, perlahan, menimbulkan suara lembu

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 188

    Ledakan demi ledakan mengguncang lembah. Petir, api, es, dan racun bertabrakan dengan aura hitam Ravan — tapi tak ada yang mampu menembus pertahanannya. Rantai iblis itu berputar liar, menebas udara seperti cambuk dari neraka. Setiap kali diserang, luka di tubuhnya menutup kembali, dan energi kegelapan justru bertambah kuat. “Dia menyerap Qi dari kita!” teriak Bai Lian dari belakang, wajahnya pucat. “Setiap kali kita menyerang, dia tumbuh semakin kuat!” “Teruskan!” Lin Yue berteriak, pedangnya menyala putih keperakan. “Jangan beri dia waktu mengisi kembali kekuatannya!” Rong Xue menurunkan dinding es baru, tapi rantai Ravan menghancurkannya dalam sekali tebas. Es itu meledak menjadi serpihan tajam yang melukai wajahnya. Han Li mencoba menahan rantai berikutnya dengan tombaknya, namun kekuatan benturannya membuat tulangnya retak. Ia terpental jauh, menabrak pohon besar. “Han Li!” teriak Su Feiyan, berlari menolongnya, tapi Ravan sudah menembakkan semburan Qi hitam yang membuat

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 187

    Kabut malam menelan cahaya bulan. Suara rantai Ravan menyeret tanah, bergema menakutkan di antara pepohonan. Lin Yue menatap makhluk itu dengan mata tajam, lalu berbalik pada kelompoknya yang berjumlah sepuluh orang. Udara terasa berat, napas mereka membentuk uap dingin. “Dengar baik-baik,” suara Lin Yue bergema tenang namun tegas. “Makhluk itu tidak mengincar kita—tujuannya Qingyan. Dia bisa mencium darah sucinya. Jika Ravan berhasil mendapatkannya, dunia ini akan tenggelam dalam kegelapan.” Semua mata langsung tertuju pada Qingyan. Gadis itu menunduk sedikit, api biru samar menari di telapak tangannya, wajahnya muram. Lin Yue mengangkat pedangnya, cahaya Qi putih bergetar di ujung bilahnya. “Mulai saat ini, Qingyan berada di bawah perlindungan penuh. Rong Xue, Han Li, kalian dua di sisi kiri dan kanan, bentuk perisai es dan pertahanan Qi. Jangan biarkan satu serangan pun menembus barisan.” Rong Xue mengetuk tanah dengan telapak tangan, membuat dinding es membentuk setengah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status