Beranda / Fantasi / Kebangkitan Sang Putri Terbuang / Bab 6_Kontrak Darah dengan Sang Phoenix

Share

Bab 6_Kontrak Darah dengan Sang Phoenix

Penulis: Lilis
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-07 19:02:33

Langkah kaki Lin Yue membawa mereka ke dalam gua yang remang dan sunyi. Hanya suara tetesan air yang memantul di dinding batu, menciptakan gema yang aneh namun menenangkan.

Matanya berbinar saat melihat air yang mengalir jatuh dari celah bebatuan membentuk sebuah air terjun kecil. Tanpa berpikir panjang, ia berlari ke arah suara itu, dan langsung berlutut untuk membersihkan luka di pundaknya. Darah mengalir, bercampur dengan air jernih yang membentuk aliran tipis.

Namun, seketika itu juga... air yang semula tenang mulai bergetar. Riak-riaknya melingkar, seperti ada kekuatan gaib yang terbangun.

Lin Yue terdiam. Ia baru saja hendak membasuh luka kembali saat tiba-tiba air memancur ke langit gua, membentuk gumpalan kabut yang melayang, berubah wujud menjadi seekor burung raksasa yang bercahaya.

Matanya membelalak. “Apa-apaan ini…?”

Burung itu mengepakkan sayapnya dengan gemulai, lalu berseru dengan suara jernih dan nyaring,

"Akhirnya... aku bebas! Bebaaaas!"

"Burung bisa... bicara?" Lin Yue ternganga, langkahnya mundur setengah.

Makhluk itu menoleh padanya, matanya menyala keemasan.

"Tuan... apakah kau tuanku?"

Lin Yue mengerutkan kening, bingung. “Aku... tidak tahu. Barusan kau bicara padaku?”

"Tentu saja. Aku adalah roh legenda—Phoenix. Kau telah mencampurkan darahmu ke dalam kolam ini, dan membangunkanku dari tidur ribuan tahun."

Lin Yue mendengus, “Menurutmu siapa lagi di sini selain aku?”

Phoenix mendekat dengan gerakan anggun. "Kau terlihat lemah... tubuhmu rapuh. Biasanya hanya kultivator kuat yang bisa membangkitkanku."

Lin Yue mengepalkan tangan di dada. "Aku memang lemah sekarang... tapi aku akan jadi lebih kuat. Suatu hari nanti, aku akan membuatmu bangga jadi peliharaanku!"

"Heh, berani juga kau. Baiklah. Karena darahmu telah memanggilku, maka kontrak telah terbentuk. Mulai sekarang, aku adalah milikmu. Namaku... Fenghuang. Tapi panggil saja Feng."

"Aku terima. Mulai sekarang kau Phoenix milikku!" ucap Lin Yue mantap, lalu berbalik pergi.

Fenghuang mengepakkan sayap, lalu mengecil—berubah menjadi seekor burung mungil berwarna emas, dan hinggap di pundaknya.

"Eh? Kau bisa berubah bentuk juga?"

"Tentu. Kalau tidak, aku bisa diburu para kultivator tamak. Sekarang ayo—keluar dari gua ini, waktunya berburu temanmu."

---

Begitu berada di luar, Lin Yue mendapati tempat mereka bertarung tadi hancur berantakan. Bekas cakar di tanah, darah mengering, dan pepohonan tumbang.

"Qingyan...!" teriaknya, napasnya tercekat.

"Siapa Qingyan itu?" tanya Feng.

"Pelayanku... temanku!" jawab Lin Yue panik. "Dia terluka parah waktu melindungiku!"

Feng terbang tinggi, lalu kembali beberapa saat kemudian.

"Ayo. Aku tahu di mana dia."

Lin Yue langsung berlari mengikuti Feng yang meluncur di langit. Setelah menembus pepohonan lebat, ia menemukan Qingyan tengah membasuh darah di tangannya di tepi sungai kecil.

"Qingyan!" Lin Yue berlari, menghampirinya.

Qingyan menoleh, senyum lemah di wajahnya. Ia melambaikan tangan, meski tubuhnya gemetar.

"Kau terluka... Tunggu di sini. Aku cari tanaman obat!" ucap Lin Yue tanpa menunggu jawaban.

Beberapa menit kemudian ia kembali dengan dedaunan dan akar. Dengan terampil, ia menumbuknya dan membalurkan ke luka Qingyan.

Qingyan tercengang.

"Nona... sejak kapan Anda tahu tanaman obat? Bukankah dulu Anda..." Ia menahan ucapannya.

Lin Yue tersenyum samar. "Banyak hal telah berubah..."

Qingyan hanya diam, tapi hatinya mulai menyadari—nona muda yang ia layani... kini bukan lagi gadis lemah yang sama.

---

Sambil membantu Qingyan bangkit, mata Qingyan terpaku pada pundak Lin Yue.

"Burung itu... kenapa dari tadi menempel terus?"

"Dia... burungku sekarang," jawab Lin Yue malas menjelaskan.

"Kurang ajar! Aku bukan burung biasa!" potong Feng dalam telepati. Sontak Lin Yue mematung.

"Eh...? Aku bisa mendengar pikiranmu?"

"Tentu. Kita terhubung sekarang. Kontrak jiwa. Mulai sekarang, kita satu."

---

Sesampainya di rumah, Lin Yue menyuruh Qingyan istirahat.

"Aku yang masak hari ini. Kau jangan banyak bergerak!"

Qingyan menghela napas. “Baiklah, Nona... tapi tolong jangan racuni aku.” Ia tersenyum lemah, lalu masuk ke kamar.

Lin Yue melirik ke arah dapur.

"Aku? Meracuni? Hmm... semoga tidak hangus..." gumamnya sambil mulai menyiapkan makanan, sementara burung kecil di pundaknya tertawa geli.

Di tempat lain, bayangan gelap tengah memperhatikan mereka dari kejauhan. Matanya merah menyala... dan senyum licik terbentuk di wajahnya.

"Akhirnya... dia muncul lagi."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 94

    Sedangkan di sisi lain, Lin Yue sedang mencari nama yang pas untuk mereka. Para budak itu tidak memiliki nama setelah dibeli oleh majikannya, jadi Lin Yue harus berpikir keras bagaimana cara memanggil mereka dengan mudah. Setelah berpikir keras, akhirnya dia memiliki satu ide, yaitu membagi mereka menjadi beberapa kelompok. Di halaman latihan yang luas, tanah berdebu bergetar oleh suara ratusan kaki yang berbaris serentak. Dua ratus lima puluh budak yang selama ini hanyalah bayangan di istana, kini berdiri tegak di hadapan Lin Yue. Mata mereka menatap ke depan, campuran antara gugup dan haus akan arah baru. Lin Yue melangkah maju. Angin sore menyingkap jubah hitamnya, memberikan wibawa yang tak bisa dipungkiri. Suaranya tegas, menembus udara yang hening. “Mulai hari ini, kalian bukan lagi budak. Kalian adalah pasukan elit Lin Yue. Kalian akan ditempa hingga baja, sampai nama kalian cukup untuk mengguncang istana dan dunia luar.” Bisikan kecil terdengar, tapi seketika terhenti ket

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 93

    Ruang emas megah bermandikan cahaya mentari yang menembus jendela-jendela tinggi. Pilar-pilar berlapis emas berkilauan, memantulkan cahaya ke seluruh ruangan, sementara permadani merah membentang di lantai, seolah menegaskan kekuasaan yang tak tergoyahkan. Di tengah ruangan, Lin Yuexi berdiri tegak di hadapan singgasana Kaisar. Punggungnya lurus, matanya menatap tajam Kaisar Lin, yang duduk dengan tenang di belakang meja marmernya. Keheningan memenuhi ruangan, hanya dipecah oleh detak jam pasir dan napas teratur Lin Yuexi. Kaisar menatapnya dengan senyum tipis yang misterius, seolah sudah mengetahui maksud kedatangannya. "Lin Yuexi," suara Kaisar memecah keheningan, lembut namun setajam pedang, "kudengar kabar tentang Pangeran Mo. Aku ingin kau memohon agar pernikahan ini dibatalkan." Lin Yuexi menarik napas dalam, namun tetap tenang. Matanya tetap dingin, penuh kendali. Ia melangkah maju, tatapannya menembus setiap pikiran Kaisar. "Memohon, Yang Mulia?" suara Lin Yuexi tenang

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 92

    Tubuh Qingyan merosot, napasnya tersengal, seolah lilin kecil yang kehabisan sumbu. Lin Yue dengan sigap meraih botol penawar, meneteskan cairan bening ke bibir pelayannya yang pucat. Namun, racun itu begitu ganas, menjalar terlalu cepat untuk dihentikan hanya dengan penawar biasa."Tidak cukup," desis Lin Yue, wajahnya memutih, namun matanya berapi-api penuh tekad. "Aku harus memaksa racun itu keluar."Ia memejamkan mata sejenak, mengumpulkan energi jiwanya. Dengan telapak tangan yang gemetar, ia menekan dada Qingyan, lalu jarum perak berkilauan menusuk titik-titik vital dengan presisi seorang ahli. Uap kehijauan merembes keluar dari pori-pori Qingyan, tipis namun mematikan. Aroma menusuknya membakar tenggorokan Lin Yue, membuat matanya berair, namun ia tak bergeming."Bertahanlah, Qingyan," bisiknya, suaranya tercekat. "Jangan berani meninggalkanku!"Tangan mungil itu bergetar hebat, namun ia terus menyalurkan energi. Tiba-tiba, tubuh Qingyan tersentak, wajahnya memerah sebelum kemb

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 91

    Di tengah hiruk pikuk pasar, aroma tanah basah bercampur dengan wangi rempah kering. Dua pedagang sayur berbisik-bisik, suara mereka nyaris tenggelam oleh tawa dan teriakan orang-orang yang menawar harga. Tangan mereka sibuk menimbang timun, namun tatapan mata tidak pernah benar-benar tertuju pada jarum timbangan. "Eh, dengar tidak?" bisik Pedagang A, matanya melirik gelisah ke sekeliling, memastikan tak ada telinga asing yang menangkap kata-katanya. "Putri Lin Yuexi… katanya akan dinikahkan dengan pangeran Mo yang katanya gila dari negeri seberang." Tangan Pedagang B yang memegang timbangan refleks terhentak. Beberapa timun menggelinding jatuh ke tanah. "Apa? Benarkah? Putri sah itu? Bukankah dia sudah lama diasingkan?" "Justru karena itu!" sahut Pedagang A cepat, suaranya merendah hingga nyaris tak terdengar. "Kaisar ingin lepas tangan. Siapa lagi yang mau dengan pangeran gila itu kalau bukan dia?" Beberapa orang yang lewat menoleh. Langkah mereka melambat, telinga menajam. Tak

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 90

    Balairung Naga Emas dipenuhi cahaya obor, namun hawa dingin menusuk membuat setiap bisikan terdengar seperti ejekan tajam. Semua tatapan tertuju pada Lin Yuexi—merendahkan, menilai, bahkan menunggu kejatuhannya. “Cukup!” Suara Kaisar Lin meledak, bergema di pilar-pilar emas. Seketika, selir dan pejabat yang tadinya berbisik menundukkan kepala. Sorot mata Kaisar tajam, tapi tak sepenuhnya berpihak. “Ingat, dia adalah darah sah dari Permaisuri Lin Yulan. Siapa pun yang berani menistakannya… berarti menistakan keluarga kerajaan.” Bisik-bisik terputus, tawa kecut hilang. Bukan pembelaan penuh, tapi cukup untuk menahan mereka dari tertawa terang-terangan. Lalu, tanpa memberi waktu, Kaisar menambahkan“Bulan depan, istana akan mengadakan pernikahan kerajaan. Putri Lin Yuexi akan dipersatukan dengan Pangeran Mo.” Sejenak hening. Kemudian balairung meledak dalam riuh rendah tawa. “Hahaha! Dengan pangeran gila itu?” “Kasihan sekali, dijodohkan dengan orang yang berbicara dengan

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab. 89

    Pagi itu, kondisi Lin Yue jauh membaik. Ramuan dari Qingyan dan perawatan Yueya berhasil meredakan luka dalamnya. Meski masih terasa perih di dada, wajahnya tidak lagi pucat. Dengan tatapan mantap, ia bangkit dari ranjang. Belum sempat ia menghela napas lega, suara kasim terdengar dari luar paviliun. "Putri Lin Yue, Yang Mulia Kaisar memanggil Anda ke aula utama." Qingyan menoleh cemas, "Nona, tubuhmu belum sepenuhnya pulih. Bagaimana jika kita menunda—" Lin Yue tersenyum tipis, sorot matanya tajam, "Aku sudah cukup kuat, dan inilah saatnya menghadapi mereka." Ia melangkah keluar. Pakaian putihnya berkilau diterpa cahaya pagi. Yueya, dalam wujud kucing putih keperakan, berjalan anggun di sampingnya, ekornya bergoyang perlahan. Aula utama dipenuhi orang. Para menteri duduk dengan wajah serius, para selir berkumpul dengan tatapan licik, sementara para pangeran dan putri kerajaan duduk angkuh di kursi mereka. Begitu Lin Yue masuk, suasana ruangan terasa berat. Tatapan iri, takut, d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status