Home / Fantasi / Kebangkitan Sang Putri Terbuang / Bab 9 Kebangkitan yang membara

Share

Bab 9 Kebangkitan yang membara

Author: Lilis
last update Last Updated: 2025-08-07 19:21:45

Lin Yue perlahan membuka matanya. Kepalanya berdenyut, tubuhnya terasa remuk redam seolah baru digilas oleh binatang buas. Ia menatap langit-langit kamarnya yang familiar—bukan hutan dingin tempat ia terakhir ingat berada.

“Apakah aku pingsan...?” batinnya, masih setengah sadar.

Suara langkah kaki terdengar dari luar. Derapnya tegas dan cepat, seperti milik seseorang yang terbiasa bergerak dalam kecemasan. Pintu terbuka, menampilkan sosok Qingyan berdiri dengan wajah datarnya yang khas. Namun kali ini, sorot matanya menyiratkan sesuatu—khawatir.

"Nona... kau sudah bangun!" serunya sambil segera menghampiri.

"Hehe... Qingyan, aku pingsan, ya? Maaf sudah bikin kamu khawatir," ucap Lin Yue, tersipu dan sedikit malu.

Qingyan menarik napas panjang. Ia menyodorkan semangkuk ramuan hitam pekat yang menguarkan aroma pahit.

"Jangan ulangi hal bodoh seperti itu lagi, Nona. Latihan boleh, tapi jangan korbankan kesehatan. Ini, minumlah agar tubuhmu cepat pulih."

Lin Yue mengambil mangkuk itu dan menenggaknya tanpa banyak pikir. Segera setelah itu, ia meringis.

"Pahit banget!" keluhnya sambil mengusap mulut.

Qingyan tertawa kecil, tapi seketika wajahnya kembali serius. “Nona, besok para pelayan istana dan prajurit akan datang menjemput kita.”

Lin Yue mendadak terdiam. Hening. Lalu ia bangkit dan menatap ke luar jendela, angin menerpa wajahnya, mengibarkan rambut hitamnya. Aura dingin perlahan menyelimuti dirinya.

"Jadi... sudah saatnya kembali ke kandang singa," gumamnya pelan, namun penuh tekanan.

Qingyan menegang. Untuk pertama kalinya, ia bisa merasakan aura membunuh dari Lin Yue. Sesuatu telah berubah.

"Namun kali ini..." Lin Yue menoleh, tatapannya tajam. "Kita akan menunjukkan siapa yang sebenarnya pantas ditakuti."

---

Sore harinya, Qingyan duduk termenung di beranda. Matanya kosong menatap langit, pikirannya berkecamuk. Lin Yue menghampirinya dengan pelan.

"Qingyan... kau kenapa?" tanya Lin Yue lembut.

Qingyan menggeleng pelan. "Aku hanya merasa... waktu berlalu terlalu cepat. Rasanya baru kemarin kita tiba di hutan ini, dan sekarang kita harus kembali ke istana."

"Kau takut?"

Qingyan diam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Aku takut tak bisa melindungi Nona lagi... Aku tak bisa lupa saat mereka mencambukmu di depan umum, dan semua hanya diam. Kaisar bahkan memalingkan muka..."

Lin Yue menunduk, suaranya nyaris berbisik. "Begitu kejam mereka memperlakukanku..."

"Bahkan pelayan-pelayan memandangmu rendah. Kita hanya diberi makanan basi. Bertahun-tahun diasingkan, dan tak ada satu pun yang menjenguk..."

Air mata mengalir di pipi Qingyan. Tapi Lin Yue hanya tersenyum—bukan senyum bahagia, tapi senyum penuh tekad.

"Justru karena itu, aku akan kembali. Tapi bukan sebagai Lin Yuexi yang dulu. Dia sudah mati bersama racun itu. Sekarang, mereka akan berhadapan dengan Lin Yue... dan aku tidak akan menunjukkan belas kasihan."

Qingyan menatapnya dengan mata terbelalak. "Apa... ini benar-benar Nona ku?"

Lin Yue menoleh padanya, ekspresinya tajam. "Tentu saja aku Lin Yue. Tapi sekarang, aku bukan lagi gadis lemah yang rela diinjak. Aku akan menuntut balas. Dengan darah, rasa sakit, dan kehancuran."

---

Malam itu, keheningan menyelimuti rumah kayu mereka. Qingyan pergi entah ke mana. Hanya Lin Yue dan Fenghuang yang tersisa, duduk berjauhan tanpa sepatah kata. Lin Yue menatap ke dalam kegelapan. Tak ada ragu di matanya.

"Bagus. Semakin cepat waktunya, semakin cepat balas dendamku dimulai." pikirnya tajam.

Di tengah malam yang sunyi, Lin Yue dan Qingyan duduk bersila, mulai berkultivasi. Keringat menetes, napas memburu. Tubuh mereka bergetar hebat—energi spiritual dalam tubuh mereka mengamuk mencari celah.

BOOM!

Ledakan aura terdengar. Cahaya keunguan melesat dari tubuh Lin Yue. Dalam sekejap, ia menembus batasannya dan mencapai tingkat Penguasa Jiwa Menengah.

Fenghuang yang mengamati dari kejauhan hanya bisa menggeleng. "Tak kusangka... tubuh manusia biasa bisa menahan energi sebesar ini."

Qingyan pun membeku, lalu tersenyum lega. "Nona... kau benar-benar sudah bangkit."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 192

    Dari balik pepohonan, muncul sosok raksasa bertanduk patah. Simbol merah di tubuhnya berdenyut seperti bara, dan setiap napasnya membuat udara terasa panas. Qingyan langsung menegang. “...Itu Penjaga Level Dua. Tidak seharusnya ada di sini.” Lin Yue mengangkat pedangnya, menatap makhluk itu tanpa gentar. “Kalau begitu… sepertinya kita masuk ke masalah yang jauh lebih besar.” Makhluk itu maju selangkah—tanah bergetar, daun beterbangan, dan dua pohon di belakangnya roboh begitu saja. Keheningan singkat tercipta. Satu hal jelas: Kemunculan Penjaga Level Dua di area Level Satu berarti ada sesuatu yang benar-benar tidak beres dalam ujian ini. Penjaga itu menggeram. Suaranya seperti batu runtuh. Dalam sekejap— DUAR! Lengannya yang besar menghantam udara. Serangan itu lewat hanya beberapa inci dari kepala Lin Yue,hanya angin nya saja membuat kulitnya sakit apalagi jika terkena pukulan penuh darinya. Qingyan melompat ke depan, trisula berputar membentuk pusaran api ti

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 191

    Kabut pagi itu terasa berbeda. Lebih tebal, lebih berat… seolah udara sendiri menolak untuk dihirup. Lin Yue berdiri di tepi perkemahan, jubahnya berkibar pelan diterpa angin dingin dari arah utara. Di kejauhan, langit tampak bergetar—sebuah pusaran cahaya perak muncul di atas hutan, memantulkan kilatan halus seperti serpihan kaca. “Qingyan…” bisiknya. Qingyan sudah berdiri di sampingnya, mata birunya memantulkan kilau dari pusaran itu. “Tandanya muncul.” Beberapa anggota kelompok lain juga mulai keluar dari tenda mereka, menatap langit dengan wajah tegang. Suara berat dan bergema terdengar di udara, seperti datang dari segala arah sekaligus: > “Mereka yang masih hidup hingga kini… bersiaplah melangkah ke Level Lima.” “Di Hutan Jiwa Purba, yang akan kalian hadapi bukan iblis, bukan manusia, tapi jiwa kalian sendiri.” Suara itu lenyap, digantikan oleh gemuruh rendah. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, pepohonan menjulang mulai memendarkan cahaya samar kehijauan. Kabut beruba

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 190

    Beberapa hari berikutnya, mereka memulihkan tenaga sepenuhnya. Mo Ruochen memperbaiki formasi pelindung, Rong Xue dan Yan Lu’er berburu makanan ringan, sementara Feng Qirui dan Han Li mengawasi area sekitar. Suasana perlahan kembali normal, meski sisa aura pertempuran masih terasa di udara. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Pagi berikutnya, saat mereka melangkah lebih dalam ke hutan, pepohonan berubah semakin besar dan gelap. Cahaya matahari hampir tak mampu menembus dedaunan tebal di atas kepala mereka. Suara-suara langkah berat dan bisikan samar terdengar di antara kabut. “Berhenti,” bisik Rong Xue tajam. “Ada orang.” Tak lama, dari balik kabut muncul sekelompok orang lain—jumlah mereka sekitar sepuluh, mengenakan jubah berbeda dengan. Mereka tampak sama lelahnya, tapi mata mereka penuh kewaspadaan. Feng Qirui mengerutkan kening. “Kelompok lain dari perguruan kita…” gumamnya pelan. Salah satu dari mereka, pria bertubuh tinggi dengan rambut perak, melangkah maju sam

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 189

    Lembah itu sunyi. Kabut hitam perlahan memudar, meninggalkan bekas kehancuran yang membentang sejauh mata memandang. Pohon-pohon tumbang, tanah retak seperti jaring laba-laba, dan udara masih berbau darah serta abu iblis. Di tengahnya, tubuh-tubuh para pemburu iblis tergeletak tak berdaya. Rong Xue pingsan di atas pecahan es miliknya sendiri, bibirnya membiru. Wei Jun terkapar dengan dua pedang masih tergenggam erat, dadanya naik turun lemah. Han Li bersandar di batu besar, tombaknya patah jadi dua. Su Feiyan terkulai dengan tangan penuh luka bakar akibat percikan racun balik. Chen Yuhao, Mo Ruochen, Feng Qirui, Bai Lian, Yan Lu’er… semuanya jatuh, bahkan napas mereka nyaris tak terdengar. Dan di pusat medan itu, Lin Yue berdiri bersandar pada pedangnya yang masih menancap di tanah. Darah menetes dari pelipisnya, wajahnya pucat seolah kehilangan seluruh Qi di tubuhnya. Ia mencoba melangkah, namun lututnya goyah — dan akhirnya tubuhnya jatuh, perlahan, menimbulkan suara lembu

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 188

    Ledakan demi ledakan mengguncang lembah. Petir, api, es, dan racun bertabrakan dengan aura hitam Ravan — tapi tak ada yang mampu menembus pertahanannya. Rantai iblis itu berputar liar, menebas udara seperti cambuk dari neraka. Setiap kali diserang, luka di tubuhnya menutup kembali, dan energi kegelapan justru bertambah kuat. “Dia menyerap Qi dari kita!” teriak Bai Lian dari belakang, wajahnya pucat. “Setiap kali kita menyerang, dia tumbuh semakin kuat!” “Teruskan!” Lin Yue berteriak, pedangnya menyala putih keperakan. “Jangan beri dia waktu mengisi kembali kekuatannya!” Rong Xue menurunkan dinding es baru, tapi rantai Ravan menghancurkannya dalam sekali tebas. Es itu meledak menjadi serpihan tajam yang melukai wajahnya. Han Li mencoba menahan rantai berikutnya dengan tombaknya, namun kekuatan benturannya membuat tulangnya retak. Ia terpental jauh, menabrak pohon besar. “Han Li!” teriak Su Feiyan, berlari menolongnya, tapi Ravan sudah menembakkan semburan Qi hitam yang membuat

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 187

    Kabut malam menelan cahaya bulan. Suara rantai Ravan menyeret tanah, bergema menakutkan di antara pepohonan. Lin Yue menatap makhluk itu dengan mata tajam, lalu berbalik pada kelompoknya yang berjumlah sepuluh orang. Udara terasa berat, napas mereka membentuk uap dingin. “Dengar baik-baik,” suara Lin Yue bergema tenang namun tegas. “Makhluk itu tidak mengincar kita—tujuannya Qingyan. Dia bisa mencium darah sucinya. Jika Ravan berhasil mendapatkannya, dunia ini akan tenggelam dalam kegelapan.” Semua mata langsung tertuju pada Qingyan. Gadis itu menunduk sedikit, api biru samar menari di telapak tangannya, wajahnya muram. Lin Yue mengangkat pedangnya, cahaya Qi putih bergetar di ujung bilahnya. “Mulai saat ini, Qingyan berada di bawah perlindungan penuh. Rong Xue, Han Li, kalian dua di sisi kiri dan kanan, bentuk perisai es dan pertahanan Qi. Jangan biarkan satu serangan pun menembus barisan.” Rong Xue mengetuk tanah dengan telapak tangan, membuat dinding es membentuk setengah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status