Di atas panggung, Nachiro bersandar di kursi, sorot matanya tajam menembus riuh suara. "Apa kau merasa lega, Kyle?" tanyanya pelan."Belum. Badai belum datang. Tapi Zyran adalah badai itu sendiri."Grace mendengus geli. "Andai aku punya murid seperti dia, aku beri dapur penuh, bukan cuma kompor.""Dan musuh juga satu sekolah penuh," cetus Yuri.Namun tak semua bersorak."Kenapa hanya uji kekuatan fisik? Ini tidak adil!" seru seorang murid dari aula Langka."Betul! Bagaimana dengan kekuatan garis keturunan? Spiritual? Kami juga punya keistimewaan!""Itu sudah diperhitungkan dalam laporan khusus," jawab seorang guru dari balik barisan penonton. "Tapi hanya mereka yang mencolok yang bisa dilisensikan. Selebihnya, kalian harus bertarung."Kenyataan itu menggantung bagai cambuk. Dunia ini keras, dan Zyran barangkali satu dari sedikit yang cukup kuat untuk mematahkan rantainya.***Keesokan paginya, langit mendung membungkus Sekte Pedang Ilahi. Sembilan ratus murid berdiri di alun-alun besa
Tawa merendahkan meledak dari pihak aula Mytic. Mereka tak berbisik, mereka mengucapkan ejekan secara terbuka, menghujani kepala para guru dan murid aula Langka dengan rasa malu yang tebal seperti kabut.Nachiro, wajahnya seperti baja yang baru ditempa, tak gentar. "Jangan terlalu percaya diri. Tahun ini, mungkin akan ada kejutan besar," katanya dengan suara datar, namun mengandung percikan bara."Keajaiban macam apa yang bisa kau harapkan dari tanah yang kering?" ejek seorang guru Legend. "Kau bertaruh pada satu anak? Bodoh dan menyedihkan.""Zyran," kata salah satu dari mereka sambil mencibir. "Itu saja kartu kalian?""Dia hanya kuat secara fisik. Darahnya kotor, garis keturunannya lemah. Bakatnya adalah bencana."Kyle, yang sejak tadi menahan diri, akhirnya angkat bicara. "Kau tidak tahu apa-apa tentang kekuatan sejati Zyran. Jangan mencibir sebelum kalian lihat sendiri bagaimana keangkuhan kalian dilumatkan di tanah.""Tentu saja kami tahu!" bentak seorang guru Mytic. "Empat jeniu
Di tengah arena, Wakil Tetua Sekte mengangkat tangannya. Puluhan undian hitam dan putih terlempar ke udara, bersinar lembut dengan angka yang bersaing di bawah kekuatan spiritual."Waktunya telah tiba! Pertarungan pertama …. dimulai!"Bunyi gong menggetarkan udara. Empat ratus lima puluh pasang murid menapaki arena luas. Tanah bergetar oleh kekuatan spiritual, udara bergemuruh oleh teriakan tantangan dan denting pedang.Sebagian besar murid aula Langka tumbang hanya dalam beberapa jurus. Tubuh mereka terpental, luka-luka terbuka. Namun, di tengah badai itu, Zyran melangkah perlahan ke tengah arena.Lawan pertamanya, murid Mytic, mendesis sinis. "Beraninya kamu! Akan kubuat kau merangkak keluar dari sini!"Zyran mengangkat tangannya pelan. Aura dingin membungkus tubuhnya seperti kabut petir. "Sudah selesai bicaramu? Pergilah."BAAM!Ledakan energi membelah arena, memecah lantai giok dan menghempaskan lawan Zyran ke dinding pertahanan spiritual. Suara retakan tulang terdengar samar.Sen
Zyran menjawab dengan suara rendah dan dingin. "Dulu kau bukan lawanku, Rosty. Sekarang kau bahkan lebih jauh di belakang."Darren dan Carlo ikut menatap penuh kebencian."Kali ini, tidak ada alasan, tidak ada batasan energi darah atau kekuatan spiritual. Kau tak bisa bersembunyi lagi!"Zyran hanya mengangkat bahu, santai. "Kalian bisa mencoba, aku akan tetap berdiri. Seperti biasa."Mereka semua bersiap di garis start. Aura di sekeliling mereka mulai melonjak. Namun, pandangan mata yang saling bertukar dan semuanya mengarah ke satu orang, jelas menandakan sesuatu yang lebih jahat."Mereka telah sepakat" desis Nachiro dari kursi penonton, matanya melebar. "Mereka semua bersekutu melawan Zyran!"Para guru dan murid aula Langka tampak tegang."Itu pengepungan kotor! Tidak adil!"Namun, Kyle tetap duduk, tenang seperti permukaan danau. "Zyran tahu. Percayalah, dia tidak akan membiarkan dirinya jatuh ke perangkap begitu mudah.""Mulai!"Teriakan tetua menggema. Empat belas sosok langsung
Bang! Bang! Bang!Tembakan tanda dimulainya kompetisi bergema di seluruh arena. Tanpa Zyran sebagai musuh bersama, para murid aula Mytic dengan cepat berubah arah—mereka sekarang saling bertarung demi satu tempat di posisi sepuluh besar.Beberapa di antara mereka mencoba berlari lebih dulu, ingin segera meninggalkan kekacauan. Namun sebelum melangkah beberapa langkah pun, tinju-tinju keras telah menyambut mereka. Yang ingin menerobos justru menjadi korban pertama. Mereka saling menjatuhkan, dan adegan itu segera berubah menjadi pertempuran tanpa aturan.“Hahaha! Sekarang waktunya pertunjukan para jenius!”“Kamu duluan aja, aku nyusul nanti!”“Berani kabur? Lewat mayatku dulu!”Tubuh-tubuh saling berbenturan, jeritan dan geraman bercampur jadi satu. Dalam hitungan tarikan napas, tak satu pun dari mereka yang berhasil bergerak jauh dari garis start. Mereka semua tenggelam dalam kekacauan internal, pertarungan sesama sendiri.Di kejauhan, Zyran hanya mengamati dengan ekspresi datar. “Ora
Setelah waktu istirahat, sepuluh murid terbaik melangkah ke arena utama.Di tengah kerumunan, Zandov duduk tegak, menatap ke arah Zyran. Matanya tajam, sorotnya dalam. “Pemuda ini menarik,” katanya pelan.“Dia mampu menembus jebakan lima belas murid aula Mytic tanpa luka. Siapa namanya?” Seorang wakil kepala membungkuk di sampingnya. “Namanya Zyran, murid dari aula Langka.”Zandov tidak menjawab, dia hanya menatap lebih dalam lagi.***Zyran hanya tersenyum santai di tengah tatapan sinis dan celaan dari semua arah. “Tidak perlu bingung, karena pada akhirnya, hasilnya tetap sama, kalian bertiga akan kalah.”Nada bicaranya tenang, tapi penuh dengan keyakinan yang menggetarkan hati.Darren, Carlo, dan Renon saling melirik. Mereka awalnya hendak bertarung satu per satu, tetapi sekarang merasa diprovokasi. Wajah mereka memerah karena emosi, bukan karena malu, tetapi karena dorongan untuk segera menghabisi Zyran agar harga diri mereka tidak diinjak lebih dalam lagi."Baik, kalau begitu, ki
Darren mengerang dan melompat, semburan api merah meledak dari tinjunya. Serangan itu bukan sekadar kekuatan, itu dendam, kebencian, dan rasa malu.Namun dalam sekejap—BAAM!BRAK!Zyran hanya melangkah ke depan. Tubuh Darren terpental seperti daun di tengah badai. Dia terhempas ke luar arena, menghantam dinding pelindung arena, dan tubuhnya merosot tak berdaya.“Kau sudah kalah sebelum melangkah,” kata Zyran, suaranya terdengar datar namun dingin menusuk.Darren merangkak, darah menetes dari sudut bibirnya. “Ini .... ini tidak masuk akal. Aku tidak menerima ini!”“Tapi kenyataan, tak peduli kau terima atau tidak,” balas Zyran, menunduk menatapnya, mata ungu itu memantulkan api yang padam di dada Darren.Tetua mengangkat tangan. “Darren, kau tersingkir.”Raungan frustrasi Darren menggema, namun itu tak lebih dari bisikan angin dibanding badai yang sedang datang. Kini, Carlo maju. Napasnya berat, tubuhnya menggeliat dalam aura perak yang membungkusnya.“Zyran! Aku takkan jatuh secepat
Arena itu kembali sunyi, sisa-sisa kekuatan spiritual dari pertarungan sebelumnya masih membekas di udara, seakan menolak untuk lenyap. Langit menggantung kelabu, dihiasi semburat merah senja.“Tanpa diduga, Zyran benar-benar mampu mengalahkan mereka semua,” bisik seorang murid dengan nada tak percaya.“Tenang saja! Bahkan jika dia bisa menghancurkan sepuluh murid teratas aula Mytic, dia tetap bukan lawan dari keempat jenius aula Mytic!”“Tunggu dulu, Rosty belum bertindak!”Sosok itu akhirnya melangkah ke depan. Dengan senyum miring penuh kebencian yang telah disimpan berbulan-bulan, Rosty memasuki arena. Cahaya senja jatuh tepat di wajahnya yang kini jauh lebih keras, ketika dendam membentuk seseorang lebih dari waktu.“Akhirnya, saat ini datang juga,” katanya pelan, suaranya mengiris seperti bilah dingin. “Zyran, Aku menantangmu!”Zyran tidak terkejut, dia sudah merasakan rencana ini sejak lama. Rosty, yang pernah dipermalukan, telah berkultivasi dalam diam, membakar malam demi mal
Langkahnya ringan namun mantap, dia mengepalkan tinju dan melayangkan pukulan lurus, menyambut serangan telapak tangan raksasa Sunny.Swohs!Tinju itu meluncur secepat kilat, menimbulkan raungan angin yang menggema di seluruh arena.Sunny justru menyeringai, percaya diri bahwa ini adalah akhir bagi Zyran. Teknik tanduk banteng adalah warisan keluarganya dari Kota Marlin, mampu menghancurkan logam dan tulang dalam satu cengkeraman.Begitu telapak tangan itu menangkap tinju Zyran, dia berniat langsung meremukkannya. “Hahaha! Ini yang kau minta, Zyran!”BANG!Namun, saat telapak tangan Sunny mencengkeram tinju Zyran, senyum kemenangan itu langsung membeku. Matanya membelalak, tangan kanannya bergetar hebat.“A-Apa?! Tidak mungkin!” Dia menggigit bibir bawah, mencoba menghimpun kekuatan untuk menekan balik. Tapi tinju Zyran justru memancarkan dua gelombang energi dahsyat yang meledak dari dalam genggaman!“Apakah ini yang kau sebut tanduk?” Zyran mencibir. Tinju keduanya kini melayang ke
Sunny menatap Zyran dari atas panggung, matanya menyipit merendahkan, seolah kemenangan telah dia genggam. Namun sebelum duel dimulai, tatapannya sempat beralih kepada Leslie yang duduk di tribun.“Leslie, aku ingin kau menyaksikan sendiri bagaimana aku menghancurkan murid Aula Langka!”Leslie tidak menyembunyikan perasaannya, dia mengernyit jijik melihat tubuh kekar Sunny yang menggembung dan penuh percaya diri. Baginya, pria semacam itu tak punya nilai.Sunny tak menyadari penolakan itu, dia terlalu sibuk menikmati rasa kagumnya terhadap diri sendiri. “Aku akan membuat semua orang tahu,” katanya lantang. "Zyran mungkin kuat, tapi kekuatan fisikku telah mencapai sembilan puluh ribu! Hanya dengan tubuhku, aku bisa menghancurkannya!”Zyran terdiam, sedikit terkejut. “Sembilan puluh ribu?” gumamnya pelan.Melihat keterkejutan itu, Sunny semakin menjadi-jadi. “Apa? Takut? Dunia kecil macam apa yang pernah kau lihat, bocah desa? Aku tahu kekuatanmu hanya delapan puluh delapan ribu. Tapi i
Tawa para murid Aula Langka pun pecah memecah keheningan. Suara sorak-sorai menggema di sekitar arena, meluapkan emosi yang sejak tadi mereka tahan.“Zyran mengalahkan Sahada! Ini luar biasa!”“Ini sejarah! Murid Aula Langka mengalahkan salah satu dari rmpat jenius Aula Mytic!”Sebaliknya, para murid Aula Mytic hanya bisa terdiam. Keangkuhan mereka selama ini runtuh dalam sekejap. Wajah mereka suram, penuh kekecewaan.Guru dari Aula Mytic mengerutkan kening. “Sahada, jika kau tak ingin kehilangan segalanya, fokuslah ke penilaian eksternal. Masih ada kesempatan untuk membuktikan dirimu. Tapi sekarang, minggirlah! Jangan ganggu jalannya ujian!”Sahada mengertakkan gigi, matanya bersinar dingin. “Penilaian eksternal, ya? Di sanalah aku akan bangkit dan menjatuhkanmu, Zyran!”Zyran mengabaikannya. Tatapannya kini beralih ke satu sosok lain—Sunny.Dari bangku pengamat, Pemimpin Aula Mytic, Kotaro, hanya bisa mengerutkan kening, wajahnya muram. Para guru di sekitarnya terlihat lebih buruk l
Dengan terengah-engah, dia menatap Zyran. “Bagaimana bisa anak ini—”Namun, sebelum kata-kata itu selesai, cahaya emas menyilaukan muncul tepat di depannya. Zyran telah bergerak.“Tidak mungkin!” seru Sahada.BANG!Tinju Kirin meledak lagi, langsung menghantam kekuatan pelindungnya. Sahada terpaksa mundur bertubi-tubi, wajahnya pucat.Di tempatnya berdiri, Zyran memandangi lawannya yang terhuyung dengan dingin. “Sudah kuduga kau lemah.”Penonton gempar.“Kenapa anak ini begitu kuat?!”“Tidak mungkin! Sahada itu salah satu dari empat jenius besar!”“Pasti Sahada belum mengeluarkan seluruh kekuatannya!”Wajah para guru Aula Mytic tampak buruk dan beberapa mulai panik. Dan saat itu terjadi sesuatu yang tak terduga.Tepat sebelum terlempar keluar dari arena, Sahada berteriak keras. Cahaya biru menyilaukan meledak dari tubuhnya, memecah kekuatan spiritual yang menekannya.BAAM!Sebuah pedang panjang muncul di tangannya. Aura mengerikan terpancar dari tubuhnya. Dia tampak seperti binatang b
“Aku akan menunjukkan pada kalian kekuatan garis keturunan tingkat kedelapan!”Di atas kepalanya, delapan keping salju berputar cepat, membentuk formasi. Setiap kepingan mengandung lapisan kekuatan spiritual yang berbeda bak ilusi, paksaan, pembekuan, dan kehancuran.BANG!Salju biru kehijauan menyelimuti arena. Kristal-kristal es sebesar kepala manusia jatuh dari langit, membentuk sangkar beku di sekitar Zyran.“Jangan kau kira ini adalah kekuatan puncakku,” ujar Sahada dengan nada membunuh. “Aku belum menunjukkan apa-apa!”Zyran kali ini tak menyela, tatapannya tajam seperti bilah pedang. Perlahan, dia mengepalkan tangan. “Aku tahu,” jawabnya tenang. "Karena aku pun belum.”Dan saat itu, suara seperti suara ribuan bel pecah di udara.BAAM!Debu mengepul menghiasi seisi arena, menutupi pandangan orang-orang.“Sahada memang pantas menjadi salah satu dari empat jenius hebat Aula Mytic. Garis keturunan Rostgard tingkat rendah tingkat kedelapan benar-benar luar biasa,” gumam Nachiro samb
Sunny mencibir, menoleh tajam. “Jangan terlalu senang dulu. Kau paham kenapa aku disuruh menunggu, bukan? Itu artinya kau takkan menang.”Mendengar sindiran itu, wajah Sahada seketika menegang. Namun, dia memilih bungkam, hanya menatap Sunny sekilas sebelum mengalihkan pandangan ke Zyran, menyembunyikan gejolak di hatinya.Sambil melangkah maju, Sahada menatap Zyran tajam. “Zyran, jika ada yang ingin kau katakan, katakanlah sekarang. Tak akan ada kesempatan lagi setelah ini.”Zyran menanggapi dengan senyum tipis, nyaris mengejek. “Kata-kata terakhir? Justru kaulah yang harus bersiap untuk itu.”Amarah Sahada meledak. “Bajingan! Kau pikir ini lelucon? Terakhir kali kau memanfaatkanku di Lembah Pedang Naga. Hari ini, aku akan merebut kembali pedang Rostgard dan membuatmu menyesal seumur hidup!”Zyran mengangkat tangan, dan sebuah pedang panjang berwarna hijau menyala muncul dari kehampaan, memantulkan cahaya tajam. Pedang itu bergetar ringan, seolah menyambut tuannya. "Pedang ini maksud
Di sisi lain, suasana antara para penonton begitu kontras. Di antara suara gaduh dan cemooh para murid Mytic, terdengar pernyataan mengejek:“Apa lagi yang perlu didiskusikan? Siapa pun dari mereka bisa membuat Zyran berlutut!”Sementara itu, murid-murid aula Langka hanya menatap dengan diam dan penuh tekanan. Beberapa mulai menunjukkan ekspresi menyerah.“Keempat jenius itu tidak mungkin bisa dikalahkan!”“Zyran sudah luar biasa sampai di sini. Kita tidak boleh berharap terlalu banyak lagi.”Namun, tak semuanya kehilangan harapan.Asra menatap ke arah arena, suara hatinya tulus. “Apa pun hasil akhirnya, Zyran tetap kebanggaan hatiku!”Baruka hanya menyeringai tenang. “Zyran sudah berdiri setara dengan mereka. Itu saja sudah cukup mengguncang dunia.”Tapi di antara kerumunan yang bising, seorang pria berjubah hijau berdiri diam, dia tampak biasa. Tidak terlalu tinggi, tidak mencolok. Tapi anehnya, tidak ada seorang pun yang menyadari kehadirannya.Tatapannya tidak tertuju pada para je
Murka segera menyambar dari pihak aula Mytic.“Tidak mungkin! Sama sekali tidak mungkin!”Wajah Kotaro mengeras, dia mencoba menyembunyikan kekhawatiran yang mulai merayap di dalam dirinya.“Kenapa semua murid terlihat murung? Empat jenius besar kita belum bergerak. Mereka belum kalah!”Sorak-sorai palsu pun disulut kembali oleh beberapa guru aula Mytic. Namun, gaung suara mereka terdengar hampa, nyaris seperti desakan untuk meyakinkan diri sendiri. Tak butuh waktu lama sebelum perdebatan berubah menjadi taruhan.“Jika Zyran bisa mengalahkan salah satu dari keempat jenius itu, aku akan memukul tiga kali kepalaku sendiri di depan guru aula Langka!” ujar Soul lantang.Grace yang cerdik segera menangkapnya, matanya bersinar jahil. “Soul, ini janji ya. Jangan coba-coba ingkar!”Wajah Soul berubah masamm, perkataannya yang semula hanya sindiran kini telah menjelma jadi beban di pundaknya. Bahkan Jace, yang sejak tadi diam, mengerutkan kening melihat ketololan rekannya itu.“Soul, jangan ma
Di kursi penonton, guru-guru aula Mytic bersorak riuh.“Keren!”“Keturunan keluarga Millim memang luar biasa! Jauh lebih hebat dari bocah desa seperti Zyran!”Jace hanya tersenyum tenang sambil melambaikan tangannya. Namun, dalam hatinya, dia tahu semua ini adalah hasil dari elixir peledak yang dipersiapkannya dengan hati-hati untuk membakar semua potensi Rosty dalam sekali ledakan kekuatan.Di sisi lain, keempat jenius hanya menggeleng dengan tatapan datar.“Dasar bodoh,” Sahada mencibir. “Maju ke tahap surga hanya demi pamer. Fondasinya pasti tidak stabil.”“Memang bisa mengalahkan Zyran hari ini, tapi jangka panjangnya? Konyol!” Sunny menyeringai.“Dia tetap bukan lawan Zyran,” Leslie berkata sambil tersenyum tenang. “Apalagi kalau aku yang turun tangan.”Zandov di kursi penontin hanya terdiam, namun pandangan matanya menyipit tajam.Sementara itu, kekhawatiran menyelimuti aula Langka.“Kenapa Rosty bisa menembus ke tahap surga secepat itu?!”“Tidak masuk akal, bahkan di medan pera