“Apa? Pesta? Apa maksudmu?” Wanita yang berada diujung telepon itu nampak terkejut, begitupun dengan Dona. Semula ia merasa senang, jika nyonya Emma Rodriguez kembali lagi ke kediaman ini, maka otomatis ia akan mendapatkan kekuasaan menggantikan Mia. Itulah yang dijanjikan nyonya Emma.
“Ja-jadi, Anda tidak tahu, Nyonya?”
“Justru aku tidak mengerti apa maksudmu, coba cerita yang jelas, Dona!” bentak wanita yang dipanggil nyonya Emma itu. Donna pun menceritakan semua yang didengar dan dilihatnya.
“Oke Dona, dengar! Cepat cari informasi apa yang terjadi di sana, segera laporkan padaku, paham!”
“Ba-baik Nyonya.”
Setelah mematikan panggilan dengan Dona, Emma berjalan mondar mandir di balkon kamarnya. Informasi yang belum jelas itu cukup mengganggu pikirannya. Apa sebenarnya yang terjadi di kediaman Rodriguez? Si lumpuh itu mau mengadakan pesta? Pesta apa? Pesta kematiannya?
“Diego-Diego. Sudah mau mati besok masih mikirin pesta.”
Emma bergumam, ia nampak berpikir keras. “Lalu siapa yang dimaksud nyonya Rodriguez oleh si Dona tadi? Apa si lumpuh itu mau menikah? Tapi rasanya tidak mungkin, dia sudah mau mati besok, buat apa juga menikah?”
Emma terdiam, tatapannya menerawang jauh ke depan, pelayan bodoh itu memang tidak bisa diandalkan, ia harus mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi.
“Oh sayang, rupanya kamu di sini?”
Seorang pria bertubuh besar langsung memeluk Emma dari belakang, lalu menciumi leher wanita itu dengan bernafsu.
“Pedro, hari ini juga aku harus segera kembali ke Barcelona,” ujar Emma sambil menahan desahan atas cumbuan lelaki yang selalu membuatnya bergairah.
Sejenak Pedro tertegun, ia menatap wanita tiga puluh lima tahun yang beberapa bulan terakhir ini menjadi kekasihnya.
“Apa? Sekarang? Oh tidak bebe, aku masih sangat merindukanmu.” Pedro langsung melumat bibir merah Emma dengan penuh hasrat, lelaki itu langsung menggedong kekasihnya kembali ke tempat tdur.
“Pedro, tolong dengarkan aku dulu, sayang,” tukas Emma tersengal-sengal. Lelaki yang sedang mencubui Emma itu tertegun, ia mengangkat wajahnya dan menatap wanita yang terlihat sangat menggiurkannya.
“Aku harus kembali ke sana untuk memastikan semuanya. Tadi, pelayan bodoh itu melaporkan kalau sesuatu terjadi, aku harus memastikannya. Percayalah sayang, kalau si lumpuh itu sudah mampus, maka semua kekayaannya akan jatuh ke tanganku. Kita bisa bersenang-senang sesukanya, bahkan pulau ini pun akan aku beli.”
Emma berkata penuh semangat sambil membelai wajah pria yang berada di atasnya. Pedro hanya mendegus kesal.
“Tapi sampai kapan, bebe?”
“Tidak akan lama lagi sayang. Aku sudah mendapatkan infromasi kalau umur si lumpuh itu tidak akan bertahan lebih dari satu bulan.”
Emma tersenyum, matanya mengerjap menggoda. Membuat pria yang berada di atas tubuhnya semakin terbakar. Pedro kembali mencumbu wanita itu dengan segenap hasrat yang bergelora, bibir hangatnya menjelajahi setiap inci tubuh Emma, sedangkan tangannya aktif meremas-remas dua bukit kembar yang menggemaskan, membuat wanita itu mengerang, merasakan kenikmatan. Mereka pun kembali menuntaskan permainan ranjang yang panas sebelum Emma kembali ke kediaman Rodriguez.
Sementara itu, Elena tengah dipersiapkan menjadi seorang pengantin wanita yang cantik. Seorang penata rias profesional tengah sibuk mendandaninya. Elena sedikit gelisah, meskipun ini bukan pernikahan pertamanya, namun tak urung ia menjadi gugup. Apalagi ini adalah pernikahan yang tak terduga.
Jangankan menduga, membayangkannya saja tidak pernah terlintas di benak Elena. Ia kabur dari kediaman Mendez tanpa tujuan, karena pernikahannya yang hancur. Dan malah sekarang, ia dipertemukan lagi dengan pernikahan yang baru.
Sampai detik ini, Elena masih bingung dengan Diego. Mengapa lelaki kaya raya itu memilih Elena untuk menjadi istrinya? Bukankah sangat mudah bagi lelaki berduit itu untuk mendapatkan seorang istri yang bagaimanapun modelnya? Tapi mengapa justru malah memilih Elena, seorang wanita gelandangan yang dijumpainya di pinggir jalan?
Setelah beberapa saat lamanya akhirnya riasan Elena pun selesai. Ia berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik dan anggun, dengan gaun pengantin putih yang elegan membelit tubuhnya.
“Dios mío! Anda sangat cantik Nyonya,” puji penata rias takjub.
“Terima kasih,” jawab Elena sambil tersenyum anggun. Tidak lama berselang Mia masuk, wanita itu pun sangat takjub melihat kecantikan Elena dalam balutan gaun pengantin yang menawan.
“Mari Nyonya, tuan sudah menunggu.” Mia tersenyum sambil mengulurkan tangan untuk menuntun Elena.
Elena melangkah perlahan di samping Mia, tangannya terasa dingin. Ia menggenggam tangan Mia dengan erat. Mia pun bisa merasakan kegugupan Elena.
“Tenanglah Elena, semua akan baik-baik saja.” Mia berbisik untuk menenangkan wanita muda yang sebentar lagi akan resmi menjadi nyonya Rodriguez. Elena mengangguk, ia mengambil napas dalam-dalam untuk menetralkan kegugupannya.
Sedangkan di area depan, Diego telah bersiap, ia juga mengenakan setelan jas putih, terlihat tampan dan agung, meskipun duduk di atas kursi roda, dengan didampingi Mario yang berdiri di sampingnya.
Para pelayan berbaris dan berdiri berderet, mereka menundukan kepala saat Elena melewati ruangan utama. Namun begitu mereka bisa melihat aura kecantikan sang pengantin yang sangat menawan.
Tanpa disadari oleh mereka, seseorang diam-diam menyelinap meninggalkan ruangan itu.
“Apa? Ke kantor polisi? Tapi ada pak?”“Nanti akan kami jelaskan di kantor, kami menunggu kedatangan Anda segera, nyonya.”Raul terbangun mendengar suara percakapan Elena dengan polisi.“Ada apa, sayang?” tanya Raul pelan dengan suara yang serak.“Polisi meminta untuk datang, tapi tidak menjelaskan masalah apa,” jawab Elena dengan suara rendah.Raul mengangguk seraya mengelus tangan Elena lembut, “kita akan segera ke sana.”“Baiklah, pak. Kami akan segera ke sana,” ucap Elena kembali berbicara di telepon.“Siap nyonya, terima kasih atas kerjasamanya.”Setelah panggilan berakhir Elena menghela napas, ada kekhawatiran di wajahnya.“Kira-kira ada masalah apa ya, Raul?”“Entahlah, sayang. Nanti kita akan tahu setelah di kantor polisi. Kamu tenang saja, aku akan menemanimu. Sekarang kamu bersiap-siap dulu, aku akan menghubungi Mario dan tim pengacara agar mereka datang terlebih dahulu ke kantor polisi.”Raul berkata lembut sambil membelai rambut Elena, wanita itu mengangguk. Raul menghadia
“Tuan muda…” Raul dan Elena menghentikan langkah mereka, keduanya saling menatap lalu membalikan tubuh mereka.Seorang lelaki paruh baya berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Raul dan Elena. Wajah lelaki itu ditumbuhi janggut dan jambang lebat, ia mengenakan mantel hitam dan penutup kepala rajut serta syal abu-abu membelit lehernya. Tatapan lelaki itu lurus pada Raul dengan tatapan penuh tanya.“Ah, paman. Senang bertemu denganmu kembali,” sambut Raul sambil tersenyum, ia menyalami pria itu dengan ramah.“Saya juga senang bisa melihat tuan muda lagi, dan…” Pria itu terdiam sejenak, ia melihat pada Elena, seulas senyum menghiasi wajahnya, “sepertinya, tuan telah menemukan apa yang Anda cari.”“Haha, itu benar paman,” sahut Raul bahagia dan bangga, “Oya, ini Elena, cintaku yang selama ini aku cari.” Raul mengenalkan Elena pada lelaki itu, “Sayang, ini paman penjaga makam, beliau tinggal di sekitar sini. Dulu disaat masa-masa suram dan kehancuran hatiku, paman ini yang menemaniku dan mem
“Mia, ada apa?” tanya Elena bingung melihat perubahan ekspresi Mia yang seperti ketakutan. Begitu pun Raul dan Mario serta Chavela dan Miguel, mereka semua yang ada di tempat itu kebingungan.“Mia, apa yang membuatmu terlihat cemas dan ketakutan begini? Kamu sekarang sudah aman bersama kami,” ujar Raul yang ditimpali dengan anggukan yang lain.“Tuan, nyonya… Bagaimana dengan Emma? Sa-saya khawatir dia akan kembali melakukan hal-hal yang buruk.” Mia mengungkapkan kekhawatirannya dengan suara terbata-bata. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Emma melakukan berbagai manipulasi. Sewaktu Diego masih hidup saja Emma sangat berani, apalagi sekarang. Dan semua itu sudah terbukti, bahkan ia sendiri sudah menjadi korban kekejaman Emma.“Kamu tenang saja, Mia. Dalam insiden terakhir, orang-orang kita berhasil melumpuhkan orang-orangnya Emma. Tidak lama kemudian polisi pun datang membekuk mereka.”Kali ini Mario angkat bicara, karena dia ada dikejadian terakhir dalam baku hantam dengan orang-o
Keesokan harinya Elena membuka mata dan mendapati dirinya masih dalam pelukan hangat Raul. Lelaki itu memeluknya erat seolah takut kehilangan lagi. Elena tersenyum, ditatapnya pria tampan di sampingnya yang tertidur nyenyak itu. Perlahan Elena mengangkat tangan Raul, namun tangan kekar itu tidak bergerak, malah memeluknya semakin erat.Elena hanya menghela napas panjang. “Raul…” Lelaki itu hanya menggeliat sebentar, namun tidak melepaskan tangannya dari pinggang Elena.“Raul… Sudah pagi, aku lapar…” gumam Elena pelan.“Selamat pagi, sayang,” sahut Raul sambil tersenyum, ia membuka matanya, lalu mencium kening Elena lembut. “Ya sudah kamu mandi dulu, aku akan siapkan sarapan kita.”“Apa? Kamu mau menyiapkan sarapan?” tanya Elena heran.“Loh memangnya kenapa?”“Sudahlah Raul, tunjukan saja dapurnya di mana biar aku siapkan sarapannya.”“Tidak-tidak, sayang. Kamu adalah ratuku, maka kewajibanku untuk melayanimu. Kamu bersih-bersih diri dulu, di lemari itu ada pakaianmu, aku pikir masih f
“Elena? Ada apa?” tanya Raul cemas.“Raul, Mia… tolong selamatkan Mia, Emma sudah menyiksanya, dia bahkan nyaris membunuh Mia jika aku tidak mau menandatangani berkas-berkas itu.”Elena menjadi sangat syock, tubuhnya bergetar ketakutan, air matanya tidak terbendung lagi, seketika dia teringat kembali bagaimana kejamnya orang-orang itu menyiksa Mia.Raul segera merengkuh Elena ke pelukannya, ia berusaha menenangkan wanita itu.“Tenang Elena, semua baik-baik saja. Mia sudah berada di tempat yang aman,” ucap Raul sambil mengelus punggung Elena.“Maksudmu? Mia?”“Ketika kami tiba di tempat itu, kami menemukan Mia tergeletak tak sadarkan diri dengan tubuh penuh luka, tidak jauh dari tempat kamu disekap. Aku memerintahkan Miguel dan beberapa orang untuk membawa Mia ke rumah sakit.”“Migu? Berarti Vela…?”“Ya Elena, sebenarnya Vela juga ikut dalam misi penyelamatan dirimu, tapi aku meminta Vela untuk menunggu di mobil.”“Oh, aku harus menemui adikku, dia pasti cemas…” Elena hendak bangun, na
Perlahan Elena membuka matanya, lalu berkedip-kedip sambil memperhatikan sekeliling. Ia menyadari dirinya terbaring di atas sebuah tempat tidur di dalam sebuah kamar yang nyaman. Elena mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya, terakhir yang ingat ketika ia akan menandatangani berkas yang disodorkan Emma, tiba-tiba datang serangan dari sekelompok orang bertopeng, mereka menyerang Emma dan orang-orangnya, lalu salah satu dari mereka menangkap tubuh Elena yang dilemparkan oleh orangnya Emma, kemudian membawanya pergi, setelah itu Elena tidak ingat apa-apa lagi.“Siapa sebenarnya mereka? Dan, di mana aku sekarang?” gumam Elena, ia mencoba bangun namun tubuhnya terasa lemas. Elena ingat, sejak pagi perutnya belum terisi apa pun. Tanpa sengaja Elea menoleh ke samping tempatnya terbaring, sebuah meja penuh dengan makanan dan minuman. Elena menelan ludah, seketika rasa lapar menyergapnya. Ingin rasanya ia menyantap makanan-makanan itu agar tubuhnya mempunyai energi. Tapi tidak, Elena
“Tidak…! Hentikan!!” Elena berteriak histeris, ia tak tahan melihat Mia disiksa seperti itu. Tubuh Elena bergetar ketakutan. “Hentikan Emma, lepaskan Mia, dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Urusanmu adalah denganku.”“Hmm, bagus. Sekarang cepat tanda tangani berkas-berkas itu, atau kau akan melihat perempuan tua itu mati.”“Baiklah Emma, aku akan turuti keinginanmu, tapi lepaskan Mia, biarkan dia pergi.” Elena mencoba mengajukan persyaratan.“Apa?” Emma bertanya sambil mendekati Elena, “kamu mau mencoba mengelabuiku hah? Setelah dilepas perempuan tua itu akan mencari bantuan, itu kan rencanamu, kamu pikir aku bodoh!”“Tidak, Emma. Aku sungguh-sungguh akan memenuhi keinginanmu, aku akan menandatangani berkas-berkas ini. Aku hanya tidak ingin ada korban dalam masalah ini.” Elena berkata dengan kesungguhan pada kata-katanya, perlahan ia melihat pada Mia yang sudah tidak berdaya.“Lihatlah, Mia sudah terluka dan tidak berdaya begitu, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa, mau car
“Apa maksudmu, Emma? Dan apa yang kamu inginkan?” Elena bertanya dengan tenang, meskipun dia sudah bisa meraba apa yang diinginkan Emma.Demi melihat ketenangan sikap Elena, Emma menjadi gusar, ia mendekati Elena lalu dengan geram menarik rambut wanita itu hingga Elena merasa kesakitan, ia memejamkan mata dan mengigit bibirnya menahan rasa sakit. Namun ia tidak berteriak, sebisa mungkin ia menahannya dan berusaha untuk tenang.“Jangan pura-pura lugu, aku tahu meskipun kamu perempuan kampung tapi kalau soal harta kamu tidak bodoh. Itu sebabnya kamu mau menikahi lelaki lumpuh yang sudah mau mati, sehingga bisa menguasai seluruh harta Rodriguez.” Emma berkata berang.“Bukan begitu, Emma. Sedikitpun aku tidak ada keinginan menguasai harta Rodriguez.” Elena berkata pelan, ia terdiam sesaat lalu menatap Emma dengan kesungguhan di matanya. “Begini saja Emma, aku akan memberikan bagianku padamu. Aku hanya akan mendampingi putraku hingga dewasa, setelah itu aku akan mengelola milik keluargaku
Malam terus merangkak hingga kegelapan menyelimuti sekeliling, hanya lampu-lampu jalan dan juga lampu-lampu dari celah jendela setiap bangunan yang menjadi pemandangan malam itu. Raul dan rombongannya mengambil jalan pintas sehingga tidak melalui jalan utama kota. Untungnya, Raul dulu aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga dia hapal setiap sudut wilayah kota itu.Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, mereka pun tiba di daerah yang di tuju. Raul menghentikan mobilnya diikuti mobil-mobil lain di belakangnya. Raul segera turun, begitu pun Mario dan Miguel. Mereka mengamati sekeliling tempat itu.Miguel kembali melihat map di ponselnya, dan memang titiknya sangat tepat. “Di arah sana lokasinya, tuan.” Migu menunjuk arah sesuai petunjuk peta. Raul dan Mario mengamati arah yang ditunjuk Miguel.“Yah benar, di sana ada bangunan yang terpisah dengan bangunan lainnya, tempatnya terpencil, kalau tidak salah dulu dipakai sebagai istal untuk menyimpan kuda, tapi sepertinya sud