Tanpa disadari oleh mereka, seseorang diam-diam menyelinap meninggalkan ruangan itu. Ia masuk ke tempat lain yang sepi dan menghubungi Emma.
“Apa? Menikah? Jadi benar si lumpuh itu akan menikah?”
“Be-benar Nyonya, pengantin wanitanya sangat cantik.”
“Bodoh! Aku tidak peduli cantik atau tidak, tapi siapa perempuan yang dinikahi Diego.” Emma mendengus gusar.
“Oh, namanya Elena, Nyonya. Mereka sedang bersiap untuk upacara pemberkatan.” Dona menjawab cepat.
“Elena ... Hm, baiklah aku akan segera ke sana.”
Usai memberikan laporan, Dona segera kembali ke tempat semula, namun barisan pelayan itu sudah bubar dan kembali ke pekerjaan masing-masing.
“Kamu dari mana Dona? Jose mencarimu, kalau kamu sudah tidak sakit segera selesaikan pekerjaanmu.”
“Kamu siapa memangnya ngatur-ngatur aku?” Dona menjawab ketus.
“Aku bukan ngatur kamu, Dona. Tapi menyampaikan pesan Jose,” balas pelayan itu tak kalah ketus, keduanya bergegas ke ruangan dapur.
Sementara itu, Elena telah tiba di area depan di mana Diego telah menunggu. Mobil mewah dengan hiasan mawar yang cantik telah terparkir dan menunggu sang pengantin. Diego sendiri telah duduk di dalamnya.
“Silahkan Nyonya,” ujar Mario sopan, mempersilahkan sang pengantin wanita masuk ke dalam. Setelah semua siap, mobil pengantin itu pun bergerak menuju sebuah gereja untuk melakukan prosesi pernikahan.
Elena duduk dengan gelisah, entah mengapa ia sangat gugup, jantungnya berdegup kencang. Ia meremas-remas tangannya yang terasa dingin. Sedangkan pria agung yang duduk di sebelahnya tampak tenang.
Diego tersenyum melihat pengantinnya yang terlihat sangat cantik itu. Ia menyadari kegelisahan dan kegugupan Elena, karenanya ia meraih tangan Elena dan menggenggamnya.
“Tenanglah, sayang. Semuanya akan baik-baik saja.”
Elena hanya mengangguk. Ini bukan pertama kalinya buat Elena, tapi mengapa ia menjadi sangat gugup seperti ini? Dulu, saat pernikahan pertamanya dengan Raul, Elena juga sangat gugup, tapi selalu ada nenek Maria yang menemaninya. Elena menarik napas panjang untuk menetralkan kegugupannya.
Tidak lama berselang, mobil pengantin itu pun tiba di sebuah gereja yang telah ditunjuk Mario untuk melaksanakan pemberkatan pernikahan antara Diego Rodriguez dan Elena Torres.
Seorang pastor yang akan memimpin prosesi menyambut kedua mempelai, lalu pasangan itu bergerak perlahan menuju altar. Elena melangkah dengan tenang di sisi kursi roda Diego, ia sudah mulai bisa menenangkan dirinya. Beberapa jemaat yang hadirpun berdiri menyambut pasangan yang kontras itu.
Setelah menyampaikan khotbah pembukaan dan doa pembuka, prosesi pengucapan janji suci pun dilangsungkan. Kedua mempelai saling berhadapan dan berpegangan tangan. Sang pastor menanyakan kesediaan pasangan untuk saling menerima satu sama lain, berjanji untuk selalu bersama hingga maut memisahkan. Keduanya pun menjawab kesediaan mereka dengan mantap.
Setelah pengucapan wedding vows, sang pastor mempersilahkan kedua pasangan menyematkan cincin sebagai simbol ikatan pernikahan mereka. Sebuah cincin berlian cantik disematkan oleh Diego di jari Elena, ada haru yang menggelora dalam diri wanita itu. Ia melihat ketulusan hati Diego saat mengucapkan sumpah pernikahan tadi.
Sang pastor pun mengumumkan jika pasangan yang berbahagia itu telah resmi menjadi sepasang suami istri, kini saatnya wedding kiss. Elena menurunkan tubuhnya agar bisa sejajar dengan tubuh Diego yang duduk di atas kursi roda. Perlahan Diego mencium bibir Elena dengan lembut, Elena pun menerima ciuman hangat itu, ia memang sudah pasrah dan bertekad untuk menerima Diego sebagai suaminya.
“Terima kasih, sayang.” Diego berbisik pelan, Elena mengangguk perlahan sambil tersenyum. Tepuk tangan pun bergemuruh didalam ruangan yang sakral itu.
Para jemaat yang sebagian adalah karyawan dan kolega Diego menyambut dan mengucapkan selamat pada kedua pengantin. Elena seakan berada dalam alam mimpi, ia seakan masih tidak percaya, jika dalam satu hari saja hidupnya bisa berubah seperti itu. Kemaren, ia masih menjadi istri Raul Mendez, tiba-tiba kini ia sudah menjadi nyonya Diego Rodriguez. Hidup ini sungguh penuh misteri.
Elena menatap wajah Diego, lelaki yang kini telah resmi menjadi suaminya itu tampak tenang dan damai, seolah tidak ada hal apapun yang dikhawatirkannya. Senyum lelaki itu begitu teduh, yang membuat Elena merasa nyaman dan aman saat bersamanya.
Usai prosesi pemberkatan, pasangan pengantin itu pun kembali ke kediaman Diego. Jamuan pesta digelar di kediaman mewah Diego sepanjang sore hingga malam hari. Mario telah mengatur, dan menyebarkan undangan kepada para kolega dan karyawan Diego.
Para tamu mulai berdatangan, Elena duduk dengan manis di samping Diego, menerima ucapan dari para tamu. Alunan musik mulai terdengar dari sekelompok grup musik yang disiapkan, mengalunkan lagu-lagu romantik, mengiringi beberapa pasangan yang berdansa. Kemeriahan malam itu mulai terasa di mansion mewah milik Diego Redriguez.
Tiba-tiba terdengar tepukan tangan seseorang sambil berteriak mendekati pasangan pengantin.
“Selamat-selamat!”
“Apa? Ke kantor polisi? Tapi ada pak?”“Nanti akan kami jelaskan di kantor, kami menunggu kedatangan Anda segera, nyonya.”Raul terbangun mendengar suara percakapan Elena dengan polisi.“Ada apa, sayang?” tanya Raul pelan dengan suara yang serak.“Polisi meminta untuk datang, tapi tidak menjelaskan masalah apa,” jawab Elena dengan suara rendah.Raul mengangguk seraya mengelus tangan Elena lembut, “kita akan segera ke sana.”“Baiklah, pak. Kami akan segera ke sana,” ucap Elena kembali berbicara di telepon.“Siap nyonya, terima kasih atas kerjasamanya.”Setelah panggilan berakhir Elena menghela napas, ada kekhawatiran di wajahnya.“Kira-kira ada masalah apa ya, Raul?”“Entahlah, sayang. Nanti kita akan tahu setelah di kantor polisi. Kamu tenang saja, aku akan menemanimu. Sekarang kamu bersiap-siap dulu, aku akan menghubungi Mario dan tim pengacara agar mereka datang terlebih dahulu ke kantor polisi.”Raul berkata lembut sambil membelai rambut Elena, wanita itu mengangguk. Raul menghadia
“Tuan muda…” Raul dan Elena menghentikan langkah mereka, keduanya saling menatap lalu membalikan tubuh mereka.Seorang lelaki paruh baya berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Raul dan Elena. Wajah lelaki itu ditumbuhi janggut dan jambang lebat, ia mengenakan mantel hitam dan penutup kepala rajut serta syal abu-abu membelit lehernya. Tatapan lelaki itu lurus pada Raul dengan tatapan penuh tanya.“Ah, paman. Senang bertemu denganmu kembali,” sambut Raul sambil tersenyum, ia menyalami pria itu dengan ramah.“Saya juga senang bisa melihat tuan muda lagi, dan…” Pria itu terdiam sejenak, ia melihat pada Elena, seulas senyum menghiasi wajahnya, “sepertinya, tuan telah menemukan apa yang Anda cari.”“Haha, itu benar paman,” sahut Raul bahagia dan bangga, “Oya, ini Elena, cintaku yang selama ini aku cari.” Raul mengenalkan Elena pada lelaki itu, “Sayang, ini paman penjaga makam, beliau tinggal di sekitar sini. Dulu disaat masa-masa suram dan kehancuran hatiku, paman ini yang menemaniku dan mem
“Mia, ada apa?” tanya Elena bingung melihat perubahan ekspresi Mia yang seperti ketakutan. Begitu pun Raul dan Mario serta Chavela dan Miguel, mereka semua yang ada di tempat itu kebingungan.“Mia, apa yang membuatmu terlihat cemas dan ketakutan begini? Kamu sekarang sudah aman bersama kami,” ujar Raul yang ditimpali dengan anggukan yang lain.“Tuan, nyonya… Bagaimana dengan Emma? Sa-saya khawatir dia akan kembali melakukan hal-hal yang buruk.” Mia mengungkapkan kekhawatirannya dengan suara terbata-bata. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Emma melakukan berbagai manipulasi. Sewaktu Diego masih hidup saja Emma sangat berani, apalagi sekarang. Dan semua itu sudah terbukti, bahkan ia sendiri sudah menjadi korban kekejaman Emma.“Kamu tenang saja, Mia. Dalam insiden terakhir, orang-orang kita berhasil melumpuhkan orang-orangnya Emma. Tidak lama kemudian polisi pun datang membekuk mereka.”Kali ini Mario angkat bicara, karena dia ada dikejadian terakhir dalam baku hantam dengan orang-o
Keesokan harinya Elena membuka mata dan mendapati dirinya masih dalam pelukan hangat Raul. Lelaki itu memeluknya erat seolah takut kehilangan lagi. Elena tersenyum, ditatapnya pria tampan di sampingnya yang tertidur nyenyak itu. Perlahan Elena mengangkat tangan Raul, namun tangan kekar itu tidak bergerak, malah memeluknya semakin erat.Elena hanya menghela napas panjang. “Raul…” Lelaki itu hanya menggeliat sebentar, namun tidak melepaskan tangannya dari pinggang Elena.“Raul… Sudah pagi, aku lapar…” gumam Elena pelan.“Selamat pagi, sayang,” sahut Raul sambil tersenyum, ia membuka matanya, lalu mencium kening Elena lembut. “Ya sudah kamu mandi dulu, aku akan siapkan sarapan kita.”“Apa? Kamu mau menyiapkan sarapan?” tanya Elena heran.“Loh memangnya kenapa?”“Sudahlah Raul, tunjukan saja dapurnya di mana biar aku siapkan sarapannya.”“Tidak-tidak, sayang. Kamu adalah ratuku, maka kewajibanku untuk melayanimu. Kamu bersih-bersih diri dulu, di lemari itu ada pakaianmu, aku pikir masih f
“Elena? Ada apa?” tanya Raul cemas.“Raul, Mia… tolong selamatkan Mia, Emma sudah menyiksanya, dia bahkan nyaris membunuh Mia jika aku tidak mau menandatangani berkas-berkas itu.”Elena menjadi sangat syock, tubuhnya bergetar ketakutan, air matanya tidak terbendung lagi, seketika dia teringat kembali bagaimana kejamnya orang-orang itu menyiksa Mia.Raul segera merengkuh Elena ke pelukannya, ia berusaha menenangkan wanita itu.“Tenang Elena, semua baik-baik saja. Mia sudah berada di tempat yang aman,” ucap Raul sambil mengelus punggung Elena.“Maksudmu? Mia?”“Ketika kami tiba di tempat itu, kami menemukan Mia tergeletak tak sadarkan diri dengan tubuh penuh luka, tidak jauh dari tempat kamu disekap. Aku memerintahkan Miguel dan beberapa orang untuk membawa Mia ke rumah sakit.”“Migu? Berarti Vela…?”“Ya Elena, sebenarnya Vela juga ikut dalam misi penyelamatan dirimu, tapi aku meminta Vela untuk menunggu di mobil.”“Oh, aku harus menemui adikku, dia pasti cemas…” Elena hendak bangun, na
Perlahan Elena membuka matanya, lalu berkedip-kedip sambil memperhatikan sekeliling. Ia menyadari dirinya terbaring di atas sebuah tempat tidur di dalam sebuah kamar yang nyaman. Elena mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya, terakhir yang ingat ketika ia akan menandatangani berkas yang disodorkan Emma, tiba-tiba datang serangan dari sekelompok orang bertopeng, mereka menyerang Emma dan orang-orangnya, lalu salah satu dari mereka menangkap tubuh Elena yang dilemparkan oleh orangnya Emma, kemudian membawanya pergi, setelah itu Elena tidak ingat apa-apa lagi.“Siapa sebenarnya mereka? Dan, di mana aku sekarang?” gumam Elena, ia mencoba bangun namun tubuhnya terasa lemas. Elena ingat, sejak pagi perutnya belum terisi apa pun. Tanpa sengaja Elea menoleh ke samping tempatnya terbaring, sebuah meja penuh dengan makanan dan minuman. Elena menelan ludah, seketika rasa lapar menyergapnya. Ingin rasanya ia menyantap makanan-makanan itu agar tubuhnya mempunyai energi. Tapi tidak, Elena
“Tidak…! Hentikan!!” Elena berteriak histeris, ia tak tahan melihat Mia disiksa seperti itu. Tubuh Elena bergetar ketakutan. “Hentikan Emma, lepaskan Mia, dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Urusanmu adalah denganku.”“Hmm, bagus. Sekarang cepat tanda tangani berkas-berkas itu, atau kau akan melihat perempuan tua itu mati.”“Baiklah Emma, aku akan turuti keinginanmu, tapi lepaskan Mia, biarkan dia pergi.” Elena mencoba mengajukan persyaratan.“Apa?” Emma bertanya sambil mendekati Elena, “kamu mau mencoba mengelabuiku hah? Setelah dilepas perempuan tua itu akan mencari bantuan, itu kan rencanamu, kamu pikir aku bodoh!”“Tidak, Emma. Aku sungguh-sungguh akan memenuhi keinginanmu, aku akan menandatangani berkas-berkas ini. Aku hanya tidak ingin ada korban dalam masalah ini.” Elena berkata dengan kesungguhan pada kata-katanya, perlahan ia melihat pada Mia yang sudah tidak berdaya.“Lihatlah, Mia sudah terluka dan tidak berdaya begitu, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa, mau car
“Apa maksudmu, Emma? Dan apa yang kamu inginkan?” Elena bertanya dengan tenang, meskipun dia sudah bisa meraba apa yang diinginkan Emma.Demi melihat ketenangan sikap Elena, Emma menjadi gusar, ia mendekati Elena lalu dengan geram menarik rambut wanita itu hingga Elena merasa kesakitan, ia memejamkan mata dan mengigit bibirnya menahan rasa sakit. Namun ia tidak berteriak, sebisa mungkin ia menahannya dan berusaha untuk tenang.“Jangan pura-pura lugu, aku tahu meskipun kamu perempuan kampung tapi kalau soal harta kamu tidak bodoh. Itu sebabnya kamu mau menikahi lelaki lumpuh yang sudah mau mati, sehingga bisa menguasai seluruh harta Rodriguez.” Emma berkata berang.“Bukan begitu, Emma. Sedikitpun aku tidak ada keinginan menguasai harta Rodriguez.” Elena berkata pelan, ia terdiam sesaat lalu menatap Emma dengan kesungguhan di matanya. “Begini saja Emma, aku akan memberikan bagianku padamu. Aku hanya akan mendampingi putraku hingga dewasa, setelah itu aku akan mengelola milik keluargaku
Malam terus merangkak hingga kegelapan menyelimuti sekeliling, hanya lampu-lampu jalan dan juga lampu-lampu dari celah jendela setiap bangunan yang menjadi pemandangan malam itu. Raul dan rombongannya mengambil jalan pintas sehingga tidak melalui jalan utama kota. Untungnya, Raul dulu aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga dia hapal setiap sudut wilayah kota itu.Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, mereka pun tiba di daerah yang di tuju. Raul menghentikan mobilnya diikuti mobil-mobil lain di belakangnya. Raul segera turun, begitu pun Mario dan Miguel. Mereka mengamati sekeliling tempat itu.Miguel kembali melihat map di ponselnya, dan memang titiknya sangat tepat. “Di arah sana lokasinya, tuan.” Migu menunjuk arah sesuai petunjuk peta. Raul dan Mario mengamati arah yang ditunjuk Miguel.“Yah benar, di sana ada bangunan yang terpisah dengan bangunan lainnya, tempatnya terpencil, kalau tidak salah dulu dipakai sebagai istal untuk menyimpan kuda, tapi sepertinya sud