Hari masih begitu pagi, udara pun terasa sejuk di kulit Midori. Namun, wajahnya terasa panas. Kenzo terus-menerus membuatnya merona karena malu mendengar ucapan pemuda itu.
"Oohh Pacar Sehariku sepertinya tukang gombal," ucap Midori ringan seraya melepaskan diri dari pelukan Kenzo di pinggangnya. Dia berjalan kembali ke arah kamarnya.
"Midori, tunggu ... ada sesuatu yang akan dikirim ke kamarmu sebentar lagi." Kenzo mengecek jam tangan di pergelangan tangan kirinya yang tertutup manset kemejanya.
Midori menoleh sekilas ke arah Kenzo lalu terus masuk ke kamarnya dan menutup pintu teras.
Melihat hal itu, Kenzo pun kembali ke kamarnya. Dia ingin mengatur tur wisata keluarga Midori dengan sopir pribadinya.
"Tuan Muda ...," sapa sopir pribadi Kenzo yang bernama Yoshida, dia pria berusia awal 30 tahun.
"Yoshi-san, aku ingin minta tolong padamu hari ini. Keluarga teman baikku sedang berkunjung ke Kyoto, mereka ingin melihat-lihat tempat yang menarik di Kyoto. Mungkin Yoshi-san bisa mengajak mereka ke Taman Maruyama untuk melihat bunga Sakura mekar lalu ke area Gion-Higashiyama untuk berdandan ala geisha dan wisata kuliner, lalu ke Jalan Shinjo untuk mencari oleh-oleh atau kenang-kenangan. Laporkan padaku aktivitas mereka dan jangan biarkan mereka membayar apapun. Ini aku bawakan uang tunai 200 ribu yen, kurasa cukup untuk berwisata sepuasnya hingga tengah hari."
Kenzo mengeluarkan 20 lembar uang pecahan 10.000 yen dari dompetnya lalu menyerahkannya pada Yoshida.
"Baik, Tuan Muda Kenzo. Apa ada lagi yang harus saya kerjakan?" tanya Yoshida lagi sembari menyimpan uang pemberian Kenzo ke dalam dompetnya.
"Sementara itu dulu saja, infokan ke nomor ponselku lokasi kalian. Mungkin aku akan menyusul dengan mobilku nanti. Kau boleh bersiap-siap dulu." Kenzo pun memakai jas birunya dan merapikan kemeja sutera putihnya sambil bercermin. Dia akan pergi sarapan ke restoran hotel kemudian pergi bersama ayah Midori ke dealer.
"Permisi, Tuan Muda Kenzo," pamit Yoshida seraya meninggalkan kamar Kenzo.
Tok tok tok.
Tepat pukul 07.00, kamar Midori diketuk dari luar koridor hotel. Midori pun membuka pintu kamarnya untuk melihat siapa tamunya.
"Nona Midori, ada kiriman buket bunga untuk Anda. Tolong tanda tangan di sini," ujar kurir toko bunga itu sembari menyerahkan buket bunga mawar itu beserta nota pengirimannya.
Midori menandatangani nota pengiriman bunga dan menerima buket bunga itu. Dia membawanya masuk sambil membaca pesan dari si pengirim.
Ketika membaca pesan yang tertulis di dalam amplop pink itu, Midori cekikikan sendiri. Dia pun meraih ponselnya dan mengetik pesan WA kepada Kenzo.
["Bunga kirimanmu sudah kuterima 😘 "]
["Pesannya jauh lebih berbunga dibandingkan dengan bunganya, kau memang berbakat, Ken!"]
Midori mengirimkan pesan itu. Tak lama kemudian Kenzo membalasnya.
["Berbakat apa, Midori?"]
Gadis itu pun membalas lagi.
["Berbakat gombal. ðŸ¤ðŸ˜†]
Kenzo pun tertawa membaca balasan Midori. Dia padahal sudah berusaha menjadi seperti pujangga demi gadis itu. Namun, sepertinya gagal total. Dia pun membalas,
["Apakah kata-katanya aneh? Aku hanya berusaha sedikit puitis."]
Midori membaca pesan balasan dari Kenzo dan merasa pria itu jujur. Sebetulnya pesan itu sangat manis dan romantis, dia menjadi merasa bersalah. Dia pun mengetik lagi pesan kepada Kenzo.
["Maafkan aku, Kenzo. Pesanmu itu sangat manis, terima kasih untuk bunganya. Aku menyukainya."]
Kenzo pun tersenyum lebar membaca pesan terakhir dari Midori. Lalu membalas,
["Sama-sama, Midori Sayangku. Ayo sarapan di restoran hotel. Apa mau kujemput ke kamarmu?"]
Midori pun membalas,
["Oke, kutunggu di kamarku, Ken."]
Kenzo pun segera berlari ke kamar Midori hingga terengah-engah di depan kamar gadis itu lalu mengetuk pintu kamarnya.
Midori segera membuka pintu dan sudah berpenampilan rapi serta berdandan natural. Dia menatap Kenzo yang berkeringat dan terengah-engah sembari tertawa.
"Hey, kenapa berlari kemari? Aku sudah mengatakan akan menunggumu, Ken ...," ujarnya seraya mengusap keringat di sekitar wajah Kenzo dengan tissue dari dalam sling bag-nya.
Kenzo pun tersenyum dan berkata, "Aku tak mau membuatmu menunggu terlalu lama. Ayo kita berangkat sekarang."
Midori pun menggandeng lengan Kenzo. Mereka berjalan berdampingan menuju ke restoran.
Di tengah jalan menuju restoran, mereka bertemu keluarga Midori dan ketiga teman Kenzo. Pemuda-pemuda itu beserta Poseidon berdehem-dehem sembari tersenyum melirik pada pasangan itu.
Leeray dan Deasy pun saling bertatapan dan mengangkat alis mereka ketika melihat Midori menggandeng lengan Kenzo.
"Apa Midori berpacaran dengan Kenzo?" tanya Leeray pada istrinya.
"Mana aku tahu, Lee. Bukankah mereka baru berkenalan kemarin?" balas Deasy tak kalah bingung dengan suaminya.
"Tolong nasihati puterimu itu, jangan sampai kejadian seperti dirimu dan aku dulu. Kita jadi harus menikah kilat karena aku menghilangkan kegadisanmu. Kenzo berasal dari negara yang berbeda dengan Midori," ujar Leeray lagi, dia agak kuatir dengan hubungan puterinya dengan Kenzo.
"Tenanglah, Lee. Aku akan bicara pelan-pelan dengan Midori nanti. Kau bicaralah dengan Kenzo, hubungan mereka pasti tidak mudah ... jangan sampai hanya terbawa napsu sesaat dan lupa diri," balas Deasy dengan volume rendah di dekat telinga Leeray.
Mereka pun sampai di restoran hotel. Kali ini Midori menemani Kenzo sarapan terpisah dari meja keluarganya. Sementara ketiga teman Kenzo bergabung dengan meja Midori dan Kenzo. Mereka berlima saling bercanda dan tertawa bersama. Beruntungnya keempat pemuda itu fasih berbahasa Inggris sehingga Midori pun dapat mengikuti setiap perbincangan hangat mereka.
Seusai sarapan, Kenzo berpamitan pada ketiga temannya itu. Dia harus menemani papi Midori mengunjungi dealer mobil milik keluarganya.
"Paman Leeray, apa sudah siap kalau kita berangkat sekarang?" tanya Kenzo berdiri berdampingan dengan Midori di samping meja tempat Leeray sarapan bersama Deasy dan Poseidon.
Leeray menatap pemuda itu sembari tersenyum ramah. "Tentu, Kenzo. Ayo kita berangkat sekarang. Kalian jaga diri baik-baik ya, hubungi Papi bila ada yang tidak beres selama berjalan-jalan nanti."
"Tenanglah, Paman Leeray. Sopir pribadiku sendiri yang akan mengawal mereka. Di Kyoto tidak banyak pencopet juga. Selamat menikmati wisata di Kyoto, Tante Deasy dan Posei. Midori, aku pamit. Mari, Paman ...," ujar Kenzo dengan simpatik mengajak Leeray berangkat.
Kedua pria berbeda usia itu pun berjalan ke parkiran depan hotel. Kenzo menyetir mobilnya untuk Leeray.
Sementara di hotel, Deasy menginterogasi puteri kesayangannya mengenai hubungannya dengan Kenzo.
"Midori Sayang, apa kamu dan Kenzo memiliki perasaan khusus? Mami lihat kalian sangat dekat pagi ini," tanya Deasy dengan hati-hati.
"Apakah nampak sekali, Mam? Sebenarnya kami hanya berteman saja, dia memang menyukaiku, tapi kurasa aku belum ingin berpacaran. Lagipula lusa kita akan kembali ke Perth, kan? Pasti dia akan melupakanku ...," jawab Midori tanpa beban.
"Ohh baguslah kalau kau mengerti, hubungan kalian akan sangat sulit bila diteruskan, kita berbeda bangsa dengan Kenzo dan dia dari keluarga bangsawan Jepang yang masih memelihara tradisi nenek moyangnya. Orang tuanya pasti sudah memilihkan jodoh untuk putera mereka," nasihat Deasy pada puterinya, dia ingin Midori benar-benar paham mengenai masa depan hubungannya dengan Kenzo.
Midori pun membatin dalam hatinya bahwa dia pun tahu mengenai hal itu. Dia akan menjaga hatinya agar tidak terlalu menanggapi segala perlakuan manis Kenzo kepadanya. Dia pun belum pernah tahu seperti apa rasanya cinta, sebuah kata yang selalu dinyanyikan dalam lagu-lagu yang dia dengar seolah itu begitu indah. Namun, berduri seperti mawar.
Jalan raya di Kyoto begitu lengang, jarang kendaraan bermotor yang berada di jalan. Sebagian besar masyarakat di Jepang lebih memilih bepergian dengan bus atau kereta api dan terkadang bersepeda atau berjalan kaki.Leeray pun terkesan dengan kebiasaan orang Jepang yang ramah lingkungan itu, betapa berbeda dengan di Indonesia yang jalan rayanya terutama di Jakarta berjubel kendaraan bermotor berbagai merk. Tingkat polusinya sudah sangat parah."Paman Leeray, liburan di Jepang sampai kapan?" tanya Kenzo penasaran sembari menyetir dengan hati-hati."Lusa kami pulang ke Perth, besok kami akan pindah ke Tokyo sehari saja sebelum pulang. Kamu apa tidak masuk kerja, Kenzo?" balas Leeray sambil menatap pemuda itu dari samping.Kenzo memiliki penampilan yang menarik, matanya memang khas orang Jepang yang sipit, hidungnya mancung lurus, bibirnya penuh berwarna merah delima, wajahnya sedikit tirus dengan tulang pipi tinggi, dan potongan rambutnya agak pa
Sepasang tangan hangat yang lebar menutupi kedua mata Midori dari belakang. Gadis itu terkikik lalu berkata, "Aku tahu itu pasti kamu, Kenzo.""Apa kabar, Pacar Sehariku? Senang jalan-jalannya hari ini?" tanya Kenzo sembari tersenyum ketika Midori berbalik menghadapnya.Kecantikan alami wajah Midori selalu sukses membuat jantung Kenzo berdebar-debar. Apalagi dalam jarak setengah meter, rasanya dia ingin menautkan bibirnya sesegera mungkin ke bibir mungil merah muda itu, menyesapnya, melumatnya hingga gadis itu melenguh seperti ketika mereka terakhir kali berciuman.Midori merasa wajahnya panas karena tersipu malu ketika dipandangi dengan begitu intens oleh Kenzo. Dia pun menggigit bibir bawahnya yang membuat Kenzo mendadak menahan napas dan memalingkan wajahnya ke samping."Jalan-jalannya di Kyoto begitu seru, Kenzo. Terima kasih atas tumpangannya dan sopirmu begitu murah hati pada kami. Dia membayar segala pengeluaran kami hingga kami merasa tidak enak h
Ketiga teman Kenzo sudah kembali ke Tokyo pagi tadi sehabis sarapan. Kenzo pun sendirian menghabiskan sore itu di kamarnya. Saat itu masih pukul 15.30. Karena jam untuk makan malam masih lama, dia pun memutuskan untuk berendam di onsen penginapan Togutsutei.Onsen itu sepi tanpa seorang pun pengunjung yang berendam di dalam kolam air panas. Kenzo menceburkan dirinya ke dalam kolam. Dia memejamkan matanya menikmati ketenangan.Tiba-tiba terdengar suara ceburan di air dari sisi lain onsen. Dia pun menengok ke arah datangnya suara itu. Ternyata Midori pun berendam di sana. Dia pun keluar dari air dan meraih handuknya lalu membelitkannya di pinggulnya. Kemudian berjalan ke sisi onsen tempat Midori berendam.Gadis itu tidak menyadari kehadirannya karena sedang memejamkan mata sembari mendengarkan musik dengan earphone bluetooth. Pipinya berwarna merah muda karena uap hangat dari air tempat dia berendam.Kenzo berjongkok di tepi kolam lalu mengecup pipi Midori.
Mereka bertiga naik ke mobil Kenzo yang bertipe sedan dengan merk Richter. Mobil itu produksi perusahaan keluarga Watanabe. Ide mobil itu pun sebagian besar berasal dari buah pikiran Kenzo sendiri. Dia adalah seorang jenius IT."Sepertinya aku akan mengajak kalian berdua makan malam dulu ya ... setelah itu kita akan naik perahu kecil di sungai Arashiyama," ujar Kenzo sembari menyetir dengan hati-hati."Oke, aku ikut saja dengan rencana kalian. Anggap saja aku tidak ada, Kenzo," balas Poseidon sambil bercanda.Poseidon tahu bahwa Kenzo menyukai saudari kembarnya, Midori. Menurutnya, pemuda berkebangsaan Jepang itu baik dan sangat perhatian. Wisata keluarganya di Kyoto tadi pagi hingga siang pun diatur sedemikian rupa oleh Kenzo hingga terasa begitu nyaman. Dia mendukung hubungan Kenzo dan Midori."Posei, apa kau tidak mendapat kenalan gadis Jepang hingga 3 hari kau berlibur di Jepang?" sindir Midori."Tsskk kau gemar sekali mem-bully-ku, Mi. Aku mem
Kenzo meraih tangan Midori lalu mengecupnya sembari menatapnya dengan tatapan tajamnya. "Kau mengatakan 'aku mencintaimu, Kenzo', tapi hatimu ragu ... apa yang harus kulakukan untuk meyakinkanmu, Midori?" ucap Kenzo.Angin malam di sungai Arashiyama berhembus menerbangkan kelopak bunga Sakura yang gugur. Kelopak bunga Sakura merah muda itu mendarat di rambut Midori yang disanggul rapi oleh pelayan penginapan Togutsutei tadi. Kenzo mengambil kelopak bunga Sakura itu dan menaruhnya di telapak tangan Midori.Gadis itu menatap kelopak bunga Sakura itu lalu menatap wajah Kenzo dengan tersipu malu."Tempatmu seharusnya berada adalah di negeriku, Midori. Entah apa alasan orang tuamu menamaimu dengan nama gadis Jepang ... tapi mungkin itu pertanda takdir yang mempertemukan kita di Kyoto. Seorang Midori dengan seorang Kenzo. Kita lihat saja nanti apakah ketika kamu kembali ke Perth, hubungan kita akan berakhir dan sirna atau akan bertahan dan bersemi seperti bunga
Dari balik pintu kamar Midori yang menghadap ke koridor penginapan, Leeray memperhatikan kebersamaan Midori dan Kenzo. Kedua anak muda itu memang berciuman, tetapi mereka tidak berbuat yang lebih dari itu. Selepas tengah malam, mereka berpisah. Kenzo kembali ke kamarnya sendiri."Hubby?" panggil Deasy di ujung lorong kamar Midori.Leeray agak terkejut karena terpergok istrinya sedang memata-matai puteri mereka. Dia pun menutup rapat kamar Midori sebelum gadis itu menyadari keberadaannya. Kemudian menghampiri Deasy.Dia merangkul bahu Deasy sembari berjalan kembali ke kamar mereka di sisi timur penginapan. "Bagaimana kau tahu kalau aku ada di sini, Sayang?" tanya Leeray."Kau mencurigakan ...," balas Deasy terkikik."Aku hanya ingin memastikan Kenzo tidak macam-macam pada Midori. Besok kita pindah ke Tokyo, kan?" ujar Leeray membela dirinya.Mereka berdua pun masuk ke kamar lalu berbaring bersisian di atas kasur tebal di lantai."Hold
Leeray menatap sepasang muda-mudi yang tengah asik berciuman di lobi hotel tanpa menghiraukan orang-orang di sekitarnya. Dia mendekati mereka berdua dan berdehem.Akhirnya, ciuman itu berakhir dan puteri kesayangannya itu menoleh kepadanya dengan bibir bengkak dan merah karena dilumat oleh bibir Kenzo. Leeray sebenarnya ingin marah, tetapi dia ingat dulupun dia seperti mereka berdua ketika berpacaran dengan Deasy, istrinya, malahan mungkin lebih parah seingatnya."Paman Leeray, jangan marahi Midori, aku yang salah karena memintanya menciumku," bela Kenzo sembari berdiri di depan tubuh Midori, dia siap seandainya papi Midori akan memukulnya sekalipun.Midori yang melihat Kenzo membelanya pun sedikit merasa tersentuh. Pemuda itu sepertinya memiliki prinsip berani berbuat berani bertanggungjawab. Dia suka tipe lelaki yang seperti itu."Bukankah kau harus bekerja, Kenzo? Berangkatlah sekarang sebelum kau terlambat," ujar Leeray mengusir Kenzo dengan halus.
Pukul 18.30, Kenzo menjemput keluarga Midori di lobi hotel Imperial Tokyo. Dia mengenakan baju santai kali ini, kaos tshirt putih dan celana jeans biru muda dengan jaket hitam tebal. Malam ini dia akan mengajak keluarga Midori ke dua tempat yaitu Tokyo Skytree dan Kabukiza di Ginza.Sepertinya menonton teater Kabuki dulu saja, pikir Kenzo mengatur agenda jalan-jalan malam ini di otaknya."Hey! Melamun sendiri, Kenzo?" sapa Midori yang duduk di sampingnya.Gadis itu tampil santai juga, tapi apa pun yang dipakai Midori selalu kelihatan cantik dan tidak berlebihan. Malam ini Midori mengenakan dress selutut dari bahan jeans dengan dalaman kaos warna putih polos."Nggak melamun, hanya berpikir rencana jalan-jalan malam ini. Wow, kau harum sekali Midori. Aku suka dengan aroma tubuhmu, boleh kucium?" balas Kenzo mendekatkan dirinya ke Midori. Dia menghirup aroma tubuh Midori lalu mendaratkan kecupannya di ceruk leher Midori sekali.Kecupan Kenzo membuat t