Malam semakin larut, Kenzo masih asyik mengobrol dengan Midori di teras kamar gadis itu.
Midori menceritakan pada Kenzo bahwa bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia karena kedua orang tuanya adalah warga negara Indonesia. Namun, karena bisnis mereka berpusat di Perth, kedua orang tuanya berpindah kewarganegaraan sebelum Midori dan Poseidon lahir untuk mempermudah pembuatan akte kelahiran anak juga selain pertimbangan bisnis.
Kenzo pun mengerti bahwa gadis yang dia sukai memiliki kebangsaan ganda yaitu Indonesia dan Australia. Dalam tradisinya silsilah kebangsaan itu penting. Menurut pengetahuannya, latar belakang Midori ini akan sangat sulit bila harus disatukan dengannya dalam sebuah pernikahan.
Tradisi bangsa Kenzo menjunjung tinggi cinta bangsanya dan juga memandang tinggi kesetiaan pada tanah air. Sementara orang tua Midori berpindah kewarganegaraan, itu sudah sangat salah dengan alasan apapun.
Kenzo merasa dilema, mana yang harus dia ikuti ... kata hatinya atau logikanya?
"Midori Sayangku, hari sudah larut malam. Kita sebaiknya beristirahat, besok kita bisa berbincang-bincang lagi," ujar Kenzo sembari membelai pipi Midori dengan telapak tangannya yang lebar.
Midori pun menyadari betapa lebarnya telapak tangan Kenzo. Dia terkikik geli.
"Ada apa, Sayang?" tanya Kenzo penasaran karena gadis itu cekikikan tanpa sebab, 'tidak gila 'kan?'
"Telapak tanganmu sangat lebar, Ken," jawab Midori sembari menggenggam tangan kanan Kenzo yang agak kasar dengan kedua tangannya.
"Hey, kenapa telapak tanganmu tidak halus? Bukankah kau tuan muda dari keluarga konglomerat?" tanya Midori dengan curiga, jangan-jangan Kenzo berbohong kalau dia seorang tuan muda.
Kenzo pun tertawa kecil menanggapi pertanyaan Midori. "Latihan bela diri dan pedang membuat telapak tanganku tidak mulus. Kehidupanku berbeda dengan anak-anak laki-laki Jepang yang biasa. Ada banyak perbedaan dalam hal tradisi dan kebudayaan. Aku akan menceritakannya kepadamu kapan-kapan. Sekarang ... aku ingin kau tidur di kamarmu. Ayo, masuklah ke kamarmu, Sayangku Midori!"
Wajah Midori merona ketika mendengar panggilan sayang dari Kenzo kepadanya berkali-kali. Dia merasa perasaan pemuda itu begitu lembut. Terlepas dari ciuman ganasnya yang agak membuatnya takut, Kenzo adalah pria yang menyenangkan, menurut Midori.
Kenzo mengecup punggung tangan Midori. Dia ingin mencium bibir indah itu, tetapi dia kuatir Midori akan salah paham. 'Besok masih ada waktu,' batin Kenzo.
"Selamat malam, Cantik. Sampai jumpa besok pagi," pamit Kenzo sembari berdiri di depan teras menunggu gadis itu masuk ke kamarnya dan menutup pintu teras.
"Selamat malam, Pangeran Tampanku," balas Midori iseng lalu cepat-cepat menutup pintu teras meninggalkan Kenzo yang terperangah mendengar panggilan Midori padanya.
Di dalam kamar, Midori cekikikan sendiri teringat ekspresi Kenzo. Ternyata membuat Kenzo kegeeran itu sangat lucu. Besok dia akan menjalani pacaran sehari dengan Kenzo, pasti akan sangat menggelikan.
Sebelum berbaring Midori pun membuka yukata yang dia kenakan di luar gaun tidurnya. Kemudian dia pun berbaring di ranjang dan menata letak selimutnya, udara malam ternyata begitu dingin. Padahal tadi dia duduk bersama Kenzo di teras begitu lama dan tidak terasa dingin.
Memiliki pacar yang berkebangsaan Jepang itu sepertinya cukup keren, pikir Midori. Dia pun membandingkan wajah Kenzo dengan ketiga temannya yang makan malam bersama tadi dalam benaknya.
Menurutnya, Kenzo memang yang paling tampan dan juga begitu berkarisma ketika berbicara, seolah semua orang harus mendengarkannya ketika dia berbicara. Seperti kakeknya, Leonard Indrajaya yang memiliki karisma luar biasa.
Tak lama kemudian Midori pun terlelap.
Setelah kembali ke kamarnya, Kenzo mengatur jadwalnya untuk besok pagi. Dia akan menemani ayah Midori ke dealer mobil perusahaannya. Dia juga harus mengatur kendaraan untuk mengantar keluarga Midori berwisata berkeliling Kyoto mengunjungi spot hanami (melihat bunga Sakura mekar). Mungkin besok malam dia akan meminta izin pada Paman Leeray untuk mengajak Midori berkencan.
Kenzo ingin mengajak Midori berjalan-jalan ke Arashiyama karena pada malam hari tempat itu lebih indah, dia bisa mengajak Midori naik perahu sambil melihat pohon bunga Sakura yang jumlahnya sekitar 1500 di dekat jembatan Togetsu-kyo dengan pencahayaan khusus di sepanjang Sungai Katsuragawa.
Dia pun memesan sebuah buket bunga mawar warna putih dan merah muda jingga sejumlah 18 batang seperti usia Midori saat ini ke Pousse florist, toko bunga itu melayani delivery on line order. Kenzo mengisi waktu delivery jam 7 pagi ke penginapan Togutsutei kamar nomor 10 lalu membayar tagihannya dengan mastercard miliknya.
Kenzo menuliskan kata-kata kartu ucapan bunganya untuk Midori melalui aplikasi pemesanan itu. "Selamat pagi, Bidadariku yang cantik. Semoga harimu akan seindah bunga ini. Aku merindukanmu, Midori Sayangku ..."
Baru kali ini Kenzo sedemikian puitis dan berusaha merangkai kata-kata indah untuk merayu seorang gadis. Dia membatin apakah kata-katanya berlebihan atau tidak? Apa dia tampak terlalu bucin? 'Ahhh biarlah,' putusnya pada akhirnya.
Kenzo pun tertidur pukul 01.00.
Keesokan paginya, Midori bangun pukul 05.35 seperti biasanya. Keluarganya terbiasa bangun pagi, bahkan papi dan Poseidon selalu berolahraga pukul 05.00 ketika berada di rumah. Entah apa yang mereka lakukan ketika berada di luar rumah seperti saat ini.
Dia pun memutuskan untuk mandi pagi saja dan berdandan. Dalam hatinya, Midori penasaran seperti apa pacaran seharinya dengan Kenzo. Apa pria itu sudah bangun sama sepertinya? Kenapa dia jadi memikirkan Kenzo pagi-pagi begini? Midori mengomeli dirinya sendiri dalam hatinya.
Seusai mandi pagi dan berpakaian rapi, Midori pun membuka pintu teras kamarnya. Udara yang sejuk menyapa dirinya. Sayangnya kamarnya menghadap ke barat, jadi dia tidak bisa melihat matahari terbit. Dia pun memakai alas kakinya dan berjalan ke dekat kolam ikan.
Ketika sedang berdiri melihat ikan koi, mata Midori ditutup dengan telapak tangan dari belakang. Dia agak terkejut, tetapi ketika meraba telapak tangan itu dia tahu siapa itu.
"Pagi, Kenzo ... aku tahu itu kau," ucap Midori sembari tersenyum.
Kenzo pun melepaskan tangannya dari mata Midori. "Pagi, Midori ... sepertinya kau sudah mandi ya? Harum sekali ...," balas Kenzo seraya membalik tubuh Midori ke arahnya dan memeluk pinggang gadis itu. Dia mendaratkan kecupan ringan di ceruk leher gadis itu yang menguarkan aroma manis ke indera penciumannya.
Midori terdiam ketika Kenzo memperlakukannya begitu mesra, yang jelas jantungnya berdetak kencang saat ini. Apakah pacaran sehari kesepakatan mereka semalam sudah dimulai? batin Midori dengan bingung, ini pacaran pertamanya.
Kenzo merapikan anak rambut di sisi wajah Midori ke balik daun telinga gadis itu sembari menatapnya dengan lembut dan tersenyum tipis.
"Apa tidurmu semalam nyenyak, Sayang?" tanya Kenzo.
Midori dengan kikuk menjawab, "Ehh ohh tidurku nyenyak."
"Midori, apa kita bisa berkencan nanti malam? Aku ingin mengajakmu naik perahu sambil menikmati keindahan bunga Sakura di sepanjang sungai Katsuragawa, kau pasti akan menyukainya," bujuk Kenzo masih memeluk pinggang Midori.
Wajah Midori merona ketika dipeluk seperti itu. Dia pun menjawab, "Aku akan mengabulkan keinginanmu untuk satu hari ini, Kenzo. Asalkan tidak keterlaluan ... mintalah izin pada ayahku, Pacar Sehariku." Dia pun tertawa cekikikan teringat status mereka berdua yang begitu aneh.
"Baguslah, aku pasti akan minta izin ke Paman Leeray. Pagi ini aku akan menemaninya ke dealerku, doakan aku Sayang agar aku bisa mendapatkan hati calon papi mertuaku. Anak gadisnya ini sudah membuatku tergila-gila," balas Kenzo yang membuat Midori melongo karena pemuda itu terlalu jujur.
"Apakah semua pemuda Jepang seagresif dirimu, Kenzo? Kita baru bertemu kemarin dan kau sudah berpikir untuk menjadikanku istrimu ... sungguh mengejutkan ...," ujar Midori tak yakin dengan perasaan Kenzo yang tak wajar menurutnya.
Kenzo pun tertawa kemudian berbisik di samping telinga Midori dengan suara bass-nya yang indah. "Kau akan lebih terkejut bila mengetahui apa yang ada dalam pikiranku tentangmu dan apa yang ingin kulakukan denganmu, Sayangku. Bagiku segalanya tampak indah ketika bersamamu."
Midori pun menutup mulutnya dengan telapak tangannya sambil menatap Kenzo dengan tatapan seakan tak sanggup membayangkan apa yang diucapkan Kenzo. Pria itu sungguh gila!
Hari masih begitu pagi, udara pun terasa sejuk di kulit Midori. Namun, wajahnya terasa panas. Kenzo terus-menerus membuatnya merona karena malu mendengar ucapan pemuda itu. "Oohh Pacar Sehariku sepertinya tukang gombal," ucap Midori ringan seraya melepaskan diri dari pelukan Kenzo di pinggangnya. Dia berjalan kembali ke arah kamarnya. "Midori, tunggu ... ada sesuatu yang akan dikirim ke kamarmu sebentar lagi." Kenzo mengecek jam tangan di pergelangan tangan kirinya yang tertutup manset kemejanya. Midori menoleh sekilas ke arah Kenzo lalu terus masuk ke kamarnya dan menutup pintu teras. Melihat hal itu, Kenzo pun kembali ke kamarnya. Dia ingin mengatur tur wisata keluarga Midori dengan sopir pribadinya. "Tuan Muda ...," sapa sopir pribadi Kenzo yang bernama Yoshida, dia pria berusia awal 30 tahun. "Yoshi-san, aku ingin minta tolong padamu hari ini. Keluarga teman baikku sedang berkunjung ke Kyoto, mereka ingin melihat-lihat tempat
Jalan raya di Kyoto begitu lengang, jarang kendaraan bermotor yang berada di jalan. Sebagian besar masyarakat di Jepang lebih memilih bepergian dengan bus atau kereta api dan terkadang bersepeda atau berjalan kaki.Leeray pun terkesan dengan kebiasaan orang Jepang yang ramah lingkungan itu, betapa berbeda dengan di Indonesia yang jalan rayanya terutama di Jakarta berjubel kendaraan bermotor berbagai merk. Tingkat polusinya sudah sangat parah."Paman Leeray, liburan di Jepang sampai kapan?" tanya Kenzo penasaran sembari menyetir dengan hati-hati."Lusa kami pulang ke Perth, besok kami akan pindah ke Tokyo sehari saja sebelum pulang. Kamu apa tidak masuk kerja, Kenzo?" balas Leeray sambil menatap pemuda itu dari samping.Kenzo memiliki penampilan yang menarik, matanya memang khas orang Jepang yang sipit, hidungnya mancung lurus, bibirnya penuh berwarna merah delima, wajahnya sedikit tirus dengan tulang pipi tinggi, dan potongan rambutnya agak pa
Sepasang tangan hangat yang lebar menutupi kedua mata Midori dari belakang. Gadis itu terkikik lalu berkata, "Aku tahu itu pasti kamu, Kenzo.""Apa kabar, Pacar Sehariku? Senang jalan-jalannya hari ini?" tanya Kenzo sembari tersenyum ketika Midori berbalik menghadapnya.Kecantikan alami wajah Midori selalu sukses membuat jantung Kenzo berdebar-debar. Apalagi dalam jarak setengah meter, rasanya dia ingin menautkan bibirnya sesegera mungkin ke bibir mungil merah muda itu, menyesapnya, melumatnya hingga gadis itu melenguh seperti ketika mereka terakhir kali berciuman.Midori merasa wajahnya panas karena tersipu malu ketika dipandangi dengan begitu intens oleh Kenzo. Dia pun menggigit bibir bawahnya yang membuat Kenzo mendadak menahan napas dan memalingkan wajahnya ke samping."Jalan-jalannya di Kyoto begitu seru, Kenzo. Terima kasih atas tumpangannya dan sopirmu begitu murah hati pada kami. Dia membayar segala pengeluaran kami hingga kami merasa tidak enak h
Ketiga teman Kenzo sudah kembali ke Tokyo pagi tadi sehabis sarapan. Kenzo pun sendirian menghabiskan sore itu di kamarnya. Saat itu masih pukul 15.30. Karena jam untuk makan malam masih lama, dia pun memutuskan untuk berendam di onsen penginapan Togutsutei.Onsen itu sepi tanpa seorang pun pengunjung yang berendam di dalam kolam air panas. Kenzo menceburkan dirinya ke dalam kolam. Dia memejamkan matanya menikmati ketenangan.Tiba-tiba terdengar suara ceburan di air dari sisi lain onsen. Dia pun menengok ke arah datangnya suara itu. Ternyata Midori pun berendam di sana. Dia pun keluar dari air dan meraih handuknya lalu membelitkannya di pinggulnya. Kemudian berjalan ke sisi onsen tempat Midori berendam.Gadis itu tidak menyadari kehadirannya karena sedang memejamkan mata sembari mendengarkan musik dengan earphone bluetooth. Pipinya berwarna merah muda karena uap hangat dari air tempat dia berendam.Kenzo berjongkok di tepi kolam lalu mengecup pipi Midori.
Mereka bertiga naik ke mobil Kenzo yang bertipe sedan dengan merk Richter. Mobil itu produksi perusahaan keluarga Watanabe. Ide mobil itu pun sebagian besar berasal dari buah pikiran Kenzo sendiri. Dia adalah seorang jenius IT."Sepertinya aku akan mengajak kalian berdua makan malam dulu ya ... setelah itu kita akan naik perahu kecil di sungai Arashiyama," ujar Kenzo sembari menyetir dengan hati-hati."Oke, aku ikut saja dengan rencana kalian. Anggap saja aku tidak ada, Kenzo," balas Poseidon sambil bercanda.Poseidon tahu bahwa Kenzo menyukai saudari kembarnya, Midori. Menurutnya, pemuda berkebangsaan Jepang itu baik dan sangat perhatian. Wisata keluarganya di Kyoto tadi pagi hingga siang pun diatur sedemikian rupa oleh Kenzo hingga terasa begitu nyaman. Dia mendukung hubungan Kenzo dan Midori."Posei, apa kau tidak mendapat kenalan gadis Jepang hingga 3 hari kau berlibur di Jepang?" sindir Midori."Tsskk kau gemar sekali mem-bully-ku, Mi. Aku mem
Kenzo meraih tangan Midori lalu mengecupnya sembari menatapnya dengan tatapan tajamnya. "Kau mengatakan 'aku mencintaimu, Kenzo', tapi hatimu ragu ... apa yang harus kulakukan untuk meyakinkanmu, Midori?" ucap Kenzo.Angin malam di sungai Arashiyama berhembus menerbangkan kelopak bunga Sakura yang gugur. Kelopak bunga Sakura merah muda itu mendarat di rambut Midori yang disanggul rapi oleh pelayan penginapan Togutsutei tadi. Kenzo mengambil kelopak bunga Sakura itu dan menaruhnya di telapak tangan Midori.Gadis itu menatap kelopak bunga Sakura itu lalu menatap wajah Kenzo dengan tersipu malu."Tempatmu seharusnya berada adalah di negeriku, Midori. Entah apa alasan orang tuamu menamaimu dengan nama gadis Jepang ... tapi mungkin itu pertanda takdir yang mempertemukan kita di Kyoto. Seorang Midori dengan seorang Kenzo. Kita lihat saja nanti apakah ketika kamu kembali ke Perth, hubungan kita akan berakhir dan sirna atau akan bertahan dan bersemi seperti bunga
Dari balik pintu kamar Midori yang menghadap ke koridor penginapan, Leeray memperhatikan kebersamaan Midori dan Kenzo. Kedua anak muda itu memang berciuman, tetapi mereka tidak berbuat yang lebih dari itu. Selepas tengah malam, mereka berpisah. Kenzo kembali ke kamarnya sendiri."Hubby?" panggil Deasy di ujung lorong kamar Midori.Leeray agak terkejut karena terpergok istrinya sedang memata-matai puteri mereka. Dia pun menutup rapat kamar Midori sebelum gadis itu menyadari keberadaannya. Kemudian menghampiri Deasy.Dia merangkul bahu Deasy sembari berjalan kembali ke kamar mereka di sisi timur penginapan. "Bagaimana kau tahu kalau aku ada di sini, Sayang?" tanya Leeray."Kau mencurigakan ...," balas Deasy terkikik."Aku hanya ingin memastikan Kenzo tidak macam-macam pada Midori. Besok kita pindah ke Tokyo, kan?" ujar Leeray membela dirinya.Mereka berdua pun masuk ke kamar lalu berbaring bersisian di atas kasur tebal di lantai."Hold
Leeray menatap sepasang muda-mudi yang tengah asik berciuman di lobi hotel tanpa menghiraukan orang-orang di sekitarnya. Dia mendekati mereka berdua dan berdehem.Akhirnya, ciuman itu berakhir dan puteri kesayangannya itu menoleh kepadanya dengan bibir bengkak dan merah karena dilumat oleh bibir Kenzo. Leeray sebenarnya ingin marah, tetapi dia ingat dulupun dia seperti mereka berdua ketika berpacaran dengan Deasy, istrinya, malahan mungkin lebih parah seingatnya."Paman Leeray, jangan marahi Midori, aku yang salah karena memintanya menciumku," bela Kenzo sembari berdiri di depan tubuh Midori, dia siap seandainya papi Midori akan memukulnya sekalipun.Midori yang melihat Kenzo membelanya pun sedikit merasa tersentuh. Pemuda itu sepertinya memiliki prinsip berani berbuat berani bertanggungjawab. Dia suka tipe lelaki yang seperti itu."Bukankah kau harus bekerja, Kenzo? Berangkatlah sekarang sebelum kau terlambat," ujar Leeray mengusir Kenzo dengan halus.