MasukSementara itu di tempat lain, Tuan Andreas sedang berbicara dengan sang anak tentang pelayan itu, tiada lain adalah Ramli. Mereka mengobrol di ruangan kerja tempat di mana Vina biasanya menyelesaikan pekerjaan kantornya di sana. "Papa mau ngomong apa, habis ini aku mau tidur, ngantuk dan capek banget!" kata Vina mengawali obrolan mereka. "Sebenarnya Papa tidak mau mencampuri urusan kalian, hanya saja kali ini Papa harus meluruskan sesuatu agar kamu tidak salah arah, Vin. Apalagi saat ini kamu sedang hamil cucu-cucu Papa!" ucap Tuan Andreas dengan serius. Vina menghela napas dan ia tahu kw mana arah pembicaraan sang papa. "Tentang Ramli?" jawab Vina to the point. "Iya, seharusnya kamu sebagai istri harus bisa menjaga diri. Ramli itu cuma pembantu, Vina. Dia cuma pelayan kampung yang miskin. Papa tuh cuma nggak mau kamu jadi ketergantungan pada pria itu. Toh, dia bukan ayah bayimu, ayahnya adalah Rangga, harusnya kamu bisa sadar dong!" kata Tuan Andreas. Rasanya Vina
Ayu dan Bagas terkejut saat melihat Romi yang sedang menangis. Kedua bocah itu pun heran kenapa Romi menangis. "Pak Dhe Romi kenapa tuh, kak? Kok nangis, ya!" bisik Ayu pada sang kakak. Bagas ikut menoleh dan melihat bagaimana kedua mata Romi yang memerah karena sedang menangis. "Nggak tahu tuh, Dek," jawab Bagas sambil mengangkat bahunya. Lalu Ayu memberanikan diri untuk bertanya kepada Romi. Gadis kecil itu berjalan mendekati Romi sambil melihat wajah pria itu dengan tatapan menyelidik. "Pak Dhe kenapa? Nangis?" tanya Ayu. Spontan Romi terkejut saat bocah itu tiba-tiba berdiri di hadapannya. Seketika Romi langsung menunjukkan senyumnya dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. "Eh, siapa yang nangis, enggak kok!" jawabnya mengelak. "Lah itu matanya merah, hidungnya juga merah. Pak Dhe nangisin apa?" tanya Ayu dengan lugunya. Bagas pun ikut mendekati Romi dan berdiri di samping sang adik. "Iya loh, Pak Dhe nangis! Itu hidungnya jadi mekar kayak jambu!" imbuh Bagas sambil menunju
"Oke!" Vina mengiyakan permintaan sang Papa. Di sisi lain Rangga sangat kesal karena Ramli masih dilindungi istrinya. Usahanya kali ini gagal untuk mempengaruhi Tuan Andreas, tapi dia tidak akan tinggal diam. Rangga akan terus berusaha untuk menyingkirkan Ramli dari rumah mereka. Sementara itu Ramli kembali ke kamarnya, pertemuannya dengan Tuan Andreas untuk kali kedua cukup membuatnya teringat lagi akan kedua orang tuanya yang meninggal gara-gara pria itu. Jika teringat Tuan Andreas, dendamnya tidak mungkin bisa padam meskipun anak pria itu sudah membuatnya jatuh cinta. Ramli masuk ke kamarnya, pria mengepalkan kedua tangannya lalu ia meninju dinding untuk melampiaskan kemarahannya. Wajahnya sangat tegang dan berkali-kali ia memukuli benda padat dan kuat itu. Tak bisa dielakkan jika tangannya menjadi berdarah. Sakit, perih dan ngilu. Namun rasa sakit itu tidak sebanding dengan penderitaan yang dirasakan oleh kedua orang tuanya menjelang ajal. Tubuh Ramli bergetar, ia menunduk
Rangga langsung panik, apa yang dikatakan oleh istrinya bisa-bisa membuat Tuan Andreas curiga. Pria itu segera membalas ucapan sang istri. "Emmm Vina, mak-maksud aku tadi. Ramli itu kan tugasnya di rumah buat bersih-bersih, bantuin Pak Sarip dan mbok Yem, jadi pekerjaan dia di rumah udah banyak, kalau kamu maksa dia jadi bodyguard ya kasihan lah, biar nanti aku sewa bodyguard lain, ya!" ucap Rangga agar sang istri tidak terlalu membicarakan tentang dirinya dan Audrey di depan Tuan Andreas. Vina memutar bola matanya mendengar alasan yang tak jelas dari suaminya, ia tahu itu cuma alasan suaminya saja. "Hah, sudahlah. Aku mau istirahat!" sahut Vina yang sudah muak dengan kebohongan suaminya, lalu ia menoleh ke arah Ramli, "Ramli, kamu bisa pergi ke kamarmu dan istirahatlah, supaya besok kamu bisa bekerja lagi. Terima kasih sudah mau menjagaku hari ini!" lanjutnya sambil tersenyum pada sang pelayan. "Baik, Bu!" jawab Ramli mengangguk, lalu pria itu segera pergi menuju ke kamarnya.
Sandra sendiri juga sedikit cemas karena kehadiran Tuan Andreas. Wanita itu merapat ke suaminya sambil berbisik-bisik. "Mas, gimana ini?" kata Sandra yang merasa khawatir jika Tuan Andreas melakukan sesuatu pada Ramli. "Ya nggak gimana-gimana!" jawab Edi berusaha untuk tetap tenang. "Tapi matanya itu loh, Mas. Menakutkan kayak orang yang mau kesetanan!" kata Sandra lagi. "Iya juga sih!" Edi mengiyakannya. Dan tak lama kemudian, Vina mulai membuka pintu mobil, lalu dengan pelan sambil memastikan bajunya sudah rapi, wanita itu lalu turun. Begitu juga dengan Ramli yang juga turun beberapa detik setelah Vina. "Tuh kan, Pa. Mereka malah duduk bareng di belakang. Sudah pasti si jongos sialan itu sedang merayu istriku!" bisik Rangga pada Tuan Andreas saat tahu Vina dan Ramli keluar dari mobil hampir bersamaan. "Hmmmm!" Tuan Andreas langsung menatap wajah Ramli. Sungguh, pria itu merasa jika Ramli mengingatkan dirinya pada seseorang yang tak lain adalah musuh besarnya sen
Sementara itu di kediaman rumah Rangga, Tuan Andreas sudah datang dan menunggu kedatangan sang putri yang katanya sedang pergi bersama Ramli. Namun, justru pria itu dikejutkan dengan kedatangan Rangga dalam keadaan kepalanya yang diperban. Rangga menjelaskan jika itu adalah ulah istrinya sendiri dengan alasan karena Vina tak ingin Rangga melarangnya pergi bersama pelayan itu. Karena bagaimanapun juga tidak sepantasnya majikan perempuan pergi bersama pelayannya meskipun ada Sandra dan Edi bersama mereka. Rangga berusaha keras untuk mempengaruhi Tuan Andreas agar percaya pada dirinya, karena ia sendiri ingin menyingkirkan Ramli karena ia rasa pria itu akan menjadi penghambat dirinya untuk mempertahankan pernikahannya dengan Vina. "Begitulah, Pa. Entahlah kenapa sekarang Vina jadi seperti itu. Sejak kedatangan Ramli, dia banyak berubah. Saya takut Ramli sudah mencuci otak Vina, bahkan hamil saja sampai seperti itu. Bukannya ngidam sama suaminya, malah ngidam pelayan kampung itu!" k






