Share

Bab 8. Cinta, Dimana

Dimas menghabiskan seporsi nasi goreng kambing kesukaannya dengan lahap. Setelah meeting dengan beberapa direktur anak perusahaan PT.Pangan Cakrawala, membuat tenaga dan pikirannya seperti tercurah habis. Ada beberapa masalah yang akhirnya bisa diselesaikan di dalam meeting itu. Dimas bersyukur.

Hotel Ribza yang terletak di kawasan Jakarta Selatan ini memang kerap digunakannya untuk mengadakan meeting. Ia merasa nyaman dengan suasana dan pelayanannya. Terlebih lagi, salah satu pemilik hotel bintang lima ini adalah temannya semasa SMA dulu sehingga ia bisa mendapatkan harga khusus pada saat mengadakan kegiatan di sana.

Setelah meeting selesai, biasanya dilanjutkan dengan acara makan malam bersama di restaurant dalam hotel ini. Makanan yang disajikan sungguh luar biasa enak, menurut Dimas. Terkadang, ia juga sering makan di sana, bersama keluarganya atau sendiri.  

Ia lalu melihat ke jam di tangannya. Waktu menunjukkan pukul 09.30 malam. Ia merasa sangat lelah dan ingin segera pulang untuk beristirahat, apalagi besok pagi ia sudah harus berada di bandara untuk terbang ke Malaysia.

Setelah menghabiskan juice jeruknya, Dimas lalu berpamitan dengan para direktur yang masih menikmati hidangan makan malam mereka.

Di dalam mobil, Dimas kembali memutar lagu berirama Jazz lembut seperti pada awal ia berangkat. Ingatannya kembali kepada peristiwa tadi siang ketika ibunya menegur dia. Dimas merasa bahwa ia sudah berusaha memberikan yang terbaik yang ia bisa untuk Perusahaan ini, juga untuk kasus di Malaysia, tapi di mata ibunya, ia tidak pernah cukup baik.

Sedari kecil, ibunya memang keras terhadap Dimas, berbeda dengan sikap ayahnya yang lebih pengertian. Tidak heran kalau Dimas sangat dekat dengan ayahnya. Bagi Dimas, ayahnya adalah segalanya.

Ketika ayahnya meninggal mendadak karena sakit jantung, Dimas merasa sangat kehilangan. Berhari-hari ia hanya bisa menangis di kamarnya. Ia seperti kehilangan harapan dalam hidupnya. Tidak ada lagi tempat untuk bercerita dan berkeluh kesah. Ia ingin memperbaiki hubungan dengan ibunya, namun sepeninggal ayahnya, ibunya semakin larut dalam pekerjaan.

Dimas ingat, seminggu sebelum kematiannya, ayahnya pernah berpesan tidak biasa kepadanya.

“Mas, kamu harus jaga Mama kamu kalau Papa udah gak ada ya.”

Dimas menatap ayahnya dengan pandangan heran. Saat itu, mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah sehabis bertemu salah satu kolega ayahnya. Dimas yang menyetir sementara ayahnya duduk di sebelahnya.

“Maksud Papa gimana?”

“Yaa, kamu harus jaga Mama juga Perusahaan kita Mas.”

“Pastilah Pa.”

“Papa sama Mama membangun Perusahaan ini dari nol besar, jadi kamu harus bisa mengembangkannya Mas.”

Dimas mengangguk.

“Mama kamu itu suka keras sama kamu karena dia sayang sama kamu. Kamu kan anak kita satu-satunya dan pewaris Perusahaan nantinya, kamu harus ingat itu.”

Dimas kembali mengangguk.

“Dan satu hal lagi, resep bakmi yang pernah Papa tunjukkin ke kamu jangan pernah kamu berikan ke siapapun juga selain anggota keluarga kita.”

“Iya Pa.”

“Itu resep rahasia keluarga. Kamu tahu kan karena kita jualan bakmi jadi bisa bikin Perusahaan sebesar ini.”

Dimas mengangguk. Siapa yang tidak kenal Bakmi Surapati. Bakmi legend buatan Cahyo Kusuma dan Jelita Maharani yang cabangnya sudah ada di hampir seluruh Indonesia. Banyak orang tergila-gila dengan tekstur lembut bakminya yang seperti lumer di mulut juga bumbu topingnya yang kaya akan rasa. Keunikan Bakmi Surapati bahkan pernah sampai diliput oleh salah satu media kuliner ternama di New York, Amerika Serikat.

“Papa memang kurang terlibat di Perusahaan karena Mama kamu yang lebih suka bisnis. Jadi Papa pikir, kamu mulai harus lebih sering bantu Mama kamu, Mas.”

“Iya Pa. Jangan khawatir.”

Seminggu kemudian, ayahnya meninggal. Apa ini yang dinamakan firasat, batin Dimas.

Tadinya, Dimas berpikir ingin mampir sebentar ke rumah ibunya yang terletak tidak jauh dari komplek perumahannya hanya sekedar melihat keadaannya tapi kemudian ia mengurungkan niatnya. Sudah terlalu malam, ibunya pasti sedang istirahat, lagipula kalau memang butuh apa-apa biasanya pasti ia akan di hubungi oleh Mbak Yum, asisten rumah tangga ibunya.

Pintu gerbang bercat putih itu terbuka dengan otomatis ketika mobil Mercedes Benz silver Dimas sampai di depannya. Rumah megah dan mewah yang juga bercat putih itu terlihat sunyi. Beberapa lampu taman yang dipasang di halaman depan membuat nuansa putih rumah itu diwarnai semburat kuning keemasan.

Dimas memarkirkan mobilnya di dalam garasi yang sudah terbuka. Di dalamnya masih terdapat dua mobil lainnya yang biasa dipakai oleh Rama dan Putri, kedua anak Dimas dan Amel.

Pintu segera dibuka oleh Mbok Inah. Dimas segera masuk ke dalam rumah dan mendapati keheningan di dalamnya.

“Ibu belum pulang, Mbok?”

“Belum Pak.”

“Rama dan Putri udah di kamar?”

“Den Rama ada di kamar tapi Non Putri tadi pergi dijemput temannya Pak.”

“Temannya laki atau perempuan, Mbok?”

 “Perempuan Pak.”

Dimas mengangguk. Ia kenal sebagian teman Putri, anak keduanya itu dengan cukup baik. Ia pun memiliki nomor-nomor telepon teman-temannya sehingga ia tidak terlalu khawatir. Biasanya Putri pergi hanya untuk mengerjakan tugas kuliah.

“Ya sudah Mbok, saya masuk kamar dulu ya.”

“Baik Pak.”

Dimas lalu menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.

Ketika melewati kamar Rama, ia mendengar dari balik kamar itu suara musik yang berdentum-dentum, menandakan bahwa anak laki-laki nya itu belum tidur.

“Rama,” Dimas berkata sambil mengetuk pintu kamar.

“Masuk.”

Dimas membuka pintu kamar. Rama sedang berada di atas tempat tidur sambil memegang telepon genggamnya.

“Musiknya kecilin dikit Ram, udah malam.”

Dengan enggan, Rama mengambil remote yang ada di sebelahnya dan menekan tombol volume.

“Oke, cukup. Kamu udah makan?”

“Udah Pa.”

Dimas lalu menutup kembali pintu kamar Rama yang masih terlihat sibuk dengan telepon genggamnya.

Sandra, kamu dimana sih? Masih di Bandung?

Kok pesan aku gak kamu bales2? Kamu masih marah ya? Aku kan udah minta maaf.

Aku janji, gak akan cemburuan lagi sama kamu.

Please, kamu angkat telepon aku ya atau kamu bales dong pesan aku.

I love and miss u babe.

Rama melihat lagi isi teks yang ia kirim beberapa saat lalu ke Sandra. Masih centang satu. Wajahnya terlihat murung. Sudah beberapa hari ini dia tidak bisa menghubungi Sandra.

Sebelum Sandra pergi ke Bandung beberapa hari yang lalu, mereka terlibat pertengkaran yang cukup hebat sampai-sampai Sandra memutuskan ikatan cinta mereka. Persoalannya sebenarnya sangat sedehana, Rama selalu cemburu kalau melihat Sandra dekat dengan laki-laki lain meski Sandra berkali-kali menyatakan bahwa semua laki-laki yang dekat dengannya hanya sebatas teman tidak lebih tapi Rama seperti tidak mau tahu.

Dan saat ini, Rama sangat menyesal dan bertekad untuk memperbaiki hubungannya dengan Sandra.

Di kamarnya, Dimas baru saja hendak bersiap untuk mandi ketika tiba-tiba telepon genggamnya berbunyi.

Nomornya tidak dikenal.

“Halo, dengan Bapak Dimas Kusuma.”, sapa suara di seberang sana.

“Iya, saya sendiri.”

“Saya dari Kepolisian Jakarta Selatan ingin menyampaikan kalau istri anda, Amel Anggraini, mengalami kecelakaan….”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status