Wanita muda itu menatap selembar foto yang ada di tangannya sambil tersenyum. Sesekali ia mengelus wajah seorang wanita separuh baya yang ada di foto itu.
“Sebentar lagi semuanya akan selesai Bu….,” kata wanita itu pelan.
Ia lalu mengambil sebuah botol kecil berisi cairan bening yang ada di atas meja. Bibirnya kembali tersenyum.
“Mereka akan rasakan akibatnya.”
Wanita itu lalu tertawa terbahak sambil meletakkan kembali botol itu di atas meja. Terlihat sebuah tulisan di depan botol itu yang ditempel dengan menggunakan kertas berwarna putih. Sianida.
***************
Kedai Juni & Juli siang hari ini terlihat ramai. Beberapa pengunjung yang berasal dari perkantoran sekitar ruko nampak makan siang di sana. Belum lagi pengunjung lainnya yang memang sengaja datang untuk bersantap dan menikmati hidangan di kedai ini.
“Jun, untuk bookingan nanti sore yang acara ulang tahun it
Dimas tengah serius membaca laporan rugi laba PT. Pangan Cakrawala ketika mendadak telepon genggamnya yang tergeletak di atas meja berbunyi.Ternyata Briptu Sularso.“Ya, halo Larso.”“Selamat siang Pak, Ibu Jelita bersama Bapak?”“Tadi kayaknya keluar Larso, ada apa?”“Saya coba telpon Ibu tapi gak diangkat-angkat.”“Memang ada apa Larso?”“Saya tahu siapa pembunuh Putri….”Dimas yang saat itu sedang minum hampir saja tersedak.“Siapa Larso?”“Pak Dimas tolong tanyakan ke sekretaris Ibu kemana beliau pergi, kita susul.”“Maksudnya?”“Saya jemput Pak Dimas, sekarang!”**************Telepon genggam di dalam tas Jelita kembali bergetar namun karena diletakkan di bangku yang kosong di sebelahnya, ia menjadi tidak tahu.“Jad
Menentukan apa yang akan dikerjakan untuk masa depan memang tidak mudah.Banyak sekali pilihan yang harus dipikirkan. Awalnya memang cuma terdapat dua pilihan yaitu bekerja atau usaha sendiri. Ada juga sih yang cukup beruntung bisa langsung meneruskan usaha orang tuanya tapi ini kan termasuk jarang jadi tidak usah masuk hitunganlah. Dari dua pilihan itu barulah muncul cabang yang banyak dan membingungkan.Kalau mau bekerja , bekerja di mana? Perusahaan seperti apa? Mau jam kerja yang office hour atau pergi sangat pagi pulang malam buta. Tapi jika sang pelamar statusnya masih fresh graduated tentunya tidak bisa terlalu banyak memilih ketika mencari pekerjaan, wong bisa diterima bekerja saja sudah syukur alhamdulilah, kan katanya hari gini cari kerja susah.Masalah tidak berhenti sampai disitu. Mau melamar pekerjaan tanpa terlalu banyak memilih pun sulit. Memang sih sekarang kalau mau melamar pekerjaan bisa secara online. Buat CV yang rapih dan semenarik mungkin t
Hujan deras menyambut kedatangan Juni dan Juli di kota Bandung siang itu.Sebelum mereka berangkat dari stasiun Gambir, Zalma sudah memberikan pesan singkat melalui whatsapp bahwa nanti Badi, sopir pribadi Zalma, akan menjemput mereka di stasiun Bandung.Ketika mereka hendak turun dari kereta, Juli sudah menelpon Zalma mengabarkan bahwa mereka sudah tiba. Zalma meminta mereka menunggu sebentar karena Badi sedang dalam perjalanan mengantarkan barang ke rumah seorang teman Zalma baru setelah itu ia menjemput Juni dan Juli di stasiun kereta api Bandung.“Jun, kita mau langung ke rumah nenek atau mau jalan dulu kemana gitu?” tanya Juli sambil menyesap kopi yang barusan dibelinya dari tempat ngopi yang ada di stasiun. Juni duduk di seberangnya. Mereka menunggu kedatangan Badi di tempat ngopi itu.“Kita ke mal dulu aja yuk, gue mau ke toko buku,” jawab Juni.Seorang pelayan datang membawa satu cangkir espresso hangat pesanan Juni.
Zalma adalah seorang wanita yang berusia pertengahan enam puluh namun wajahnya terlihat lebih muda beberapa tahun meski kerutan sudah tampak di sana sini, postur tubuhnya pun masih bisa dibilang sangat proporsional karena kegemarannya akan senam yang telah dilakoninya semenjak usia muda. Selain itu, Zalma sangat menjaga makanan dan minuman yang di konsumsinya. Dia hanya mau menyantap hidangan yang dia yakin sudah diolah dengan baik, bahan berkualitas dan terjaga kebersihannya. Maka dari itu, jarang sekali Zalma makan di luar rumah, kalaupun ia mau makan di luar, ia harus yakin restaurant yang dikunjunginya memiliki semua standard kualitas hidangan yang dia pakai.Namun malam ini ada sedikit perbedaan. Zalma mengajak kedua cucunya makan malam di restaurant Nyiur Melambai milik temannya. Zalma sudah mengenal betul chef yang bertanggung jawab terhadap semua hidangan yang di buatnya sehingga ia merasa yakin bahwa semua hidangan sesuai dengan standard Zalma, selain itu, temannya s
Juli mengerjapkan matanya ketika seberkas sinar matahari pagi masuk dari atas jendela kamar. Tirai berwarna coklat tua di jendela kamar itu masih tertutup rapat. Udara dingin dari AC membuat Juli masih enggan untuk beranjak dari posisi tidurnya. Sejurus ia nampak bingung dengan kondisi kamar yang ditempatinya, berbeda dengan kamar yang biasa ia tempati. Tapi kemudian ia baru sadar kalau saat ini ia sedang berada di rumah Nenek Zalma.Dengan mata setengah terpejam ia menatap jam dinding di bagian atas tembok kamar. Jam delapan, gumamnya dalam hati. Tumben suasana rumah masih terasa sepi. Juli sudah hafal kebiasaan sang Nenek kalau mereka berlibur ke sini, biasanya sekitar jam tujuh pagi, Nenek sudah sibuk memasak bersama dengan Asih, asisten rumah tangganya untuk kemudian membangunkan ia dan Juni agar segera bersiap sarapan. Kalau sarapan tidak boleh terlalu siang, nanti bisa sakit maag, wanti-wanti Nenek Zalma mengingatkan kalau mereka masih bermalas-malasan bangun pagi untuk
“Rendy!” Pria berkaos coklat muda, celana pendek hitam serta bersendal jepit yang dipanggil Randy itu hanya tersenyum memandang Juli yang seperti baru melihat hantu di pagi hari. “Kenapa Jul? Kok lu kayak kaget lihat gue.” Juli merasa wajahnya memerah menahan malu. “Ng-ngak apa-apa kok Ren.” “Sorry, tadi gue main nyelonong masuk aja, soalnya pintu pager gak dikunci.” “I-iya gak apa-apa kok.” Juli masih menahan rasa malu. “Juni ada?” “Juni lagi ke pasar sama Nenek, Ren.” Rendy mengangguk. “Kemarin malam dia telpon gue, ngabarin kalau udah sampai Bandung. Jadi gue pagi-pagi ke sini mau ajak dia ke ngopi bareng di coffee shop gue. Baru buka minggu lalu.” “Wah, congratz Ren.” Juli tersenyum simpul. Meski dia berusaha terlihat tenang di depan Rendy tapi hatinya masih bergejolak tidak karuan. Tiba-tiba Juli seperti teringat sesuatu. “Eh, masuk yuk, ngapain kita ngobrol
Jelita Maharani menatap tumpukan kertas yang berserakan di hadapannya dengan pandangan kesal. Sesekali jari tangannya memijat dahi dan keningnya. Kacamatanya tampak sesekali dinaikkan, bukan karena tidak sesuai dengan ukuran wajah tapi karena perasaan gelisah yang tanpa sadar membuatnya melakukan gerakan itu.Jelita adalah seorang wanita berusia sekitar enam puluh tahunan namun wajahnya nampak lebih muda dari usia sebenarnya. Masih terlihat cantik dan menawan. Ia juga memiliki aura kelembutan dan ketegasan yang terpancar seperti dua medan magnet yang sebenarnya saling bertolak belakang tapi bisa disatukan dalam diri wanita itu.Sebagai seorang pemimpin sebuah perusahaan yang bergerak di bidang bahan pangan bernama PT. Pangan Cakrawala yang memiliki berbagai macam jenis usaha yang meliputi restaurant, penjualan daging mentah sampai wine mahal, Jelita harus mampu berpikir kreatif dan bertindak tepat dan tegas karena kalau tidak, perusahaannya tidak akan mampu bertahan sa
“Lu jadi ikut gak?”Sherly menatap jam dinding di tembok ruangan. Waktu menunjukkan pukul 03.30 sore.“Ya udah, gue ikut deh, tapi nanti gak apa-apa sama si Adrian kan?”Amel menggeleng.“Gak lah, kita cuma mau party bentar kayak biasa, gak lama juga, laki gue bisa curiga kalo gue pulang terlalu malem.”“Barusan laki lu telpon kan?”“Iya, ngabarin kalo dia ada meeting. Adrian juga baru kirim pesen, party nya mulai jam 6 di hotel biasa.”Sherly mengangguk.“Ya udah, gue mandi dulu deh.”Sementara Sherly menghilang di pintu kamar mandi, Amel membereskan pakaian senamnya dan memasukkannya ke dalam tas olahraga berwarna biru cerah. Beberapa perempuan menyapanya sebelum pergi beranjak dari ruangan itu.Amel dan Sherly adalah teman sejak masa SMA dulu. Mereka memiliki kegemaran yang sama yaitu olahraga. Berbagai macam olah