Home / Romansa / Kedai Juni & Juli / Bab 9. Janji Hati

Share

Bab 9. Janji Hati

last update Last Updated: 2021-08-11 16:31:28

Kedai kopi milik Rendy terletak tidak jauh dari pusat perbelanjaan yang ada di jalan Braga. Tempat yang dipakai untuk membuka kedai itu dulunya juga merupakan sebuah kedai kopi. Karena pemilik sebelumnya hendak pindah ke luar Bandung, maka ia menyewakan tempat itu dan menjual seluruh isinya. Suatu hari, Rendy melihat kertas yang ditempel di jendela kedai itu dengan tulisan DISEWA beserta nomor yang bisa dihubungi di bawahnya. Kebetulan, Rendy juga sedang mencari tempat untuk membuka kedai kopi. Tanpa berlama-lama, ia pun menghubungi si pemilik tempat.

Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya kesepakatan tercapai dan secara resmi Rendy menjadi penyewa tempat itu serta membeli seluruh isi nya yang kebetulan juga sesuai dengan keinginan Rendy. Jadi ia tidak perlu repot mencari ke sana ke mari barang-barang yang dibutuhkan karena semua sudah tersedia lengkap di tempat itu.

JaRe adalah nama yang dipilih Rendy untuk kedai kopinya. Singkatan dari Janji Rendy, sebuah komitmen sang pemilik kedai untuk selalu menyajikan yang terbaik bagi para pengunjungnya.

“Bang Jun, kopinya,” sapa Arif salah satu waiter di Kedai Kopi JaRe sambil menaruh segelas kopi berwarna hitam panas di meja dimana Juni sedang duduk.

Juni tersenyum ramah. “Terima kasih Rif.”

Ini adalah kali ketiga Juni mengunjungi Kedai Kopi JeRe dan ia merasa cocok dengan racikan kopi Rendy. Juli pun demikian. Sejak pertama kali mengunjungi kedai kopi ini, tidak henti-hentinya Juli memuji kepiawaian Rendy meracik kopi. Kue dan roti nya juga enak-enak, demikian puja puji Juli kepada Zalma waktu itu ketika sang Nenek bertanya kepadanya mengenai Kedai Kopi Rendy.

Ia lalu menyeruput kopinya, kemudian kembali melihat ke layar laptop yang terbuka di hadapannya.

Juni sedang menonton sebuah chanel Youtube mengenai cara pembuatan kue red velvet. Sampai saat ini, Zalma sama sekali belum menceritakan apa yang hendak diceritakannya. Resep bakmi yang buat ia penasaran itu pun masih misterius, Juni belum berani menanyakan lagi setelah penolakan Zalma waktu itu.Tunggu saat yang tepat, Nenek sepertinya belum siap, lagipula gue juga tidak buru-buru, pikir Juni. Maka dari itu, untuk mengisi waktu luang, Juni banyak meriset menu dan resep yang mungkin dapat di jualnya nanti.

“Jun! lagi bengong apa ngapain sih?”

Juni sedikit terkejut, ia lalu mengangkat wajahnya dan melihat sumber suara itu. Ternyata berasal dari Sandra yang sudah duduk di hadapannya.

“Hei San, kirain gak jadi dateng.”

“Jadi dong, kan gue udah janji.”

“Udah pesen kopi atau roti-roti gitu?”

Sandra menggeleng. “Belum.”

“Pesen gih, tar giliran gue yang bayarin ya. Kan udah janji juga.”

Sandra tertawa, suaranya yang renyah membuat Juni merasa terkesima.

Juni segera memanggil waiter dan membiarkan Sandra memesan makanan dan minuman.

“Saya pesan juice alpukat sama roti tuna aja Mas.”

Waiter mencatat pesanan Sandra, setelah mengucapkan terima kasih, ia segera menuju ke depan untuk mempersiapkan pesanan.

“Tadi ke sini sama siapa San?”

“Gue tadi naik taksi online. Lu bawa mobil?”

Juni menggeleng.

“Gue juga tadi naik taksi online. Mobil lagi dipakai Nenek sama Juli. Mereka pergi kemana gitu, gue lupa.”

“Nenek lu yang nyetir?”

“Gak kok, ada sopir.”

Tidak lama kemudian, pesanan Sandra pun datang.

“Lagi ngerjain apa sih Jun?” tanya Sandra sambil memotong roti tuna.

“Lagi lihat-lihat cara bikin kue aja di Youtube, buat rencana di kedai kita nantinya.”

“Jadi, lu udah tahu dong nama kedai bakmi nenek lu sekarang?”

“Belum. Nenek sempat sakit waktu itu jadi belum sempat cerita.”

“Sakit apa Jun? Parah?”

“Asmanya kumat, mungkin gara-gara banyak pikiran juga. Gak parah sih tapi gue gak berani nge push nenek buat cerita dulu soalnya gara-gara ini kayaknya asma nenek jadi kambuh.”

“Mungkin cerita itu bikin nenek lu trauma Jun.”

“Mungkin juga.”

Mereka pun segera mengganti topik pembicaraan. Juni berkeinginan menjelajahi wisata kuliner di Bandung, satu hal yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Sandra juga memiliki keinginan yang sama. Apalagi banyak sekali tempat makan enak yang baru di buka di Bandung sehingga membuat semakin beraneka ragam jenis kuliner yang menggoda untuk dicoba.

Saat Juni hendak memesan kopi kembali, tiba-tiba telepon genggam Sandra yang tergeletak di meja berbunyi.

Sandra melirik sebentar ke nomor yang sangat dikenalnya itu dengan raut wajah malas lalu mengangkatnya.

“Halo.”

“Babe, lagi dimana? Kok pesan sama telepon aku gak di bales sih?”

“Tolong jangan ganggu aku lagi. Udah cukup,” Sandra berkata dingin.

Juni yang melihat gelagat yang tidak enak dari Sandra buru-buru membenamkan diri kembali di balik laptopnya setelah memesan kopi tambahan.

“I’m so sorry babe, aku janji gak akan ngulangin lagi,” suara di ujung sana terdengar memelas.

“Sudah cukup. Kita udah selesai.”

“Please babe, aku juga baru kena musibah, mama aku kecelakaan.”

Sandra sedikit tertegun.

“Kecelakaan apa?”

“Aku gak bisa cerita di sini babe. Kamu balik ke Jakarta ya, temenin aku.”

Sejenak hati Sandra menjadi tidak tega. Ia kemudian terdiam sejenak. Sepertinya kecelakaan itu cukup parah sehingga suara si penelpon sedikit bergetar. Ia lalu menghela napas.

“Maaf, aku gak bisa nemenin kamu, di sini juga aku lagi ada urusan.”

“Urusan apa sih babe? Urusan aku kan lebih penting.”

Hati Sandra yang tadinya mulai lemah menjadi keras kembali. Ini orang memang selalu mau menang sendiri, rutuknya dalam hati.

“Sorry, aku gak bisa. Udahan dulu ya, aku lagi sama temen nih.”

“Oke, kalau kamu gak bisa ke sini, aku yang ke sana.”

“Kamu jangan macem-macem…”

Telepon tiba-tiba ditutup.

Sandra masih terlihat kesal, mukanya memerah menahan amarah.

“Siapa San?”

“Si Rama.”

“Rama Kusuma? pacar kamu kan?”

Juni memang sering mendengar rumor dari teman-teman kuliahnya kalau Rama Kusuma, anak seorang pengusaha terkenal menjalin kisah cinta dengan Sandra meski Juni tidak pernah mengkonfirmasi hal ini kepada Sandra karena ia merasa itu bukan wilayahnya untuk mencari tahu, sampai hari ini.

“Mantan,” kata Sandra meralat ucapan Juni.

Mendengar hal itu, hati Juni merasa lega sekaligus gembira tapi ia berusaha keras untuk tidak menampakkan itu di wajahnya.

“Ohh..,” hanya itu yang keluar dari mulut Juni.

“Kita jalan yuk Jun, bosen juga disini.”

Juni mengangguk. Segera ia menghabiskan kopi keduanya.

Setelah menitipkan laptopnya kepada Rendy, ia dan Sandra berjalan keluar dari Kedai Kopi JaRe. Cuaca di luar yang sedikit mendung membuat kesan romantis dan melankolis, setidaknya bagi hati Juni saat ini.

**************

Di ruang tunggu sebuah Rumah Sakit, Rama menutup telepon genggamnya dengan perasaan marah. Hatinya seakan mau meledak.

Sama teman siapa si Sandra di sana?

Ia lalu menekan sebuah nomor.

“No, gue mau ke Bandung nanti sore, lu siap-siap ya,” kata Rama setelah suara di sana mengangkat telepon.

Baru saja telepon ditutup, seorang anggota polisi keluar dari pintu kamar pasien yang terletak di ujung lorong lalu berjalan menghampirinya.

Jantung Rama berdetak kencang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kedai Juni & Juli   Bab 62. Awal Baru

    Dimas tengah serius membaca laporan rugi laba PT. Pangan Cakrawala ketika mendadak telepon genggamnya yang tergeletak di atas meja berbunyi.Ternyata Briptu Sularso.“Ya, halo Larso.”“Selamat siang Pak, Ibu Jelita bersama Bapak?”“Tadi kayaknya keluar Larso, ada apa?”“Saya coba telpon Ibu tapi gak diangkat-angkat.”“Memang ada apa Larso?”“Saya tahu siapa pembunuh Putri….”Dimas yang saat itu sedang minum hampir saja tersedak.“Siapa Larso?”“Pak Dimas tolong tanyakan ke sekretaris Ibu kemana beliau pergi, kita susul.”“Maksudnya?”“Saya jemput Pak Dimas, sekarang!”**************Telepon genggam di dalam tas Jelita kembali bergetar namun karena diletakkan di bangku yang kosong di sebelahnya, ia menjadi tidak tahu.“Jad

  • Kedai Juni & Juli   Bab 61. Ternyata

    Wanita muda itu menatap selembar foto yang ada di tangannya sambil tersenyum. Sesekali ia mengelus wajah seorang wanita separuh baya yang ada di foto itu.“Sebentar lagi semuanya akan selesai Bu….,” kata wanita itu pelan.Ia lalu mengambil sebuah botol kecil berisi cairan bening yang ada di atas meja. Bibirnya kembali tersenyum.“Mereka akan rasakan akibatnya.”Wanita itu lalu tertawa terbahak sambil meletakkan kembali botol itu di atas meja. Terlihat sebuah tulisan di depan botol itu yang ditempel dengan menggunakan kertas berwarna putih. Sianida.***************Kedai Juni & Juli siang hari ini terlihat ramai. Beberapa pengunjung yang berasal dari perkantoran sekitar ruko nampak makan siang di sana. Belum lagi pengunjung lainnya yang memang sengaja datang untuk bersantap dan menikmati hidangan di kedai ini.“Jun, untuk bookingan nanti sore yang acara ulang tahun it

  • Kedai Juni & Juli   Bab 60. Kembali ke Masa Lalu

    Pesta ulang tahun Abah Rudi berlangsung sangat meriah. Meski hanya dihadiri oleh keluarga dekat tapi tidak membuat suasana menjadi kaku dan membosankan. Suara gelak tawa dan canda terus menerus mewarnai pesta itu yang berlangsung dari sore sampai malam hari.Lastri menyewa sebuah villa di kawasan Lembang yang letaknya cukup jauh dari keramaian. Ini merupakan permintaan Abah dengan alasan biar bisa lebih dekat dengan keluarga. Lastri menyanggupi tanpa banyak bertanya.Briptu Sularso hadir di pesta itu tepat waktu. Sambutan yang diberikan keluarganya ketika ia menyapa di depan pintu sungguh luar biasa. Semua berebut memeluk dan menciumnya. Entah karena memang ini pertama kalinya ia bisa datang tepat waktu di acara keluarga atau karena rasa kangen yang sekian lama ditahan.Lastri melongokkan kepalanya di depan pintu sambil melihat ke kanan kiri, seperti mencari-cari. Tidak lama kemudian, senyum merekah di wajahnya.“Masuk Mas, disini kan dingin.”

  • Kedai Juni & Juli   Bab 59. Menguak Fakta

    Kamar kos itu tertata dengan rapi. Meski tidak cukup luas tapi tetap nyaman. Tidak banyak barang yang terdapat di sana, hanya ada sebuah ranjang, lemari baju, meja dan kursi kerja serta sebuah televisi ukuran 19 inch yang terletak di atas rak.Di dinding kamar itu hanya terpasang dua buah foto. Satu foto keluarga dan satu foto si penghuni kamar.Hari hampir menjelang tengah malam tapi si penghuni kamar masih tekun mendengarkan isi rekaman yang telah di dengarnya berulang kali. Sesekali ia mencatat beberapa hal yang dianggapnya penting di sebuah buku kecil.Setelah selesai mencatat, ia merenung sejenak. Mengingat kembali pertemuannya di kedai kopi apartemen Paradise Land bersama dengan Dimas dan Jelita beberapa hari yang lalu.“Siapa Zalma itu Bu?”Jelita memandang Briptu Sularso, berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaannya.“Nama lengkapnya Zalma Duni, mantan istri Cahyo, suami saya.”“Apa yang terjad

  • Kedai Juni & Juli   Bab 58. Viral

    Rani menatap layar di telepon genggamnya dengan serius, matanya mengikuti gerakan seseorang yang sedang menari dengan diiringi lagu menghentak. Sesekali tangan dan bahunya mengikuti gerakan orang tersebut. Setelah dirasa sudah bisa mengingat seluruh gerakan itu, Rani kemudian menutup telepon genggamnya sambil tersenyum. “Kur…!” Seorang laki-laki kurus dengan memakai seragam kemeja berwarna coklat muda dan celana panjang berwarna senada dengan sedikit terburu-buru menghampiri Rani. “Iya Mbak Rani.” “Meja Ibu udah diberesin belum?” “Sudah Bu.” “Meja Bapak?” “Sudah juga Bu.” “Ya udah kalo gitu. Kamu tolong beliin nasi uduk di depan kayak biasa buat saya ya,” kata Rani sambil menyerahkan uang kepada laki-laki itu. “Baik Bu.” Laki-laki yang bernama Okur itu kemudian bergegas pergi. Setelah Okur menghilang dari pandangan matanya, Rani menatap jam di dinding. Baru jam 8 pagi, masih belum ada yang datang

  • Kedai Juni & Juli   Bab 57. Pembukaan Kedai

    Juni menatap papan nama yang tergantung di atas ruko nomor 17A itu dengan rasa haru. Tidak disangka akhirnya ia dan Juli berhasil juga membuka usaha yang selama ini mereka inginkan. Sekilas ia teringat semua yang telah mereka alami selama berada di Bandung. Juni lalu tersenyum kecil. “Woy, bengong aja!” Juni tersentak kaget mendengar sebuah suara yang berteriak nyaring di dekat kupingnya. Ternyata suara Juli yang saat ini sedang berdiri di sebelahnya. “Nama kita bagus juga ya Jul kalau dipasang jadi merek gitu.” Juli menatap papan nama yang bertuliskan Kedai Juni & Juli itu sambil mengangguk. “Kayak berirama gitu ya Jun.” “Irama apaan sih maksudnya?” “Puitis gitu, kan di belakangnya huruf i semua.” “Iya juga….”, ujar Juni, “Nek Zalma, Papa sama Mama udah sampai mana Jul?” “Barusan gue telpon sih masih di jalan katanya.” Mereka berdua kemudian masuk ke dalam ruko yang telah berubah bentuk menjadi sebu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status