Jendral Kematian menyatukan kedua rahangnya secara kuat. Yang pasti, ketiga orang di sisi Bintang adalah orang orang yang dia sayangi. Jika Bintang membunuhnya, mungkin dia juga membunuh Bintang. Tapi apa manfaat yang dia dapatkan? "He-hentikan! Apa maumu?!" Jendral Kematian tak bisa berbuat banyak. Bintang meraih satu kertas di depannya, dan mengambil beberapa kuas tinta yang memang tersedia di depan mejanya. "Tulis surat perdamaian perbatasan selama tiga puluh tahun..." "I-ini..." Jendral Kematian tak langsung menyetujui kemauan Bintang. Bagaimanapun, keinginan merebut wilayah perbatasan Negara Amerta, itu perintah dari Kaisar Negara Jiwa! Menyetujui perdamaian, bisa dianggap dia telah melanggar perintah! "Ka-kakak jangan mau... Baiknya dia bunuh kami, dan kakak balaskan saja kematian kami!" Jendral ke dua mencoba memberontak. "Jendral Kematian... Yang ku tahu, kamu bukan seseorang yang kejam seperti yang dirumorkan... Kehilangan sahabat, yang kini menjadi saudara angkat...
"Le-lenganku..." Jendral ke dua reflek terkejut. Gerakan cepat itu tak membuatnya sigap untuk menyelamatkan satu lengannya. Menatap kearah Bintang dengan penuh kekesalan, dia kemudian segera berlutut, karena dia tahu. Serangan yang dia atur dengan baik ini malah hancur dalam satu waktu hanya karena sebuah jebakan! "A-AKU kalah..." Jendral ke tiga tak bisa berpikir jernih. Yang pasti, Bintang telah menatap Nira yang pandangan matanya memutih, yang pasti dia juga tahu dia akan di penggal ditempat ini hidup hidup. "Nira... Untungnya kamu berani membuka siapa dirimu hari ini... Mungkin, jika kau tidak melakukan ini... Kedamaian perbatasan Negara Amerta takan pernah terjadi... Hari ini, aku tidak akan membunuh kalian." Bintang tersenyum tipis. Dia melemparkan penawar kepada Jaka. Setelah beberapa saat Jaka pulih, pria paruh baya itu turun dari atas Benteng dan tak hentinya menatap Arya dengan kekaguman yang tinggi. "Jendral Naga... Kau yang terhebat..." "Ini baru pertengahan peperan
Membunuh tiga prajurit hanya dengan satu gerakan singkat. Bintang mulai menghunuskan pedang Naga Langit kearah tiga jendral yang telah bersatu."Dia berpikir bisa membunuh kita bertiga? Lucu sekali, dengan berkumpulnya Jendral keempat... Kami bertiga memiliki julukan tiga iblis pembunuh... Jendral Naga, ucapkan saja bagaimana caramu ingin mati?!" Jendral ke tiga berkata santai."Kakak mungkin jika satu lawan satu, dia bukan tandingannya... Tapi jika kita bertiga bergabung, dia hanyalah seekor katak yang perlu di beri pelajaran... Namun, bukan itu yang ingin ku katakan... Bagaimanapun, dia telah meminum racun pelemah syaraf, dalam hitungan tiga detik dari sekarang... Ajalmu sudah dekat!" Jendral keempat tersenyum buas! Dia memperlihatkan rasa dendam terhadap Bintang yang telah menghajarnya berkali kali didalam penjara."Jadi..." Jendral keempat bertepuk tangan. Dia menunjuk Nira dengan raut wajah yang puas."Perbatasan Negara Amerta, sudah menjadi milik kita malam ini... Nira, untuk ap
"Hehehe! Jendral Naga, lihatlah kedepan... Jendral ke dua sepertinya sudah mulai bisa membaca situasi..." Jaka yang mabuk tak bisa mengontrol mulutnya itu membuat Jendral Keempat tersenyum tipis. "Mabuk ditengah peperangan, Jendral Naga, kau meremehkan kami ya?" "Siapa yang meremehkan masih belum terlihat... Ini baru jebakan pertama, kurasa para prajurit yang bisa bertahan sampai di depan kita hanya..." Bintang terlihat menghitung dengan jarinya sendiri. "Tidak lebih dari tiga puluh orang..." "Ka-kamu..." Nira terdiam, dia yang melihat perdebatan itu mulai menuangkan wine kedalam gelas sembari memberi penawar kepada Jendral keempat. "Setelah ini, kamu jangan minum lagi... Aku sudah memberimu penawar.." Ungkapannya berbisik. Meski situasi terlalu ramai didepan perbatasan, Bintang sebenarnya tidak mabuk. Dia hanya berpura pura itu mulai tersenyum tipis. Hingga, setelah tersisa beberapa kuda yang tetap berjalan kedepan tak terlihat terkena reaksi apapun. Jendral ke dua mulai menu
* Setelah tiba di atas perbatasan benteng terakhir. Jaka, bersama Danta mulai menatap Bintang dengan raut wajah kebingungan. "Apa yang dikatakan mereka Jendral Naga?" "Mereka hanya ingin mencoba jebakan saja..." Bintang kembali ke tempat pertemuan para Jendral. "Lalu anda ingin kemana?" "Mempersiapkan kejutan..." Bintang meninggalkan keenam jendral yang kini menyimpan banyak pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan Bintang. Mereka tahu, perang akan terjadi setelah pertemuan dua jendral dari perbatasan Negara Jiwa. * Tiba didalam penjara. "Kau kemari ingin membebaskan aku kan?" Jendral keempat tersenyum tipis. Dia menatap Bintang dengan wajah penuh harapan. Bintang tak menjawab apapun, namun dia melepas ikatan rantai yang mengikat tubuhnya. "Hmmmp! Sudah ku duga, pasti kau berpikir dua kali setelah melihat ganasnya para senior Jendral di negara jiwa... Bintang, ku akui kau..." Plaaaaaak! Bintang menampar wajah jendral keempat. Sontak pria kekar itu terdiam k
"Je-jendral Naga... Ka-kamu berani beraninya menyobek surat perang terbuka itu..."Bintang menatap para Jendral dengan raut wajah sedikit malas, ekspresinya jelas menggambarkan bahwa Jendral Naga saat ini tidak menyukai perang antar Negara!"Lalu apa masalahnya?""Jendral Naga, apa yang kamu lakukan sama saja meremehkan kemampuan mereka... Setidaknya, jika ingin menolak, maka kirim balik surat ini dengan penjelasan yang masuk akal... Melakukan tindakan barusan, sama saja akan menimbulkan gelombang perang tiada habisnya..."Bintang tersenyum tipis, "aku bukan seperti kamu, kalian, dan mereka yang suka mengorbankan nyawa para prajurit di medan perang... Perang, hanya akan menimbulkan kerugian besar pada kedua belah pihak!""Ta-tapi ini adalah hukum perang alam, didalam medan perang, kematian adalah hal yang wajar..." Danta membantah.Raut wajah Bintang berubah menjadi datar tanpa ekspresi, yang pasti sepasang sorot matanya yang tajam tertuju kearah Danta!"Danta apa kamu memiliki keluar