Ilham menunggu Davira sampai majikannya itu menyelesaikan jam pelajaran.
Setelah jam pelajaran selesai, hampir semua mahasiswa keluar dari kampus yang termasuk ke dalam universitas favorit di kota itu.
Tak semua orang bisa masuk ke sana, karena selain elit, untuk berkuliah di sana juga membutuhkan buaya yang fantastis.
“Silahkan, Nona!” ucap pria bertubuh tegap itu seraya membukakan pintu mobil untuk sang majikan.
“Lo pulang duluan aja ya, gua mau nongkrong dulu sama teman gue,” tolak Davira yang datang bersama dengan Reyno dan juga dua gadis yang sepertinya
adalah sahabat gadis itu.
“Mohon maaf, Nona. Tapi saya harus menjalankan tugas.” Ilham membantah dengan halus.
“Ck … tinggal lo bilang aja sama Papa kalau gue nongkrong dulu, biasanya juga gitu. Tar gue pulang diantar si Gretha dan Alda. Bokap udah tahu kok sama mereka.” Dania berkata dengan santai, gadis itu menunjuk ke arah dua gadis yang berdiri di sampingnya.
Davira menggandeng lengan Rey yang sedari tadi sedang menatap Ilham dengan sorot mata tak suka.
“Baiklah, biar saya lapor dulu kepada Tuan.” Ilham segera menghubungi nomor
Darko.
“Halo, Tuan. Nona Davria tidak akan langsung pulang. Non Davira ingin pergi nongkrong bersama kekasihnya,” tutur Ilham melaporkan apa yang terjadi di sana.
Kedua mata Davira terbuka lebar saat mendengar ucapan Ilham.
“Ck … kenapa bilang gitu?” protesnya dengan kesal.
Bahkan, gadis itu sampai mengepalkan tangannya karena merasa geram dengan ucapan Ilham barusan.
“Mana Davira?” Suara berat Darko terdengar pada ponsel Ilham.
“Ini, Tuan!” Pria itu mendekatkan ponselnya ke arah Davira.
“Davira, pulang bersama Ilham atau kamu tahu sendiri konsekuensinya. Pulang sekarang!” gertak pria paruh baya itu yang membuat putrinya semakin merasa kesal.
“Tapi, Pah ….”
“Pulang bersama Ilham atau Papa stop uang jajan kamu selama satu Minggu!” ancam Darko.
“Ck … iya-iya, aku pulang sekarang!” Davira langsung memutuskan panggilan telepon itu karena ia tak ingin kembali mendengar ocehan sang ayah.
“Guys, sorry ya gue gak bisa ikut. Sayang, aku pulang duluan ya.” Davira berbicara kepada sahabat dan juga kekasihnya.
“Yah, gak asik lo, Nia,” celetuk seorang gadis berambut pirang, itu adalah Gretha.
“Iya nih, padahal kita udah rencana mau kumpul bareng,” timpal Alda.
“Ya sorry guys, lain kali ya kita hangout bareng.” Wajah gadis itu terlihat kecewa.
“Ya udah, lo hati-hati ya. Kalau bisa, bodyguard lo buat gue aja.” Gretha mengibaskan rambutnya dengan penuh percaya diri.
“Ambil aja kalau lo mau!” Davira menunjuk ke arah Ilham yang berwajah datar meski dirinya sedang menjadi topik pembicaraan.
“Beb, aku pulang duluan ya. Kamu jangan marah aku gak jadi ikut.” Davira bergelendotan manja pada lengan Reyno.
“Oke, Yang. Tapi lain kali kamu harus jadi.” Rey menyentuh dagu lancip milik Davira.
“Ini semua juga gara-gara dia! Ngapain juga harus bilang kalau aku mau nongkrong sama kamu?” Davira menatap kesal ke arah Ilham.
“Silahkan masuk, Nona!” Ilham kembali mempersilahkan Davira untuk masuk ke dalam mobil.
“Ngapain sih lo harus bilang kayak tadi sama Bokap? Kenapa gak bilang aja kalau gue mau pergi sama teman-teman gue?” gerutu Davira setelah masuk ke dalam mobil.
“Saya hanya menjalankan tugas, Nona,” balas Ilham yang tetap terdengar santai meski Davira sudah terlihat dongkol.
“Dasar kepala batu!” umpat gadis itu dengan kesal.
Ilham tak membalas umpatan Davira, pria itu memilih diam dan menjalankan roda empat tersebut.
Davira tak lagi mengeluarkan suara, entah apa yang dilakukan gadis itu kursi belakang.
Merasa tak mendengar Davira berbicara dalam waktu cukup lama, Ilham melihat ke arah kaca sun visor.
Pantas saja tidak ada suara, ternyata gadis cerewet dan ketus itu sedang tertidur.
Bahkan, Davira tak menyadari kalau mobil yang ditumpanginya kini telah tiba di tempat tujuan.
Ilham menghentikan roda empat itu di halaman rumah yang terlihat bak sebuah istana.
“Non, Non Davira! Kita sudah sampai,” ucap Ilham yang berusaha membangunkan gadis itu.
Namun, Davira yang tertidur pulas, seolah tak mendengar suaranya.
Ilham turun dari mobil dan membukakan pintu di sebelah Davira.
“Non Davira, kita sudah sampai!” ucap Ilham lagi yang berusaha membangunkan majikannya.
Namun, Davira tetap saja tidak memberikan respon apapun.
Gadis itu tertidur lelap.
Ilham merasa bingung sendiri, sepertinya Davira tidak akan bangun, karena dari wajahnya, gadis itu terlihat benar-benar lelap.
Ilham menoleh ke kanan dan ke kiri, kebetulan di rumah itu terlihat sepi, hanya ada dua security yang berjaga di depan.
“Maafkan saya, Davira,” ucap Ilham. Entah kenapa pria itu hanya menyebut nama Davira, tidak ada tambahan Non.
Ilham mengangkat tubuh Davira dengan perlahan dan membawanya keluar dari mobil.
Pria bertubuh tegap itu menggendong Davira dengan enteng dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Ilham menatap wajah Davira yang masih terlelap di dalam gendongannya.
Tiba-tiba saja bibir pria itu tersenyum devil, sorot matanya terlihat tajam dengan wajah dingin.
Entah apa yang sedang ada di pikiran Ilham sampai berekspresi seperti itu saat menatap Davira.
“Ya ampun, Davira kenapa?” tanya seorang wanita yang berusia sekitar tiga puluh dua tahun.
Wanita cantik berambut sebahu itu adalah Narumi, kakak pertemuan Davira.
Ilham cukup terkejut, ia langsung menoleh ke arah wanita yang menyandang status single mom tersebut.
Karena Narumi telah bercerai dengan mantan suaminya setahun yang lalu, meskipun mereka telah dikarunia seorang anak laki-laki yang kini berusia lima tahun.
“Maaf, Non. Tadi Non Davira tidur di mobil dan susah dibangunkan. Saya merasa kasihan dan membawanya masuk. Maafkan saya yang telah lancang,” tutur Ilham dengan wajah menunduk.
“Oh begitu, tidak apa-apa. Langsung bawa Davira ke kamarnya saja, dia memang susah dibangunkan kalau sudah tidur,” balas Narumi dengan bibir yang tersenyum manis ke arah Ilham.
“Baik, Nona.” Setelah itu, Ilham melanjutkan langkahnya dan membawa Davira ke kamar gadis itu yang terletak di
lantai dua.
Seorang pelayan mengikutinya dan segera membukakan pintu kamar Davira yang bagaikan sebuah kamar tuan putri.
Ilham membawanya masuk dan menurunkan tubuh Davira ke atas ranjang dengan hati-hati.
Namun, tiba-tiba saja Davira malah mengalungkan kedua tangannya pada leher Ilham sampai membuat tubuh pria itu terhuyung ke arahnya dan hampir saja menindih Davira.
Ilham menatap dalam-dalam wajah cantik gadis itu. Bibirnya tersenyum devil seolah ada sesuatu yang memenuhi pikirannya.
“Kamu memang cantik, tapi ….” Ilham tak melanjutkan ucapannya, entah apa yang membuat pria itu menggantungkan kalimatnya.
Ilham memegang tangan Davira yang memiliki kulit selembut sutera, pria itu menyingkirkan tangan Davira dari lehernya.
“Hmm … sudah Nona, ayo cepetan naik! Nanti telat, gimana? Nanti saya jelaskan di jalan, ini motor siapa. Ayo naik Nona! Biar saya bisa kebut,” ajak Ilham seraya menyerahkan sebuah helm ke arah gadis itu. “Iya-iya, sok ngatur banget lo!” Davira mengambil helm itu dan segera memakainya. Namun, ia merasa kesulitan saat mengancingkan pengait helm tersebut. Ilham yang melihat itu, segera mengulurkan tangannya. Tanpa berbicara, pria itu membantu Davira mengancingkan pengait helm tersebut. Davira yang mendapatkan perlakuan seperti itu dari Ilham, hanya terdiam dengan wajah kaget. Bahkan, kedua bibirnya sampai menganga. Ia memperhatikan wajah Ilham yang terlihat sangat tampan dan manis dari jarak dekat. “Sudah, ayo naik, Nona!” ucap Ilham setelah selesai mengancingkan pengait helm yang dikenakan oleh Davira. Pria itu segera naik ke atas motornya, namun Davira masih terdiam mematung. “Non, Davira!” panggil Ilham seraya menoleh ke arah gadis itu. “I-iya, sabar dulu napa!” balas
Sementara di rumah kecilnya, Ardi mantan suami Narumi hanya bisa menyesal setelah satu tahun lalu bercerai dengan Narumi. Uang yang dia simpan dari hasil mencuri dan membohongi Narumi dulu, kini sudah menipis. Bahkan, saat ini dia sudah tak bisa lagi pergi ke club malam untuk bersenang-senang dengan wanita langganannya. “Brengsek!! Gimana gue bisa seneng-seneng kalau begini terus? Mana si Narumi sudah tiga kali nolak gue ajak rujuk. Gue harus bisa deketin Narumi lagi. Kalau perlu, gue bikin dia hamil aja ya biar mau balikan sama gue. Tapi gimana caranya gue bisa ketemu dia. Apa gue samperin aja ya dia ke rumahnya?”Pria bertubuh tinggi dan kekar itu nampak berpikir. Jari telunjuk kirinya ia letakkan di dagu sambil digerak-gerakkan. Telapak tangan kanannya ia masukkan ke dalam saku celana. Sepertinya, Ardi sedang benar-benar berpikir keras untuk menyusul rencana yang matang untuk mendekati sang mantan istri. “Tapi, gue harus berlagak kaya dulu. Gue akan sewa mobil rental saja pas
Kedua mata Davira terbuka lebar saat melihat orang membekapnya. Pria bertubuh kekar yang membekap mulutnya itu adalah Ilham sang bodyguard. Davira masih terdiam di dekapan Ilham, matanya seperti terhipnotis ketika melihat ketampanan pria itu dari jarak dekat. Aroma mint dari hembusan nafas Ilham bisa Davira hirup dari pria itu. Dan anehnya davira mendapatkan rasa nyaman dan tenang. Terlebih lagi, ketika kedua lengan kekar Ilham mendepak tubuhnya. Davida merasakan kehangatan yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan dari orang lain. Bahkan, ia tak mendapatkan rasa hangat dan nyaman itu dari sosok Reyno, seorang pria yang telah lama menjalin kasih dengannya. Davira sedikit menengadahkan kepala untuk melihat ke arah wajah Ilham. Jantungnya semakin berdetak kencang, ini pertama kalinya ia berada pada jarak yang sangat dekat dengan pria itu. Padahal, biasanya Davira selalu berlagak ketus, jangankan didekati seperti sekarang, mendengar Ilham berbicara saja, ia sudah merasa kesal. Namu
Di bioskop, teman-teman Davira baru saja menyelesaikan tontonan film yang mereka lihat tadi.Meskipun sempat ada kejadian yang cukup tragis, namun keempat gadis itu tetap melanjutkan tontonannya.Karena mereka sudah terlanjur membeli tiket, terlebih lagi Davira juga sudah dibawa pulang pulang oleh bodyguardnya.Jadi, Gretha, Alida, Renata, dan Irene merasa lega.“Eh, si Vira gimana ya? Dia udah sampe rumah belum?” tanya Irene ketika mereka berjalan keluar dari bioskop.“Gak tau, dari tadi wa gue gak dibalas,” jawab Alida.“Jangan-jangan si Vira dibawa kabur sama bodyguardnya itu. Siapa namanya? Gue lupa,” tumpal Renata dengan wajah bingung.“Ilham, namanya Ilham,” jawab Gretha.“Iya itu, lupa banget gue. Padahal orang ganteng kalem. Tapi, biasanya yang kayak gitu anteng di ranjang. Ahay ….” Renata tertawa sendiri di akhir kalimatnya.“Sok tahu lo, kayak yang udah pernah aja!” Irend menoyor pelan kepala sahabatnya.“Emang gue udah pernah.” Renata menjawab sambil mengibaskan rambutnya.
Sementara di kamarnya, Davira menangis sambil tengkurap. Gadis itu benar-benar merasa malam ini mengalami dua hal yang membuatnya sesak. Kejadian pelecehan di bioskop dan ketika di jalan tadi. Rasanya kali ini raganya bener-bener capek dan lelah. Pikiran gadis itu ikut kacau balau tak tentu arah. Hidup tanpa seorang ibu di sisinya membuat Davira merasa sendiri dan kesepian. Namun, ia juga tak ingin ayahnya menikah lagi. Sejak dulu, Davira selalu melarang tuan Darko untuk menikah lagi. Karena Davira takut ibunya merasa sakit hati dan terluka, meskipun sang ibu sudah tak ada di dunia ini. Davira meminta ayahnya untuk tetap setia kepada sang ibu, meskipun sudah beda tempat. “Aaaa … gue benci … gue benci lo, Reyno! Gue benci lo. Kenapa lo lakuin ini ke gue? Kenapa, Reyno? ….” Davira memukul bantal untuk melampiaskan segala emosinya. Gadis itu menangis sendiri, meskipun ia memiliki seorang kakak perempuan, tetapi Davira tidak pernah mencurahkan isi hatinya kepada Narumi. Ent
“Itu … itu kan Reyno? Kok bisa dia malah asik boncengan sama cewe lain sih? Dasar Reyno, bajingan juga kamu ya! Kamu tinggalin aku di bioskop sendiri dan hampir dilecehkan orang. Bajingan kamu Reyno. Kamu malah boncengin cewek sambil pelukan mesra gitu. Awas kamu Reyno … awas kamu!!” teriak Davira di dalam mobil.Gadis itu mengepalkan tangannya seolah siap melemparkan bogeman keras pada wajah kekasihnya.Ilham hanya diam membisu ketika mendengar teriakan Davira. Bahkan segala umpatan dan sumpah serapah pun Davira ucapkan untuk sang pacar. Ilham tak berani ikut campur sedikitpun. Diam adalah hal paling aman yang ia lakukan saat ini.Sepanjang perjalanan, Davira terus-terusan mengoceh dan memberikan umpatan untuk Reyno. "Dasar bajingan lo Rey! Awas aja lo, gue mau putus sama lo! Pokonya mau lo bujuk gue bawa bunga sama kebonnya juga gue gak akan mau. Gue beneran muak sama lo, Rey! Lo kenapa kayak gini ke gue? Gue sakit hati sama lo, Rey. Gue benci lo ... gue benci lo sebenci-bencinya .