“What! Bodyguard?” pekik seorang gadis cantik yang mengenakan dress sebatas lutut.
Gadis berambut sebatas bahu dan berkulit putih itu bernama Davira Prameswari, putri bungsu dari Darko Pramana, seorang pengusaha sukses di kota itu.
“Davira, sekarang kamu tidak bisa menolak lagi, keputusan Papa sudah bulat. Mulai sekarang, Ilham akan menjadi bodyguard sekaligus sopir pribadi kamu!” Seorang pria paruh baya yang mengenakan jas hitam mengkilap menunjuk ke arah seorang pria yang berdiri tak jauh dari sana.
Davira langsung menatap ke arah pria bernama Ilham yang kini sedang menundukkan wajahnya.
Gadis itu seolah memperhatikan pria berkulit hitam manis tersebut dari atas sampai bawah.
“Yang bener aja? Masa bodyguard modelan kek tukang cilok begini?” celetuk gadis itu yang diiringi tawa mengejek.
Sementara Ilham masih menundukkan wajahnya, pria itu seolah menunduk patuh kepada sang majikan.
“Davira! Jangan lancang kamu ya! Dia ini anak Pak Sanusi, mantan sopir pribadi Papa. Pokoknya, mulai sekarang, kemanapun kamu pergi, Ilham akan mengikuti kamu. Dia adalah orang kepercayaan Papa ….”
“Tapi, Pah ….” Gadis itu memotong ucapan ayahnya dengan wajah kesal.
“Tidak ada tapi-tapian! Papa melakukan ini supaya kamu bisa fokus sama kuliah kamu. Apalagi sebentar lagi kamu akan sidang skripsi. Papa tidak mau kamu gagal, jadi kali ini tolong kerjasamanya. Nurut sama Papa atau Papa blokir semua rekening kamu!” ancam Darko yang terdengar menyeramkan di telinga putrinya.
Setelah mengatakan itu, pria paruh baya tersebut langsung berjalan meninggalkan Davira yang menatap punggung sang ayah dengan jengkel.
Pria berkuasa itu akan berangkat ke kantor tempatnya mengelola kekuasaan.
“Arrggghhhh … apa-apaan coba harus pake bodyguard sama sopir pribadi segala? Gue ‘kan bisa nyetir sendiri!” gerutu Davira sambil menghentakkan kakinya.
Namun, di sana tidak ada satu orangpun yang melihat aksinya selain Ilham.
“Heh, lo cowok kampungan!” panggil Davira dengan ketus.
Gadis itu menatap ke arah Ilham dengan wajah angkuh.
“Nama saya Ilham, Nona,” ucap pria itu yang baru mengeluarkan suara.
“Bodo amat! Gue gak nanya! Mulai sekarang lo, gue pecat!” Davira bersedekap dada dan memasang wajah angkuh.
“Saya ditugaskan oleh Tuan dan hanya Tuan yang bisa menghentikan saya dari pekerjaan ini,” balas pria yang memiliki hidung mancung, serta alis tebal itu.
Jika dipandang, wajah Ilham terlihat manis, apalagi dengan kumis tipis yang tumbuh di atas bibirnya.
“Ck … tapi gue gak suka lo jadi bodyguard gue!”
“Saya bertugas untuk menjaga Nona, bukan untuk membuat Nona menjadi suka,” balas Ilham lagi yang membuat Davira semakin merasa jengkel.
“Arrggghhhh … dasar cowok kampungan! Kalau lo gak bisa gue pecat, gue bakal bikin lo mengundurkan diri jadi bodyguard sekaligus supir pribadi gue.” Davira tersenyum miring di akhir kalimatnya.
Gadis cantik dengan paras menarik itu sepertinya mulai menyusun rencana untuk menyingkirkan Ilham.
Setelah itu, Davira berjalan terlebih dahulu, ia keluar dari rumah dan akan berangkat ke kampus.
Sementara Ilham membuntutinya dari belakang, setelah tiba di halaman rumah, pria itu segera membukakan pintu mobil untuk sang majikan.
“Silahkan, Nona!” ucapnya dengan santun, bahkan ia sampai menundukkan wajahnya sebagai tanda hormat.
Davira melirik sekilas ke arah pria bertubuh tegap tersebut.
Setelah itu ia masuk ke dalam mobil sambil mengibaskan rambutnya.
Hampir saja rambut indah gadis itu mengenai wajah Ilham yang masih berdiri di dekat pintu.
“Cepat berangkat! Gue gak mau telat!” titahnya dengan ketus setelah Ilham masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi.
“Baik, Nona. Tapi, sebelum itu silahkan pakai seat belt dulu untuk keamanan Nona,” ucap Ilham yang terdengar seperti robot.
“Halah, ribet banget pake beginian. Udah, cepat jalan aja! Orang cuma ke kampus doang bentar,” tolak Davira sambil membenarkan rambutnya.
“Kalau begitu, izinkan saya memasangkan seatbelt untuk Nona.” Ilham menoleh ke arah Devira yang duduk di kursi belakang.
“Eh, lancang lo ya! Berani nyentuh gue, gue potong jari lo!” ketus Davira dengan wajah sangar.
Namun, hal tersebut malah membuat Ilham tersenyum tipis.
“Apa lo senyum-senyum? Gak ada yang lucu!” ketusnya lagi.
“Sabar, Non,” ucap Ilham yang terlihat santai.
“Gak bisa! Emosi terus gue lihat muka lo. Udah, cepetan jalan, tar gue telat datang ke kampus!” cerocos gadis itu sambil memakai seat belt.
Ilham segera menjalankan mobil mewah itu keluar dari gerbang sebuah rumah yang terlihat bagaikan istana.
“Lo tahu ‘kan dimana kampus gue?” tanya Davira ketika mereka berada di perjalanan.
“Tahu lah, Non. Saya bukan orang Amerika, kota Jakarta doang mah saya hafal semua,” tutur Ilham yang terdengar ramah.
“Gue gak yakin lo orang Jakarta, paling lo orang kampung yang baru merantau ke kota.” Lagi-lagi Davira terdengar angkuh.
“Bapak saya sudah menjadi sopir pribadi Tuan Darko sejak dulu, bagaimana mungkin saya baru merantau?” Ilham masih terdengar santai.
“Serah lo mau bilang apa. Asal lo tahu ya, walaupun lo bodyguard gue, tapi lo jangan terlalu ikut campur.” Davira seolah memberi peringatan.
“Saya hanya menjalankan tugas dari Tuan.”
“Ck … kaku banget lo, kayak tiang bendera. Udah, berhenti di sini, gak perlu nganterin gue sampe depan kelas,” cerocos gadis itu lagi setelah mobil yang ia tumpangi tiba di parkiran kampus.
Ilham turun dengan cepat, pria itu membukakan pintu mobil di samping sang nona.
“Silahkan, Nona!” ucapnya sambil memberi hormat.
“Gue jadi merasa kayak ratu Elizabeth.” Davira turun dari mobil dengan wajah kesal.
Sepertinya pagi ini bibir seksi gadis itu belum mengembangkan senyum.
“Ayang!” teriaknya ketika melihat seorang pemuda yang berjalan menghampirinya.
“Hai, Honey!” Seorang pemuda berparas tampan dan berdarah blasteran itu merentangkan kedua tangannya.
“Tumben kamu udah datang?” Davira langsung merangkulkan tangannya pada tubuh pemuda itu.
“Iya, sengaja, biar aku yang nunggu kamu pagi ini.” Pemuda itu tersenyum.
“Ekhem ….” Ilham berdehem, pemandangan di depannya itu terlihat kurang mengenakan.
“Siapa dia?” tanya pemuda yang bernama Reyno, dia adalah kekasih Davira.
Mereka sudah menjalin hubungan cukup lama, bahkan hampir semua mahasiswa di kampus itu mengetahui soal hubungan keduanya.
Karena Davira dan Reyno adalah sama-sama mahasiswa terpandang di kampus itu dan selalu mencuri perhatian banyak orang.
“Sopir aku, abaikan aja. Anggap dia cuma nyamuk!” Davira tersenyum angkuh.
“Hati-hati dengan nyamuk, Nona. Walaupun kecil, tapi bisa mengambil setetes darah tanpa sepengetahuan sang pemilik. Ia juga bisa memberikan penyakit yang sulit diobati,” tutur Ilham yang membuat Davira cukup tercengang.
Entah apa maksud dari ucapan ambigu pria itu.
Yang jelas, Davira merasa seperti ada sesuatu yang aneh ataas kalimat yang Ilham sampaikan tadi.
Bub: Malam my Baby, kamu lagi apa sekarang? Keluar yuk kita nonton. Aku jemput atau kita ketemuan di lokasi, Baby? Notif wa dari Reyno sang kekasih.Dengan semangat dan senyuman indah yang bisa membuat siapapun yang melihatnya terpesona, Davira membalas wa dari Reyno. Davira: Malam juga, Bub, kamu kemana aja sih kok baru wa? Aku nunggu kamu tahu, Bub. Mmm … kita langsung ketemuan di tempat nongkrong aja ya, Bub, aku otw sekarang.(Send to: my Bub) Setelah selesai membalas pesan dari Reyno, Davira segera beranjak dari ruang tivi dan menuju kamarnya. Hal itu tentunya tak lepas dari pantauan Ilham sang bodyguard. Dengan mata sebelah sedikit menyipit, Ilham menatap Davira yang beranjak dari duduknya dan menuju kamar gadis itu. “Hemmm … kenapa dia? Mau kemana dia? Sepertinya mau pergi kalau dilihat dari gelagatnya. Aku ikuti dia kemanapun dia pergi.” Ilham berbicara dalam batinnya. Di dalam kamar, Davira bersenandung kecil sambil berganti baju. Dengan wajah yang cantik, kul
Mereka melanjutkan makan malam dengan keheningan. Hanya terdengar suara dentingan antara sendok dan garpu saja. “Mau nambah lagi ayamnya, Ilham?” tanya Narumi secara tiba-tiba di tengah keheningan. Sontak semua orang menoleh ke arahnya, termasuk Davira yang seketika menatap heran ke arah sang kakak. Sementara tuan Darko kembali melanjutkan makan malamnya tanpa berbicara. “Perhatian banget, Kak. Sama adiknya sendiri aja gak perhatian kayak gitu,” celetuk Davira dengan mata yang melirik sinis ke arah Ilham. “Kalau kamu ‘kan bisa ambil sendiri, Davira,” balas Narumi dengan nada bicara yang terdengar lemah lembut. Sangat berbeda jauh dengan Davira yang lebih bar-bar dan terkadang berbicara dengan nada tinggi. “Lah, emang si Ilham gak punya tangan apa? Sampai gak bisa ambil makanan sendiri,” protes Davira lagi. Sementara Ilham yang menjadi topik pembicaraan kedua wanita itu, hanya terdiam dan fokus pada makanannya. “Davira, Narumi, sudah, jangan berdebat di ruang makan. Kalian la
“Hemm ...!” Kedua mata gadis itu hampir terbuka dengan perlahan saat Ilham meletakkan tangan Davira di atas perutnya secara kasar. “Tidurlah, aku tidak akan mengganggumu.” Setelah mengatakan itu, Ilham berjalan ke arah pintu kamar. Pria itu menoleh ke arah Davira yang kembali memejamkan mata. Sepertinya gadis itu tidak sepenuhnya sadar, buktinya sekarang ia kembali tidur lelap. Ilham keluar dari kamar dan menutup kembali pintu kamar Davira. Pria itu membuang nafas kasar dengan ekspresi wajah yang terlihat dingin. “Apa Davira belum bangun?” Suara lembut itu membuat Ilham langsung menoleh. Ekspresi wajahnya seketika berubah ramah saat melihat Narumi berjalan mendekat ke arahnya. “Belum, Nona. Sepertinya Non Dania kelelahan,” jawab Ilham dengan santun. “Dia memang seperti itu, suka tidur di mobil dan susah dibangunkan.” Narumi tersenyum yang membuat wajahnya semakin terlihat manis. “Baiklah, Nona. Kalau begitu saya pamit ke lantai bawah dulu.” Ilham menundukkan wajahnya s
Ilham menunggu Davira sampai majikannya itu menyelesaikan jam pelajaran. Setelah jam pelajaran selesai, hampir semua mahasiswa keluar dari kampus yang termasuk ke dalam universitas favorit di kota itu. Tak semua orang bisa masuk ke sana, karena selain elit, untuk berkuliah di sana juga membutuhkan buaya yang fantastis. “Silahkan, Nona!” ucap pria bertubuh tegap itu seraya membukakan pintu mobil untuk sang majikan. “Lo pulang duluan aja ya, gua mau nongkrong dulu sama teman gue,” tolak Davira yang datang bersama dengan Reyno dan juga dua gadis yang sepertinya adalah sahabat gadis itu. “Mohon maaf, Nona. Tapi saya harus menjalankan tugas.” Ilham membantah dengan halus. “Ck … tinggal lo bilang aja sama Papa kalau gue nongkrong dulu, biasanya juga gitu. Tar gue pulang diantar si Gretha dan Alda. Bokap udah tahu kok sama mereka.” Dania berkata dengan santai, gadis itu menunjuk ke arah dua gadis yang berdiri di sampingnya. Davira menggandeng lengan Rey yang sedari tadi sedang menata
“What! Bodyguard?” pekik seorang gadis cantik yang mengenakan dress sebatas lutut.Gadis berambut sebatas bahu dan berkulit putih itu bernama Davira Prameswari, putri bungsu dari Darko Pramana, seorang pengusaha sukses di kota itu.“Davira, sekarang kamu tidak bisa menolak lagi, keputusan Papa sudah bulat. Mulai sekarang, Ilham akan menjadi bodyguard sekaligus sopir pribadi kamu!” Seorang pria paruh baya yang mengenakan jas hitam mengkilap menunjuk ke arah seorang pria yang berdiri tak jauh dari sana.Davira langsung menatap ke arah pria bernama Ilham yang kini sedang menundukkan wajahnya.Gadis itu seolah memperhatikan pria berkulit hitam manis tersebut dari atas sampai bawah.“Yang bener aja? Masa bodyguard modelan kek tukang cilok begini?” celetuk gadis itu yang diiringi tawa mengejek.Sementara Ilham masih menundukkan wajahnya, pria itu seolah menunduk patuh kepada sang majikan.“Davira! Jangan lancang kamu ya! Dia ini anak Pak Sanusi, mantan sopir pribadi Papa. Pokoknya, mulai se