“Hemm ...!” Kedua mata gadis itu hampir terbuka dengan perlahan saat Ilham meletakkan tangan Davira di atas perutnya secara kasar.
“Tidurlah, aku tidak akan mengganggumu.” Setelah mengatakan itu, Ilham berjalan ke arah pintu kamar. Pria itu menoleh ke arah Davira yang kembali memejamkan mata.
Sepertinya gadis itu tidak sepenuhnya sadar, buktinya sekarang ia kembali tidur lelap.
Ilham keluar dari kamar dan menutup kembali pintu kamar Davira.
Pria itu membuang nafas kasar dengan ekspresi wajah yang terlihat dingin.
“Apa Davira belum bangun?” Suara lembut itu membuat Ilham langsung menoleh.
Ekspresi wajahnya seketika berubah ramah saat melihat Narumi berjalan mendekat ke arahnya.
“Belum, Nona. Sepertinya Non Dania kelelahan,” jawab Ilham dengan santun.
“Dia memang seperti itu, suka tidur di mobil dan susah dibangunkan.” Narumi tersenyum yang membuat wajahnya semakin terlihat manis.
“Baiklah, Nona. Kalau begitu saya pamit ke lantai bawah dulu.” Ilham menundukkan wajahnya saat berpamitan.
“Emmm … Ilham,” panggil Narumi secara tiba-tiba yang membuat Ilham langsung menghentikan langkahnya.
“Iya, Nona? Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan santun.
“Tidak, aku cuma … cuma mau bilang, jangan panggil aku Nona. Aku merasa tidak pantas.” Narumi terkekeh pelan.
“Maksudnya? Non ini adalah putri dari Tuan Darko, jadi sudah seharusnya dipanggil Nona,” tutur Ilhan seolah menyangkal.
“Iya tapi … aku merasa tidak cocok. Pelayan di rumah ini lebih sering memanggilku dengan sebutan, Mbak. Jadi, kamu juga sebaiknya jangan memanggil Nona,” balas Narumi yang membuat dahi Ilhan terlihat mengerut.
Ini memang terdengar aneh.
“Lalu, apa saya juga harus memanggil, Mbak?” tanya Ilhan dengan ragu.
“Manggil nama saja juga tidak apa-apa.” Narumi tersenyum manis, kulit wajahnya sedikit merona.
“Tidak, saya merasa sangat lancang jika hanya memanggil nama. Saya akan tetap memanggil, Nona.” Ilham berbicara dengan nada yang terdengar santun.
“Kamu bebal juga ya.” Narumi terkekeh.
“Ini sebagai rasa hormat saya. Kalau begitu, saya permisi dulu, Nona.” Ilham menunduk. Setelah itu, ia melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Narumi yang masih berdiri sambil menatap punggung tegapnya.
***
Beberapa pelayan sedang sibuk menyiapkan makan malam untuk semua anggota keluarga.
Meja makan di ruangan itu sudah dipenuhi hidangan yang siap disantap oleh semua anggota keluarga.
Davira menuruni anak tangga dengan malas, langkah kakinya sengaja dihentakkan ke atas lantai sampai menimbulkan bunyi yang cukup nyaring.
“Siapa yang menciptakan makan malam? Kenapa harus makan setiap malam begini?” gerutu gadis itu dengan wajah kesal.
Ia sedang asik melakukan panggilan vidio call dengan kekasihnya, tetapi seorang pelayan memanggilnya untuk makan malam atas perintah tuan Darko.
“Dasar tidak bersyukur! Masih untung kamu bisa makan!” balas seorang pria yang berusia sekitar dua puluh tujuh tahun.
Pria tampan bertubuh atletis itu adalah Zein, putra kedua tuan Darko yang disebut-sebut akan menjadi ahli waris perusahaan.
“Sewot amat! Nanti gak dapat jodoh,” balas Davira sambil menatap kesal ke arah kakaknya.
“Kamu tahu visual omonganmu itu seperti apa? Seperti angin yang keluar dari lobang belakang,” celetuk pria itu yang membuat wajah adiknya semakin berubah kesal.
“Kentut dong?” Davira menatap kesal ke arah kakaknya.
“Pintar!” Zein menoyor pelan kepala adiknya sambil berjalan ke arah ruang makan.
“Kak Zein terkutuk! Aku doakan jodohnya cewek kampung!” teriak Davira yang menggelegar di dalam rumah mewah itu.
Davira menoleh ke arah kanan, di sana ada Ilham yang sedang berdiri sambil memperhatikannya.
“Apa lo lihat-lihat?” sergahnya dengan ketus.
“Apa ada larangan untuk melihat?” Ilham berkata dengan wajah datar.
“Iya, gak boleh lihatin lama-lama. Tar lo naksir sama gue. Kan berabe, gue gak suka cowok kampungan!” Davira mengibaskan rambutnya dengan angkuh.
“Davira, jangan terlalu angkuh!” tegur tuan Darko yang tak sengaja mendengar ucapan putrinya.
“Papa kenapa belain dia?” Gadis itu menunjuk dengan kesal ke arah Ilham.
“Papa bukan belain, Papa hanya ingin kamu bersikap baik. Ayo kita makan, Ilham ayo!” ajak tuan Darko kepada pria itu.
“Wait! Papa ajak dia? Sejak kapan sopir bisa makan bareng majikannya?” Lagi-lagi Davira terdengar sombong.
“Lagian, kenapa dia masih ada di rumah ini? Memangnya dia gak punya rumah apa?” sambung Davira lagi, sepertinya gadis itu sengaja bersikap seperti tadi, agar Ilham merasa tak nyaman dan memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai bodyguard sekaligus sopir pribadinya.
“Davira, Ilham ini anaknya Pak Sanusi. Papa sudah menganggap Pak Sanusi sebagai keluarga kita sendiri, karena Pak Sanusi banyak berjasa dalam keluarga kita,” tutur tuan Darko yang membuat Dania hanya mendelik kesal.
“Ya udah, terserah Papa, asal dia jangan tidur di kamar aku aja.” Gadis itu menghentakkan kaki dan melanjutkan langkah menuju ruang makan.
Ilham hanya terdiam, tetapi sorot mata pria itu menatap penuh arti ke arah Davira.
“Ilham, maafkan sikap Davira ya. Mungkin dulu saya terlalu memanjakannya, karena Davira ditinggalkan ibunya sejak kecil, makanya dia menjadi seperti itu,” tutur tuan Darko kepada Ilham.
“Baik, Tuan. Tidak masalah,” pria itu menunduk.
Ilham ikut gabung di ruang makan bersama anggota keluarga majikannya.
Pria itu duduk pada kursi yang berhadapan dengan Dania.
“Pah, besok aku pinjam kunci gudang ya, mau menyimpan barang-barang yang udah gak kepake,” ucap Zen di sela-sela kegiatan makan mereka.
“Boleh, tapi awas kamu jangan sampai membuka ruangan yang sebelah.” Wajah tuan Darko terlihat serius.
Ilham langsung menoleh ke arah pria paruh baya itu.
Namun, tak lama kemudian ia segera menundukkan wajahnya agar tidak terkesan sedang menatap dalam-dalam.
“Ruangan apa, Pah?” tanya Davira penasaran.
“Emmm … itu ruangan tempat penyimpanan barang-barang bekas kantor. Jangan sampai dibuka, karena takut ada yang hilang,” jawab tuan Darko.
Namun, entah kenapa nada bicaranya terdengar ragu.
Ilham kembali menatap sekilas ke arah pria paruh baya itu. Ia seolah sedang menganalisa raut wajah tuan Darko yang terlihat berbeda saat menjawab pertanyaan dari putrinya tadi.
“Oh, kirain ada harta Karun,” celetuk Davira sambil kembali melanjutkan kegiatan makan malamnya.
Ilham terdiam dengan wajah menunduk, namun kedua sorot matanya menatap tajam ke arah sendok dan garpu yang sedang berada dalam genggamannya.
Entah apa yang kini sedang ada di pikiran pria itu, yang jelas raut wajahnya berubah saat tuan Darko menyebutkan sebuah ruangan yang tidak boleh dibuka di dalam rumah mewah itu.
Bub: Malam my Baby, kamu lagi apa sekarang? Keluar yuk kita nonton. Aku jemput atau kita ketemuan di lokasi, Baby? Notif wa dari Reyno sang kekasih.Dengan semangat dan senyuman indah yang bisa membuat siapapun yang melihatnya terpesona, Davira membalas wa dari Reyno. Davira: Malam juga, Bub, kamu kemana aja sih kok baru wa? Aku nunggu kamu tahu, Bub. Mmm … kita langsung ketemuan di tempat nongkrong aja ya, Bub, aku otw sekarang.(Send to: my Bub) Setelah selesai membalas pesan dari Reyno, Davira segera beranjak dari ruang tivi dan menuju kamarnya. Hal itu tentunya tak lepas dari pantauan Ilham sang bodyguard. Dengan mata sebelah sedikit menyipit, Ilham menatap Davira yang beranjak dari duduknya dan menuju kamar gadis itu. “Hemmm … kenapa dia? Mau kemana dia? Sepertinya mau pergi kalau dilihat dari gelagatnya. Aku ikuti dia kemanapun dia pergi.” Ilham berbicara dalam batinnya. Di dalam kamar, Davira bersenandung kecil sambil berganti baju. Dengan wajah yang cantik, kul
Mereka melanjutkan makan malam dengan keheningan. Hanya terdengar suara dentingan antara sendok dan garpu saja. “Mau nambah lagi ayamnya, Ilham?” tanya Narumi secara tiba-tiba di tengah keheningan. Sontak semua orang menoleh ke arahnya, termasuk Davira yang seketika menatap heran ke arah sang kakak. Sementara tuan Darko kembali melanjutkan makan malamnya tanpa berbicara. “Perhatian banget, Kak. Sama adiknya sendiri aja gak perhatian kayak gitu,” celetuk Davira dengan mata yang melirik sinis ke arah Ilham. “Kalau kamu ‘kan bisa ambil sendiri, Davira,” balas Narumi dengan nada bicara yang terdengar lemah lembut. Sangat berbeda jauh dengan Davira yang lebih bar-bar dan terkadang berbicara dengan nada tinggi. “Lah, emang si Ilham gak punya tangan apa? Sampai gak bisa ambil makanan sendiri,” protes Davira lagi. Sementara Ilham yang menjadi topik pembicaraan kedua wanita itu, hanya terdiam dan fokus pada makanannya. “Davira, Narumi, sudah, jangan berdebat di ruang makan. Kalian la
“Hemm ...!” Kedua mata gadis itu hampir terbuka dengan perlahan saat Ilham meletakkan tangan Davira di atas perutnya secara kasar. “Tidurlah, aku tidak akan mengganggumu.” Setelah mengatakan itu, Ilham berjalan ke arah pintu kamar. Pria itu menoleh ke arah Davira yang kembali memejamkan mata. Sepertinya gadis itu tidak sepenuhnya sadar, buktinya sekarang ia kembali tidur lelap. Ilham keluar dari kamar dan menutup kembali pintu kamar Davira. Pria itu membuang nafas kasar dengan ekspresi wajah yang terlihat dingin. “Apa Davira belum bangun?” Suara lembut itu membuat Ilham langsung menoleh. Ekspresi wajahnya seketika berubah ramah saat melihat Narumi berjalan mendekat ke arahnya. “Belum, Nona. Sepertinya Non Dania kelelahan,” jawab Ilham dengan santun. “Dia memang seperti itu, suka tidur di mobil dan susah dibangunkan.” Narumi tersenyum yang membuat wajahnya semakin terlihat manis. “Baiklah, Nona. Kalau begitu saya pamit ke lantai bawah dulu.” Ilham menundukkan wajahnya s
Ilham menunggu Davira sampai majikannya itu menyelesaikan jam pelajaran. Setelah jam pelajaran selesai, hampir semua mahasiswa keluar dari kampus yang termasuk ke dalam universitas favorit di kota itu. Tak semua orang bisa masuk ke sana, karena selain elit, untuk berkuliah di sana juga membutuhkan buaya yang fantastis. “Silahkan, Nona!” ucap pria bertubuh tegap itu seraya membukakan pintu mobil untuk sang majikan. “Lo pulang duluan aja ya, gua mau nongkrong dulu sama teman gue,” tolak Davira yang datang bersama dengan Reyno dan juga dua gadis yang sepertinya adalah sahabat gadis itu. “Mohon maaf, Nona. Tapi saya harus menjalankan tugas.” Ilham membantah dengan halus. “Ck … tinggal lo bilang aja sama Papa kalau gue nongkrong dulu, biasanya juga gitu. Tar gue pulang diantar si Gretha dan Alda. Bokap udah tahu kok sama mereka.” Dania berkata dengan santai, gadis itu menunjuk ke arah dua gadis yang berdiri di sampingnya. Davira menggandeng lengan Rey yang sedari tadi sedang menata
“What! Bodyguard?” pekik seorang gadis cantik yang mengenakan dress sebatas lutut.Gadis berambut sebatas bahu dan berkulit putih itu bernama Davira Prameswari, putri bungsu dari Darko Pramana, seorang pengusaha sukses di kota itu.“Davira, sekarang kamu tidak bisa menolak lagi, keputusan Papa sudah bulat. Mulai sekarang, Ilham akan menjadi bodyguard sekaligus sopir pribadi kamu!” Seorang pria paruh baya yang mengenakan jas hitam mengkilap menunjuk ke arah seorang pria yang berdiri tak jauh dari sana.Davira langsung menatap ke arah pria bernama Ilham yang kini sedang menundukkan wajahnya.Gadis itu seolah memperhatikan pria berkulit hitam manis tersebut dari atas sampai bawah.“Yang bener aja? Masa bodyguard modelan kek tukang cilok begini?” celetuk gadis itu yang diiringi tawa mengejek.Sementara Ilham masih menundukkan wajahnya, pria itu seolah menunduk patuh kepada sang majikan.“Davira! Jangan lancang kamu ya! Dia ini anak Pak Sanusi, mantan sopir pribadi Papa. Pokoknya, mulai se