Mereka melanjutkan makan malam dengan keheningan.
Hanya terdengar suara dentingan antara sendok dan garpu saja.
“Mau nambah lagi ayamnya, Ilham?” tanya Narumi secara tiba-tiba di tengah keheningan.
Sontak semua orang menoleh ke arahnya, termasuk Davira yang seketika menatap heran ke arah sang kakak.
Sementara tuan Darko kembali melanjutkan makan malamnya tanpa berbicara.
“Perhatian banget, Kak. Sama adiknya sendiri aja gak perhatian kayak gitu,” celetuk Davira dengan mata yang melirik sinis ke arah Ilham.
“Kalau kamu ‘kan bisa ambil sendiri, Davira,” balas Narumi dengan nada bicara yang terdengar lemah lembut.
Sangat berbeda jauh dengan Davira yang lebih bar-bar dan terkadang berbicara dengan nada tinggi.
“Lah, emang si Ilham gak punya tangan apa? Sampai gak bisa ambil makanan sendiri,” protes Davira lagi.
Sementara Ilham yang menjadi topik pembicaraan kedua wanita itu, hanya terdiam dan fokus pada makanannya.
“Davira, Narumi, sudah, jangan berdebat di ruang makan. Kalian lanjutkan saja ya makannya, Papa sudah selesai,” ucap tuan Darko setelah meneguk segelas air minum.
Pria paruh baya itu bangkit dari duduknya dan segera melangkah meninggalkan ruang makan beserta anak-anaknya.
Setelah tuan Darko berjalan meninggalkan meja makan dan menuju ruangan khusus yang tak boleh dimasuki siapapun itu, kini dimeja makan itu nampak sepi dan lengang.
Davira dan Ilham terlihat saling diam tanpa ada yang bicara sepatah katapun. Yang ada hanya suara hembusan nafas yang kasar dari Davira.
“Huhhh … Eh, Ilham!” Davira membuang nafas kasar lalu memanggil pria yang kini sedang duduk di hadapannya.
“Iya, Nona,” jawab Ilham dengan santun.
“Gue heran sama lo, kenapa sih lo main terima saja kerjaan dari bokap gue? Lagian lo itu masih muda dan gue yakin banyak yang lo cita-citakan? Kenapa gak lo kejar saja itu cita-cita dari pada kerja gak jelas jadi bodyguard gini,” cerocos Davira dengan kedua yang menatap kesal ke arah pria itu.
“Maaf, Nona tapi menurut saya pekerjaan saya ini jelas. Karena sebagai anak sopir kerja apa saja tak jadi masalah buat saya. Yang penting saya kerja, bisa makan dan bantu orang tua. Hmm ya itu saja sudah lebih dari cukup untuk orang miskin seperti saya ini. Nona kan anak orang kaya, jadi ya pasti beda kalau milih kerja. Nona memiliki dan mempunyai apa saja yang Nona mau. Jadi ya tidak perlu susah payah kayak orang miskin,” balas Ilham panjang lebar.
Hal tersebut membuat Narumi semakin menatap dalam ke arahnya.
Sementara Zein yang memang tak suka banyak bicara, hanya diam sambil menikmati makan malamnya.
Ilham seolah tak menyadari kalau saat ini Narumi sedang memperhatikannya dengan tatapan seperti orang yang sedang mengagumi.
“Sudah, diam lo! Gue gak nyuruh lo bicara, jadi jangan banyak bicara juga lo di hadapan gue, ngerti lo!” Davira membanting sendoknya ke atas piring dan berlalu meninggalkan Ilham di ruang makan.
Tak hanya Davira yang meninggalkan rumah makan, Zein yang juga sudah menyelesaikan makan malamnya, ikut meninggalkan ruangan itu tanpa banyak bicara.
Kini, hanya tinggal Ilham dan Narumi saja yang berada di sana.
“Emmm … Ilham,” panggil Narumi sedikit pelan.
“Iya, Nona.” Ilham langsung menoleh ke arah wanita itu.
“Kita lanjutkan saja ya makan malamnya, jangan dengarkan ucapan Davira tadi, dia memang seperti itu. Juteknya minta ampun. Lebih baik, sekarang kita lanjut makan lagi ya. Ini aku tambahkan ayam buat kamu.” Narumi langsung meletakkan sepotong ayam goreng di atas piring Ilham.
Ilham yang tadinya ingin menyelesaikan makan malamnya, kini seolah tak dapat menolak dan terpaksa melanjutkan makan malam walaupun hanya berdua dengan Narrumi.
Wanita itu tersenyum manis padanya, Narumi memang terlihat manis dan anggun dibanding Davira.
Terlebih lagi, tutur kata wanita itu sangat lembut.
Namun, Ilham sama sekali tak membalas tatapan Narumi.
Pria itu hanya menunduk sambil melanjutkan makannya.
Entah karena rasa hormatnya kepada sang majikan, atau bagaimana, yang jelas Ilham sama sekali tak menatap ke arah Narumi.
Walaupun sedari tadi wanita yang memiliki status single parent itu menatapnya sambil sesekali menarik kedua sudut bibirnya dan tersenyum manis.
***
Di ruang rahasia, di sebuah kamar yang tak boleh dimasuki oleh siapapun. Tuan Darko tersenyum licik memandang sebuah foto di figura yang ditutupi oleh kain.
Dengan raut wajah yang sombong dan sifat liciknya, tuan Darko berbicara kepada foto itu.
Tuan Darko yang memang mempunyai sifat licik, serakah dan tidak pernah puas dengan hasil yang dia capai selama ini.
Dari kecil, remaja hingga dewasa, tuan Darko dididik dengan cara yang salah oleh orang tuanya. Sifat serakah dan licik yang memang sudah menjadi bawaan karena pembentukan karakter.
Merampas dan membunuh adalah sesuatu yang biasa dilihat dari kecil. Sebagai seorang anak dari pimpinan gank besar mafia, tuan Darko sudah terbiasa berbuat semaunya.
Bahkan, setelah orang tuanya meninggal pun gank mafia besar ini diteruskan oleh tuan Darko sebagai putra tunggal dari keluarga Pramana.
Kedua bibirnya tersenyum licik dan mengumpat dengan kata kata kotor, tuan Darko berbicara pada foto yang ia tatap.
Tatapan yang sangat tajam penuh dendam dan permusuhan. Hingga pada akhirnya dia tertawa terbahak-bahak. Entahlah siapa sebenarnya sosok di foto yang dia pandangi tersebut. Tetapi yang jelas dia adalah orang yang sangat berpengaruh dalam hidup tuan Darko di masa lalu.
Selesai menatap foto itu dengan puas, pria paruh baya tersebut kembali menutup foto itu dengan kain dan menyimpannya kembali di samping lemari. Tempat yang cukup tersembunyi.
Sementara di ruang tivi, Davira tampak bolak-balik melihat layar HP-nya yang sepi dari notif. Dia berharap seseorang yang dicintainya mengirim pesan dan mengajak keluar.
“Huft … sepi amat sih ini hp, pada kemana semua ya heran gue? Gak pacar gue, gak temen gue, semua pada menghilang bak ditelan bumi aja.” Davira berbicara ngedumel sendiri sambil gonta-ganti channel tv.
Hingga akhirnya ada notif wa dari kekasihnya yang membuat gadis itu langsung berbinar. Dengan bibir tersenyum manis, Davira membuka wa dari kekasihnya.
“Hmm … sudah Nona, ayo cepetan naik! Nanti telat, gimana? Nanti saya jelaskan di jalan, ini motor siapa. Ayo naik Nona! Biar saya bisa kebut,” ajak Ilham seraya menyerahkan sebuah helm ke arah gadis itu. “Iya-iya, sok ngatur banget lo!” Davira mengambil helm itu dan segera memakainya. Namun, ia merasa kesulitan saat mengancingkan pengait helm tersebut. Ilham yang melihat itu, segera mengulurkan tangannya. Tanpa berbicara, pria itu membantu Davira mengancingkan pengait helm tersebut. Davira yang mendapatkan perlakuan seperti itu dari Ilham, hanya terdiam dengan wajah kaget. Bahkan, kedua bibirnya sampai menganga. Ia memperhatikan wajah Ilham yang terlihat sangat tampan dan manis dari jarak dekat. “Sudah, ayo naik, Nona!” ucap Ilham setelah selesai mengancingkan pengait helm yang dikenakan oleh Davira. Pria itu segera naik ke atas motornya, namun Davira masih terdiam mematung. “Non, Davira!” panggil Ilham seraya menoleh ke arah gadis itu. “I-iya, sabar dulu napa!” balas
Sementara di rumah kecilnya, Ardi mantan suami Narumi hanya bisa menyesal setelah satu tahun lalu bercerai dengan Narumi. Uang yang dia simpan dari hasil mencuri dan membohongi Narumi dulu, kini sudah menipis. Bahkan, saat ini dia sudah tak bisa lagi pergi ke club malam untuk bersenang-senang dengan wanita langganannya. “Brengsek!! Gimana gue bisa seneng-seneng kalau begini terus? Mana si Narumi sudah tiga kali nolak gue ajak rujuk. Gue harus bisa deketin Narumi lagi. Kalau perlu, gue bikin dia hamil aja ya biar mau balikan sama gue. Tapi gimana caranya gue bisa ketemu dia. Apa gue samperin aja ya dia ke rumahnya?”Pria bertubuh tinggi dan kekar itu nampak berpikir. Jari telunjuk kirinya ia letakkan di dagu sambil digerak-gerakkan. Telapak tangan kanannya ia masukkan ke dalam saku celana. Sepertinya, Ardi sedang benar-benar berpikir keras untuk menyusul rencana yang matang untuk mendekati sang mantan istri. “Tapi, gue harus berlagak kaya dulu. Gue akan sewa mobil rental saja pas
Kedua mata Davira terbuka lebar saat melihat orang membekapnya. Pria bertubuh kekar yang membekap mulutnya itu adalah Ilham sang bodyguard. Davira masih terdiam di dekapan Ilham, matanya seperti terhipnotis ketika melihat ketampanan pria itu dari jarak dekat. Aroma mint dari hembusan nafas Ilham bisa Davira hirup dari pria itu. Dan anehnya davira mendapatkan rasa nyaman dan tenang. Terlebih lagi, ketika kedua lengan kekar Ilham mendepak tubuhnya. Davida merasakan kehangatan yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan dari orang lain. Bahkan, ia tak mendapatkan rasa hangat dan nyaman itu dari sosok Reyno, seorang pria yang telah lama menjalin kasih dengannya. Davira sedikit menengadahkan kepala untuk melihat ke arah wajah Ilham. Jantungnya semakin berdetak kencang, ini pertama kalinya ia berada pada jarak yang sangat dekat dengan pria itu. Padahal, biasanya Davira selalu berlagak ketus, jangankan didekati seperti sekarang, mendengar Ilham berbicara saja, ia sudah merasa kesal. Namu
Di bioskop, teman-teman Davira baru saja menyelesaikan tontonan film yang mereka lihat tadi.Meskipun sempat ada kejadian yang cukup tragis, namun keempat gadis itu tetap melanjutkan tontonannya.Karena mereka sudah terlanjur membeli tiket, terlebih lagi Davira juga sudah dibawa pulang pulang oleh bodyguardnya.Jadi, Gretha, Alida, Renata, dan Irene merasa lega.“Eh, si Vira gimana ya? Dia udah sampe rumah belum?” tanya Irene ketika mereka berjalan keluar dari bioskop.“Gak tau, dari tadi wa gue gak dibalas,” jawab Alida.“Jangan-jangan si Vira dibawa kabur sama bodyguardnya itu. Siapa namanya? Gue lupa,” tumpal Renata dengan wajah bingung.“Ilham, namanya Ilham,” jawab Gretha.“Iya itu, lupa banget gue. Padahal orang ganteng kalem. Tapi, biasanya yang kayak gitu anteng di ranjang. Ahay ….” Renata tertawa sendiri di akhir kalimatnya.“Sok tahu lo, kayak yang udah pernah aja!” Irend menoyor pelan kepala sahabatnya.“Emang gue udah pernah.” Renata menjawab sambil mengibaskan rambutnya.
Sementara di kamarnya, Davira menangis sambil tengkurap. Gadis itu benar-benar merasa malam ini mengalami dua hal yang membuatnya sesak. Kejadian pelecehan di bioskop dan ketika di jalan tadi. Rasanya kali ini raganya bener-bener capek dan lelah. Pikiran gadis itu ikut kacau balau tak tentu arah. Hidup tanpa seorang ibu di sisinya membuat Davira merasa sendiri dan kesepian. Namun, ia juga tak ingin ayahnya menikah lagi. Sejak dulu, Davira selalu melarang tuan Darko untuk menikah lagi. Karena Davira takut ibunya merasa sakit hati dan terluka, meskipun sang ibu sudah tak ada di dunia ini. Davira meminta ayahnya untuk tetap setia kepada sang ibu, meskipun sudah beda tempat. “Aaaa … gue benci … gue benci lo, Reyno! Gue benci lo. Kenapa lo lakuin ini ke gue? Kenapa, Reyno? ….” Davira memukul bantal untuk melampiaskan segala emosinya. Gadis itu menangis sendiri, meskipun ia memiliki seorang kakak perempuan, tetapi Davira tidak pernah mencurahkan isi hatinya kepada Narumi. Ent
“Itu … itu kan Reyno? Kok bisa dia malah asik boncengan sama cewe lain sih? Dasar Reyno, bajingan juga kamu ya! Kamu tinggalin aku di bioskop sendiri dan hampir dilecehkan orang. Bajingan kamu Reyno. Kamu malah boncengin cewek sambil pelukan mesra gitu. Awas kamu Reyno … awas kamu!!” teriak Davira di dalam mobil.Gadis itu mengepalkan tangannya seolah siap melemparkan bogeman keras pada wajah kekasihnya.Ilham hanya diam membisu ketika mendengar teriakan Davira. Bahkan segala umpatan dan sumpah serapah pun Davira ucapkan untuk sang pacar. Ilham tak berani ikut campur sedikitpun. Diam adalah hal paling aman yang ia lakukan saat ini.Sepanjang perjalanan, Davira terus-terusan mengoceh dan memberikan umpatan untuk Reyno. "Dasar bajingan lo Rey! Awas aja lo, gue mau putus sama lo! Pokonya mau lo bujuk gue bawa bunga sama kebonnya juga gue gak akan mau. Gue beneran muak sama lo, Rey! Lo kenapa kayak gini ke gue? Gue sakit hati sama lo, Rey. Gue benci lo ... gue benci lo sebenci-bencinya .