Bub: Malam my Baby, kamu lagi apa sekarang? Keluar yuk kita nonton. Aku jemput atau kita ketemuan di lokasi, Baby?
Notif wa dari Reyno sang kekasih.
Dengan semangat dan senyuman indah yang bisa membuat siapapun yang melihatnya terpesona, Davira membalas wa dari Reyno.
Davira: Malam juga, Bub, kamu kemana aja sih kok baru wa? Aku nunggu kamu tahu, Bub. Mmm … kita langsung ketemuan di tempat nongkrong aja ya, Bub, aku otw sekarang.
(Send to: my Bub)
Setelah selesai membalas pesan dari Reyno, Davira segera beranjak dari ruang tivi dan menuju kamarnya.
Hal itu tentunya tak lepas dari pantauan Ilham sang bodyguard. Dengan mata sebelah sedikit menyipit, Ilham menatap Davira yang beranjak dari duduknya dan menuju kamar gadis itu.
“Hemmm … kenapa dia? Mau kemana dia? Sepertinya mau pergi kalau dilihat dari gelagatnya. Aku ikuti dia kemanapun dia pergi.” Ilham berbicara dalam batinnya.
Di dalam kamar, Davira bersenandung kecil sambil berganti baju. Dengan wajah yang cantik, kulit putih, body yang sempurna, semakin menjadikan Davira sosok yang dikagumi dan dikejar banyak pria.
“Oke, sempurna deh … saatnya let's go!” Davira berbicara sendiri didepan cermin.
Sambil memperhatikan tubuhnya dari pantulan cermin berukuran besar itu.
Selesai berganti baju Davira segera menginjakkan kakinya keluar kamar. Dandanan yang sederhana namun tetap terlihat pas di tubuh indahnya.
“Heh, sini lu!” Davira memanggil Ilham yang duduk di ruang tivi.
Merasa ada yang memanggil, Ilham langsung menoleh. Dan benar saja sang nona sedang berdiri dengan cantik tak jauh darinya.
Mata Ilham sempat tak berkedip melihat pemandangan gratis di depannya.
‘Wow, lumayan cantik dan seksi juga wanita ini.’ Ilham bicara dalam batinnya, namun kedua sudut bibirnya tersenyum manis.
“Heh, kok lo malah bengong sih anjir? Gue manggil lu ini, lo budek ya? Bikin kesel aja.” Davira sedikit sewot karena Ilham tidak merespon panggilannya, tapi pria itu malah diam dengan wajah bengong.
Mendapatkan bentakan dari sang nona, Ilham langsung tersadar dari lamunannya.
“Eh … eh … iya, Nona saya minta maaf Nona, tadi saya kurang dengar panggilan dari Nona. Iya, Nona ada yang bisa saya bantu atau saya lakukan untuk Nona?” Ilham kembali bersikap seperti biasa.
“Lo anterin gue nongkrong dan ingat nanti pas di sala jangan bikin gue kesel, paham lo?! Bentar gue mau pamit sama bokap gue dulu. Lo tunggu disini.” Davira melangkah menuju kamar papanya alias tuan Darko.
Setelah mengetuk pintu kamar sebanyak tiga kali dan terdengar suara dari dalam kamar untuk menyuruhnya masuk, Davira segera membuka pintu kamar papanya dan masuk.
Gadis itu melangkahkan kakinya mendekati sang ayah.
“Hay, Papa ….” Dengan sedikit manja, Davira menyapa tuan Darko.
“Hmm … Papa, Davira ijin mau nongkrong ya, Pah, dikawal juga nggak papa kok biar Davira aman kan. Ya Papa yaa ….” rengek gadis itu sambil mengedipkan matanya sebelah, berharap mendapatkan izin dari sang ayah.
“Memangnya kamu mau kemana, Sayang? Malam-malam begini juga? Anak perempuan kok keluar malam malam, kan kata orang Jawa ora apik kluyuran bengi itu?” Tuan Darko berusaha berbicara kalem kepada putri bungsunya.
“Yaelah Papa, ini kan zaman modern, Pah. Kok masih aja berasa hidup di zaman Siti Nurbaya dan datuk Maringgih sih. Ayolah Papa … Davira mau nonton sama Reyno, Pah. Boleh ya Papa … yaa?” Davira terus bersikap manja kepada sang ayah.
“Hmm … iya pergilah, tapi ingat ya jangan pulang pagi lagi atau selamanya Papa gak akan kasih izin buat keluar malam, paham kamu, Davira!” Tuan Darko menggertak anak ketiganya ini yang memang sangat bandel.
“Iya … iya Davira paham kok, Pah.” Dengan pasrah, Davira menjawab ucapan papanya.
“Ya sudah, Davira pergi dulu ya, Pah, bye Papa!”
Cup!
Davira mengecup pipi ayahnya, kemudian melenggang keluar dari kamar tersebut.
Melihat tingkah polah putrinya, Tuan Darko hanya bisa geleng-geleng kepala saja.
Pada saat berjalan keluar dari kamar ayahnya, Davira berpapasan dengan Narumi, kakak perempuannya.
Narumi memang selalu berpakaian vulgar dan terbuka. Sehingga bisa terlihat jelas bentuk tubuhnya yang ramping, seksi, plus dada yang montok itu.
“Mau kemana kamu, Dania malam malam begini kok berpakaian seperti itu?” tanya Narumi dengan sedikit curiga kepada adiknya.
“Aduhhh … kenapa sih kak kok banyak tanya gitu? Sudah ya kak kamu kaga usah ngurusin hidup aku. Urus tuh hidup kamu sendiri!” Selesai menjawab pertanyaan kakaknya, Dania segera berjalan keluar menuju mobil.
“Selamat malam, Nona! Mari silahkan masuk!” Ilham yang memang sudah mempersiapkan mobil untuk sang nona, sedikit membungkuk dan membukakan pintu mobil untuk majikannya.
“Hemmm … gercep juga cara kerja lu. Good!” puji Davira kepada Ilham sambil mengacungkan jempolnya. Dan segera masuk ke dalam mobil dan duduk dengan nyaman.
Mendapat sedikit pujian dari majikannya, Ilham memperlihatkan senyum manisnya hingga nampak gigi putihnya. “Terimakasih Nona, maaf ini kita mau kemana, Nona?” tanya pria itu dengan santun.
“Ke mall xxx di jalan xxx. Oh iya, nanti lu nunggu gue di dalam mobil saja ya. Gue mau kencan dan nonton sama pacar gue. Nggak asik dong kalau lu ngintilin gue kayak gantungan kunci.” Davira bicara sambil melihat ke arah Ilham.
“Mohon maaf Nona, tapi atas perintah tuan Darko saya harus mengikuti kemanapun Nona Davira pergi. Jadi saya mohon maaf, saya juga akan mengikuti kemanapun Nona berada,” jawab Ilham dengan sopan.
Ilham tak membalas sedikitpun ocehan Davira, ia lebih memilih untuk menjalankan mobil tersebut dengan fokus.
Tak berapa lama mobil pun sampai di mall. Setelah memarkirkan mobilnya, Ilham membukakan pintu mobil untuk majikannya.
“Silahkan, Nona!” Dengan sedikit membungkuk, Ilham berbicara dan membuka pintu mobil. Setelah Davira keluar dari mobil, pria itu kembali menutup pintu mobil dan berjalan mengikuti Dania dari belakang.
“Hehh! Agak sonoh lu mundur jauh, jangan deket-deket gue. Gue nggak mau Reyno pacar gue cemburu lihat lu.” Davira menoleh ke belakang dan menyuruh Ilham agak mundur.
Tapi karena dasarnya Ilham yang agak sleding, pria itu justru malah mendekat bukan menjauh. Sehingga mereka nampak terlihat seperti pasangan kekasih.
Dari tempat tak terlalu jauh, bisa terlihat Reyno sedang nongkrong bersama teman-temannya. Bahkan disitu juga ada circle kecubung yang beranggotakan Gretha, Alida, Irene, Renata dan dania sendiri.
“Hayy guys!! … malam!”
Dania menyapa circle kecubungnya.
“Hay Bub!”
Cup!
Cup!
Davira mencium kedua pipi kekasihnya.
“Sorry ya, Bub agak lama. Biasa lah bokap agak mulai ribet akhir-akhir ini.” Davira langsung menempel saja kepada Reyno kekasihnya.
“Hayy juga, Baby!”
Cup!
Cup!
Reyno mencium kedua pipi Davira dengan mesranya.
“Its okay Baby gak masalah yang penting kamu sudah datang kesini,” balas Reyno dengan kedipan mata genitnya.
“Davira, noh siapa lo yang dateng sama lo dan berdiri kek patung itu?” tanya Gretha sambil menunjuk ke arah Ilham yang berdiri tak jauh dari sana.
“Hmm dia … biasalah bokap gue kan agak lebay akhir-akhir ini. Jadi ya kek gitu kemanapun gw pergi harus dikawal bodyguard,” jawab Davira dengan malasnya.
“Ohhh bodyguard lu!” timpal Renata dengan senyum miring cantiknya.
Renata gadis yang cantik dan bogay ( montok depan belakang ) bodynya. Sudah mirip seperti gitar spanyol saja di bagian pinggulnya.
“Mmm … tapi lumayan ganteng dan kekar juga body bodyguard lu Davira.” Iren ikut menimpali setelah melihat Ilham.
“Manis sih, ada lesung pipinya juga, hehehe ….” Alida tak mau kalah untuk ikut berkomentar.
“Kenapa lu pade hah? Naksir noh sama si gantungan kunci? Gue aja gedeg dikintili mulu. Ini kalian malah pada muji-muji lebay banget deh.” Davira mengejek circle kecubungnya sendiri.
“Hmm … sudah Nona, ayo cepetan naik! Nanti telat, gimana? Nanti saya jelaskan di jalan, ini motor siapa. Ayo naik Nona! Biar saya bisa kebut,” ajak Ilham seraya menyerahkan sebuah helm ke arah gadis itu. “Iya-iya, sok ngatur banget lo!” Davira mengambil helm itu dan segera memakainya. Namun, ia merasa kesulitan saat mengancingkan pengait helm tersebut. Ilham yang melihat itu, segera mengulurkan tangannya. Tanpa berbicara, pria itu membantu Davira mengancingkan pengait helm tersebut. Davira yang mendapatkan perlakuan seperti itu dari Ilham, hanya terdiam dengan wajah kaget. Bahkan, kedua bibirnya sampai menganga. Ia memperhatikan wajah Ilham yang terlihat sangat tampan dan manis dari jarak dekat. “Sudah, ayo naik, Nona!” ucap Ilham setelah selesai mengancingkan pengait helm yang dikenakan oleh Davira. Pria itu segera naik ke atas motornya, namun Davira masih terdiam mematung. “Non, Davira!” panggil Ilham seraya menoleh ke arah gadis itu. “I-iya, sabar dulu napa!” balas
Sementara di rumah kecilnya, Ardi mantan suami Narumi hanya bisa menyesal setelah satu tahun lalu bercerai dengan Narumi. Uang yang dia simpan dari hasil mencuri dan membohongi Narumi dulu, kini sudah menipis. Bahkan, saat ini dia sudah tak bisa lagi pergi ke club malam untuk bersenang-senang dengan wanita langganannya. “Brengsek!! Gimana gue bisa seneng-seneng kalau begini terus? Mana si Narumi sudah tiga kali nolak gue ajak rujuk. Gue harus bisa deketin Narumi lagi. Kalau perlu, gue bikin dia hamil aja ya biar mau balikan sama gue. Tapi gimana caranya gue bisa ketemu dia. Apa gue samperin aja ya dia ke rumahnya?”Pria bertubuh tinggi dan kekar itu nampak berpikir. Jari telunjuk kirinya ia letakkan di dagu sambil digerak-gerakkan. Telapak tangan kanannya ia masukkan ke dalam saku celana. Sepertinya, Ardi sedang benar-benar berpikir keras untuk menyusul rencana yang matang untuk mendekati sang mantan istri. “Tapi, gue harus berlagak kaya dulu. Gue akan sewa mobil rental saja pas
Kedua mata Davira terbuka lebar saat melihat orang membekapnya. Pria bertubuh kekar yang membekap mulutnya itu adalah Ilham sang bodyguard. Davira masih terdiam di dekapan Ilham, matanya seperti terhipnotis ketika melihat ketampanan pria itu dari jarak dekat. Aroma mint dari hembusan nafas Ilham bisa Davira hirup dari pria itu. Dan anehnya davira mendapatkan rasa nyaman dan tenang. Terlebih lagi, ketika kedua lengan kekar Ilham mendepak tubuhnya. Davida merasakan kehangatan yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan dari orang lain. Bahkan, ia tak mendapatkan rasa hangat dan nyaman itu dari sosok Reyno, seorang pria yang telah lama menjalin kasih dengannya. Davira sedikit menengadahkan kepala untuk melihat ke arah wajah Ilham. Jantungnya semakin berdetak kencang, ini pertama kalinya ia berada pada jarak yang sangat dekat dengan pria itu. Padahal, biasanya Davira selalu berlagak ketus, jangankan didekati seperti sekarang, mendengar Ilham berbicara saja, ia sudah merasa kesal. Namu
Di bioskop, teman-teman Davira baru saja menyelesaikan tontonan film yang mereka lihat tadi.Meskipun sempat ada kejadian yang cukup tragis, namun keempat gadis itu tetap melanjutkan tontonannya.Karena mereka sudah terlanjur membeli tiket, terlebih lagi Davira juga sudah dibawa pulang pulang oleh bodyguardnya.Jadi, Gretha, Alida, Renata, dan Irene merasa lega.“Eh, si Vira gimana ya? Dia udah sampe rumah belum?” tanya Irene ketika mereka berjalan keluar dari bioskop.“Gak tau, dari tadi wa gue gak dibalas,” jawab Alida.“Jangan-jangan si Vira dibawa kabur sama bodyguardnya itu. Siapa namanya? Gue lupa,” tumpal Renata dengan wajah bingung.“Ilham, namanya Ilham,” jawab Gretha.“Iya itu, lupa banget gue. Padahal orang ganteng kalem. Tapi, biasanya yang kayak gitu anteng di ranjang. Ahay ….” Renata tertawa sendiri di akhir kalimatnya.“Sok tahu lo, kayak yang udah pernah aja!” Irend menoyor pelan kepala sahabatnya.“Emang gue udah pernah.” Renata menjawab sambil mengibaskan rambutnya.
Sementara di kamarnya, Davira menangis sambil tengkurap. Gadis itu benar-benar merasa malam ini mengalami dua hal yang membuatnya sesak. Kejadian pelecehan di bioskop dan ketika di jalan tadi. Rasanya kali ini raganya bener-bener capek dan lelah. Pikiran gadis itu ikut kacau balau tak tentu arah. Hidup tanpa seorang ibu di sisinya membuat Davira merasa sendiri dan kesepian. Namun, ia juga tak ingin ayahnya menikah lagi. Sejak dulu, Davira selalu melarang tuan Darko untuk menikah lagi. Karena Davira takut ibunya merasa sakit hati dan terluka, meskipun sang ibu sudah tak ada di dunia ini. Davira meminta ayahnya untuk tetap setia kepada sang ibu, meskipun sudah beda tempat. “Aaaa … gue benci … gue benci lo, Reyno! Gue benci lo. Kenapa lo lakuin ini ke gue? Kenapa, Reyno? ….” Davira memukul bantal untuk melampiaskan segala emosinya. Gadis itu menangis sendiri, meskipun ia memiliki seorang kakak perempuan, tetapi Davira tidak pernah mencurahkan isi hatinya kepada Narumi. Ent
“Itu … itu kan Reyno? Kok bisa dia malah asik boncengan sama cewe lain sih? Dasar Reyno, bajingan juga kamu ya! Kamu tinggalin aku di bioskop sendiri dan hampir dilecehkan orang. Bajingan kamu Reyno. Kamu malah boncengin cewek sambil pelukan mesra gitu. Awas kamu Reyno … awas kamu!!” teriak Davira di dalam mobil.Gadis itu mengepalkan tangannya seolah siap melemparkan bogeman keras pada wajah kekasihnya.Ilham hanya diam membisu ketika mendengar teriakan Davira. Bahkan segala umpatan dan sumpah serapah pun Davira ucapkan untuk sang pacar. Ilham tak berani ikut campur sedikitpun. Diam adalah hal paling aman yang ia lakukan saat ini.Sepanjang perjalanan, Davira terus-terusan mengoceh dan memberikan umpatan untuk Reyno. "Dasar bajingan lo Rey! Awas aja lo, gue mau putus sama lo! Pokonya mau lo bujuk gue bawa bunga sama kebonnya juga gue gak akan mau. Gue beneran muak sama lo, Rey! Lo kenapa kayak gini ke gue? Gue sakit hati sama lo, Rey. Gue benci lo ... gue benci lo sebenci-bencinya .