Share

Bab 6

Author: Robert Martin
Cheryl tidak berniat memberitahu kebenarannya sekarang.

“Aku agak capek, jadi mau cuti kuliah beberapa hari dan jalan-jalan ke sekitar. Nggak akan pergi jauh.”

Cheryl bahkan menunjukkan panduan wisata yang sedang dibacanya.

Melihat Cheryl memang tidak berbohong, barulah Rikardo sedikit lega dan melepaskannya.

“Baguslah, aku tahu kamu bukan orang yang kecil hati. Hanya sebuah paten saja, kamu bisa membuatnya lagi.”

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Telepon dari Yuseli yang di rumah sakit, “Kak Rikardo, kamu ke mana? Kak Sofiana bangun dan nggak melihat kamu di sampingnya, penyakitnya kambuh lagi. Sekarang dia menangis sambil mau menabrak tembok. Darahnya mengalir terus, cepat ke sini.”

Rikardo buru-buru bersiap keluar, tapi masih sempat menoleh mengingatkan,

“Pergilah kalau mau jalan-jalan melepaskan penat, tapi jangan terlalu jauh dari rumah.”

Cheryl tersenyum tanpa suara.

Dalam hati berkata, tenang saja, tidak akan terlalu jauh. Tapi cukup untuk membuat kalian tak bisa menemukanku.

Saat melewati halaman dan melihat tumpukan abu yang sudah tak terbentuk, Rikardo sempat mengernyit. Hatinya terasa tak nyaman.

Namun, dia segera menenangkan diri.

Cheryl saja sudah begitu kejam padanya, dia tak perlu lagi merasa bersalah pada orang seperti itu.

Hanya saja, entah kenapa dia tetap merasa Cheryl seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

“Jangan pikirkan yang aneh-aneh, emangnya dia bisa ke mana?”

“Sekarang yang penting adalah menjaga Sofiana, nggak boleh malah pikirkan yang lain.”

Mengingat Sofiana, Rikardo kembali membuang bayangan Cheryl dari pikirannya.

Beberapa hari berikutnya, Cheryl ikut tur dan mengunjungi semua tempat wisata terkenal di kota.

Teman-teman di rombongan semuanya sebaya dengannya, suasana sangat menyenangkan.

Mereka melihat matahari terbenam di puncak gunung, bernyanyi dan barbekyu di bawah taburan bintang.

Di sini, Cheryl tak lagi terluka oleh keluarga atau cinta. Dia semakin yakin, manusia memang seharusnya hidup untuk dirinya sendiri.

Perhentian terakhir perjalanan adalah sebuah restoran taman yang sangat mewah.

Cheryl baru saja menemukan tempat duduk dekat jendela, siap menikmati dengan tenang, tiba-tiba melihat seseorang masuk.

Itu Sofiana.

Hari ini adalah hari dia keluar dari rumah sakit.

Seluruh keluarga datang untuk merayakannya.

Mereka memilih tempat paling mencolok untuk duduk.

Ada sampanye, hadiah dan kue.

Semua ini adalah hal-hal yang tak pernah dimiliki Cheryl dan kini semuanya tersaji di depan Sofiana, bagaikan seorang putri kecil dan boleh pilih sesuka hati.

Melihat Hendra menuangkan alkohol untuk Sofiana, Rikardo berkata dengan cemas, “Om Hendra, Sofiana baru keluar dari rumah sakit, jangan dikasih minum alkohol.”

“Sayang sekali alkohol ini kalau nggak ada yang menemaniku minum? Rikardo, bagaimana kalau kamu yang gantikan dia minum saja?”

“Kak Rikardo, jangan khawatirkan aku. Sedikit saja nggak apa-apa,” ujar Sofiana. Lalu mendekat manja ke telinga Rikardo, lalu berbisik, “Om Hendra senang hari ini, aku nggak mau merusak suasana hatinya. Biarkan aku minum saja.”

Kedekatan mereka ini, di mata orang lain benar-benar terlihat seperti pasangan kekasih yang hubungannya sedang panas.

Melihat itu, Yuseli langsung menggoda, “Nggak apa-apa kalau nggak minum, kalian berciuman saja.”

Mata Hendra langsung berbinar, dia menimpali, “Betul! Betul! Kalau kalian ciuman, aku nggak akan menyuruh Sofiana minum.”

Wajah Sofiana langsung merona.

Namun, dia tidak menolak.

Sebaliknya, dia menoleh melihat Rikardo.

Tatapan matanya penuh pesona, dagunya juga sedikit terangkat.

Seolah sedang menunggu sesuatu.

Melihat tatapan menggodanya, tenggorokan Rikardo terasa kering. Saat dia masih ragu, tiba-tiba Sofiana mendekat dan mencium bibirnya.

Rikardo tak menyangka Sofiana bisa seberani itu. Dia pun reflek ingin mendorongnya.

Namun, saat tubuh hangat dan lembut itu menempel erat, akhirnya Rikardo pun terperangkap oleh serangannya. Napasnya mulai memburu dan tak kuasa membalas ciumannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 18

    “Kita benar-benar sudah nggak mungkin?”Rikardo masih belum ingin menyerah begitu saja.Cheryl tidak menjawab, tetapi diamnya sudah merupakan jawaban.Bukan berarti dia tak bisa menolak Rikardo.Melainkan dia tidak tahu bagaimana cara mengucapkan perpisahan tanpa melukainya.Kesunyian itu adalah kelembutan terakhir Cheryl untuknya.“Baiklah, aku mengerti.”Rikardo menundukkan kepala dan akhirnya menyerah.Cheryl membantunya berdiri, lalu mengambil sebuah kaset dari saku jas laboratorium.Sekilas, Rikardo langsung mengenalinya. Ini adalah hadiah pertama yang pernah diberikan Cheryl padanya, berisi lagu kesukaannya.Namun dulu, karena jatuh cinta pada Sofiana dan ingin benar-benar memutuskan hubungan dengan Cheryl, dia pernah mengembalikan kaset itu beserta tape recordernya.Itu adalah salah satu hal yang paling dia sesali.Setelah itu, dia tak pernah menemukan kaset itu lagi di tape recorder. Awalnya dia mengira kaset itu sudah dibakar bersama barang-barang Cheryl, tapi ternyata Cheryl

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 17

    Suhu udara hampir membeku, membentuk embun es.Hingga rasa pahit terasa di bibirnya, barulah Rikardo tersadar bahwa bibir bagian bawahnya berdarah karena tergigit.Demi pertemuan yang sudah lama ditunggu-tunggu ini, dia menembus waktu selama dua belas bulan, melewati pagi dan malam, hampir menelusuri setiap sudut kota, sampai pendidikannya terbengkalai. Kepala sekolah yang tak tega melihat Rikardo yang dulunya murid teladan begitu terpuruk, akhirnya memberitahu keberadaan Cheryl padanya.Begitu mendapat informasi itu, Rikardo langsung memesan tiket pesawat ke tempat ini.Perjalanan yang melelahkan membuatnya tak sempat minum seteguk air pun. Satu-satunya yang terbayang hanyalah bertemu dengan orang yang selalu menghantui pikirannya.Namun, ketika akhirnya bertemu lagi dengan Cheryl, dia menyadari kenyataan yang menyakitkan.Cheryl sudah bukan lagi sahabat kecilnya yang lembut dan sabar seperti yang dia ingat.Meski berusaha sekuat tenaga, Rikardo tak mampu menemukan sedikit pun rasa ci

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 16

    Rangkaian bintang berkelip di langit, James duduk meringkuk dengan tenang di bangku batu yang diselimuti cahaya bulan.Dia meletakkan lengan bawahnya di atas lutut Cheryl, tapi pandangannya tak lepas dari wajah gadis itu.Sinar bulan membentuk lapisan tipis seperti embun di kulit Cheryl yang sehalus giok putih, membuatnya tetap memukau bahkan di tengah gelapnya malam.Baru ketika salep menyentuh luka bakarnya, James menarik napas dingin dan tersadar kembali.“Lukanya lumayan parah. Kalau nggak diobati, nanti bisa meninggalkan bekas. Kamu juga mahasiswa kedokteran, kenapa sampai nggak diperhatikan begini?”“Nggak apa-apa. Aku laki-laki, sedikit bekas luka di lengan itu nggak masalah. Nggak ada yang bakal peduli….”“Aku peduli.”Cheryl menghela napas, membuat pria itu terbengong.Setelah mengoleskan obat, Cheryl menatapnya dengan serius dan berkata, “James, besok kamu pulang ke kampus saja. Aku mengerti perasaanmu, tapi aku nggak punya waktu untuk memikirkan soal cinta sekarang dan aku j

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 15

    Di bagian barat lapangan akademi kedokteran, di dekat sebuah sebuah pohon ginkgo, Cheryl memilih tempat yang hangat untuk duduk.Aroma disinfektan dari laboratorium masih tercium samar di hidungnya. Dia membuka kancing kerahnya, menghirup udara segar luar ruangan, lalu menaburkan remah-remah roti gandum ke kumpulan merpati abu-abu dan putih.Sudah tiga bulan dia berada di akademi kedokteran.Begitu masuk ke laboratorium, dia sering bekerja seharian penuh.Kartu akses di sakunya seakan sudah membekas di jas lab putihnya.Kesibukan seperti ini bagi orang biasa mungkin sulit ditanggung, tapi bagi Cheryl yang sudah melewati banyak rintangan, ini belum seberapa.Di tim penelitian obat baru laboratoriumnya, rekan-rekan yang bekerja bersamanya adalah para maestro terkemuka di dunia medis saat ini atau bahkan senior yang menjadi panutan di bidang kedokteran.Meski saat ini dia hanya berperan sebagai asisten laboratorium, dalam waktu tiga bulan saja, ilmu yang dia dapat sudah jauh lebih banyak

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 14

    Suara bantingan tinju di tubuh terdengar begitu berat dan bergema di ruang tamu.Rintihan Sofiana semakin lama semakin terputus-putus. Tubuhnya bergetar seperti ikan yang terkapar kehabisan air, wajahnya berlumuran air mata dan ingus, “Ma… maaf Om Hendra. Aku hanya anak yatim piatu dan terlalu menginginkan sebuah rumah, makanya aku bilang semua kebohongan itu.”Tiba-tiba, dia meraih ujung celana Hendra, lalu membenturkan dahinya ke lantai hingga muncul memar biru keunguan, “Tolong ampuni aku, aku nggak akan bohong lagi. Kumohon, maafkan aku.”Hendra menatapnya dengan mata memerah.Jawaban yang diberikan hanyalah hantaman tinju yang lebih keras.Saat akhirnya Hendra berhenti memukul, Sofiana sudah tergeletak di lantai seperti anjing mati dengan napas yang tersengal.“Ayah,” terdengar suara Yuseli yang seperti keluar dari dasar jurang beku, “Siapa sebenarnya… yang mendonorkan darah untukku di kecelakaan itu?”Tubuh Hendra bergetar hebat. Tiba-tiba, dia menampar dirinya berkali-kali.“Che

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 13

    Melihat Hendra hendak membuang tape recorder itu ke tempat sampah, Rikardo segera melangkah maju.“Tunggu, aku mau dengar dulu apa yang direkam di dalamnya.”Ucapan mereka malah membuatnya teringat sesuatu.Cheryl sengaja menaruh tape recorder itu di dalam kotak kado dan menempatkannya di posisi yang begitu mencolok, pasti ada alasannya.“Untuk apa didengar? Bisa jadinya isinya hanya kata-kata yang mengutuk kita. Nggak bagus, mending dibuang saja.”Anehnya, Sofiana berdiri dan bergegas membuka kaset di dalam tape recorder itu.Sikapnya terlihat sangat tegang, benar-benar tak seperti dirinya yang biasanya tenang dan anggun.“Berhenti.”Rikardo jelas tak akan membiarkannya berhasil, dia langsung maju untuk menghentikannya.Saat keduanya berebut, Rikardo lebih dulu menekan tombol putar.Disertai suara statis, terdengar suara sombong yang begitu jelas.“Cheryl, berlututlah memohon padaku.”“Aku bisa menyuruh ayah memaafkanmu.”….Di dalam rekaman, nada suara Sofiana sama sekali tidak terde

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status