Share

Bab 5

Author: Robert Martin
Ponsel berbunyi.

Ternyata dari unggahan instagram Sofiana yang mengabarkan dirinya selamat, [Terima kasih atas perhatian semua orang. Aku sudah nggak apa-apa. Terima kasih pada Kak Rikardo yang selalu menemani setiap kali aku membutuhkannya. Aku akan menggunakan sisa hidupku untuk membalas budi ini.]

Unggahan itu disertai foto dirinya terbaring di ranjang rumah sakit, dengan Rikardo di sisi ranjang dan sepuluh jari mereka saling berpegangan.

Keduanya terlihat begitu serasi.

Namun, Cheryl hanya melirik sekilas, kemudian mematikan layar ponselnya dan meletakkannya begitu saja.

Hubungannya dengan Rikardo sudah berakhir.

Entah Sofiana bermaksud pamer padanya atau ingin memancing reaksinya, Cheryl sama sekali tidak peduli. Tidak ada rasa senang ataupun sedih.

Setelah memasak makan malam hangat untuk dirinya sendiri, Cheryl pun tidur.

Rumah sepi tanpa ada satu orang pun, ternyata malam itulah tidur paling nyenyak yang dia rasakan dalam beberapa tahun terakhir.

Keesokan paginya, Cheryl membuat secangkir kopi tubruk untuk dirinya sendiri.

Lalu duduk di kursi rotan halaman, mendengarkan radio pagi sambil meregangkan tubuh.

Dia selalu terbebani urusan keluarga selama ini dan untuk pertama kalinya dia bisa benar-benar menikmati hidup.

Cheryl sadar sudah seharusnya dia hidup untuk dirinya sendiri.

Usai sarapan, Cheryl kembali ke kamar, berniat mengumpulkan semua hadiah yang pernah diberikan Rikardo untuk dikembalikan.

Namun, setelah membereskan semuanya, barulah dia sadari, selama mereka berpacaran, hadiah dari Rikardo bisa dihitung dengan jari.

Itu pun hanya barang-barang tidak berharga.

Meski dulu semua benda itu disimpan di laci seolah harta karun.

Saat dikeluarkan, semuanya bahkan sudah menguning dan berjamur seiring waktu.

Sama seperti perasaan Rikardo padanya.

Cheryl menggeleng pelan.

Rikardo sangat suka bersih, meski dikembalikan, dia juga tidak akan mau menerima barang-barang ini.

Jadi, dia memasukkan semuanya ke dalam tong besi, bersama semua foto mereka berdua, lalu membakarnya.

Api yang menyala-nyala itu melahap habis semua kenangan indah di masa lalu, tanpa tersisa.

Setelah semuanya selesai, Cheryl pergi mengurus surat cuti kuliah.

Sisa beberapa hari ini, dia ingin pergi berwisata ke sekitar untuk menyegarkan pikiran.

Saat sedang asik melihat-lihat panduan wisata, Rikardo datang.

Berbeda dengan Cheryl yang tampak santai, Rikardo tak bisa tidur semalaman setelah mendengar dari Yuseli bahwa saat menerima barang yang dia kembalikan, Cheryl hanya bereaksi datar tanpa ekspresi.

Dia tahu persis betapa besar cinta Cheryl padanya dan sulit dipercaya Cheryl akan bersikap seperti itu.

Namun, ketika melihat tong besi di halaman yang berisi hadiah dan foto-foto mereka yang sudah menjadi abu, Rikardo merasa seakan langitnya runtuh.

Benda-benda itu dijaga bagaikan permata oleh Cheryl dulu, kini dibuang begitu saja layaknya sampah?

“Kenapa kamu membakar hadiah dariku dan foto-foto kita?”

Mendengar nada suara Rikardo yang agak gemetar, Cheryl mengangkat kelopak matanya dan melihat wajah pucatnya.

“Sudah disimpan terlalu lama, jadi berjamur. Makanya aku bakar saja.”

Rikardo terdiam sesaat, lalu seolah mengerti. Dia berkata, “Kamu sengaja melakukan ini karena tahu aku mau datang mencarimu, ‘kan? Mau pakai trik tarik ulur untuk mempertahankanku?”

“Cheryl, kenapa kamu selalu begitu nggak masuk akal?”

Rikardo berniat pergi langsung, tapi ujung matanya menangkap sebuah dokumen di meja teh. Itu surat cuti kuliah Cheryl.

Kepala Rikardo langsung terasa kosong.

“Kamu mau cuti kuliah? Gara-gara kami memintamu menyerahkan paten itu pada Sofiana?”

“Jawab, kamu mau ke mana?”

Entah kenapa, rasa cemas yang tak bisa dijelaskan tiba-tiba menyeruak dalam hati Rikardo. Dia menggenggam erat lengan Cheryl.

Meski Cheryl ada tepat di hadapannya, dapat terlihat dan dapat disentuh.

Entah kenapa, Rikardo merasa seakan gadis itu bisa menghilang selamanya dari hidupnya kapan saja.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 18

    “Kita benar-benar sudah nggak mungkin?”Rikardo masih belum ingin menyerah begitu saja.Cheryl tidak menjawab, tetapi diamnya sudah merupakan jawaban.Bukan berarti dia tak bisa menolak Rikardo.Melainkan dia tidak tahu bagaimana cara mengucapkan perpisahan tanpa melukainya.Kesunyian itu adalah kelembutan terakhir Cheryl untuknya.“Baiklah, aku mengerti.”Rikardo menundukkan kepala dan akhirnya menyerah.Cheryl membantunya berdiri, lalu mengambil sebuah kaset dari saku jas laboratorium.Sekilas, Rikardo langsung mengenalinya. Ini adalah hadiah pertama yang pernah diberikan Cheryl padanya, berisi lagu kesukaannya.Namun dulu, karena jatuh cinta pada Sofiana dan ingin benar-benar memutuskan hubungan dengan Cheryl, dia pernah mengembalikan kaset itu beserta tape recordernya.Itu adalah salah satu hal yang paling dia sesali.Setelah itu, dia tak pernah menemukan kaset itu lagi di tape recorder. Awalnya dia mengira kaset itu sudah dibakar bersama barang-barang Cheryl, tapi ternyata Cheryl

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 17

    Suhu udara hampir membeku, membentuk embun es.Hingga rasa pahit terasa di bibirnya, barulah Rikardo tersadar bahwa bibir bagian bawahnya berdarah karena tergigit.Demi pertemuan yang sudah lama ditunggu-tunggu ini, dia menembus waktu selama dua belas bulan, melewati pagi dan malam, hampir menelusuri setiap sudut kota, sampai pendidikannya terbengkalai. Kepala sekolah yang tak tega melihat Rikardo yang dulunya murid teladan begitu terpuruk, akhirnya memberitahu keberadaan Cheryl padanya.Begitu mendapat informasi itu, Rikardo langsung memesan tiket pesawat ke tempat ini.Perjalanan yang melelahkan membuatnya tak sempat minum seteguk air pun. Satu-satunya yang terbayang hanyalah bertemu dengan orang yang selalu menghantui pikirannya.Namun, ketika akhirnya bertemu lagi dengan Cheryl, dia menyadari kenyataan yang menyakitkan.Cheryl sudah bukan lagi sahabat kecilnya yang lembut dan sabar seperti yang dia ingat.Meski berusaha sekuat tenaga, Rikardo tak mampu menemukan sedikit pun rasa ci

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 16

    Rangkaian bintang berkelip di langit, James duduk meringkuk dengan tenang di bangku batu yang diselimuti cahaya bulan.Dia meletakkan lengan bawahnya di atas lutut Cheryl, tapi pandangannya tak lepas dari wajah gadis itu.Sinar bulan membentuk lapisan tipis seperti embun di kulit Cheryl yang sehalus giok putih, membuatnya tetap memukau bahkan di tengah gelapnya malam.Baru ketika salep menyentuh luka bakarnya, James menarik napas dingin dan tersadar kembali.“Lukanya lumayan parah. Kalau nggak diobati, nanti bisa meninggalkan bekas. Kamu juga mahasiswa kedokteran, kenapa sampai nggak diperhatikan begini?”“Nggak apa-apa. Aku laki-laki, sedikit bekas luka di lengan itu nggak masalah. Nggak ada yang bakal peduli….”“Aku peduli.”Cheryl menghela napas, membuat pria itu terbengong.Setelah mengoleskan obat, Cheryl menatapnya dengan serius dan berkata, “James, besok kamu pulang ke kampus saja. Aku mengerti perasaanmu, tapi aku nggak punya waktu untuk memikirkan soal cinta sekarang dan aku j

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 15

    Di bagian barat lapangan akademi kedokteran, di dekat sebuah sebuah pohon ginkgo, Cheryl memilih tempat yang hangat untuk duduk.Aroma disinfektan dari laboratorium masih tercium samar di hidungnya. Dia membuka kancing kerahnya, menghirup udara segar luar ruangan, lalu menaburkan remah-remah roti gandum ke kumpulan merpati abu-abu dan putih.Sudah tiga bulan dia berada di akademi kedokteran.Begitu masuk ke laboratorium, dia sering bekerja seharian penuh.Kartu akses di sakunya seakan sudah membekas di jas lab putihnya.Kesibukan seperti ini bagi orang biasa mungkin sulit ditanggung, tapi bagi Cheryl yang sudah melewati banyak rintangan, ini belum seberapa.Di tim penelitian obat baru laboratoriumnya, rekan-rekan yang bekerja bersamanya adalah para maestro terkemuka di dunia medis saat ini atau bahkan senior yang menjadi panutan di bidang kedokteran.Meski saat ini dia hanya berperan sebagai asisten laboratorium, dalam waktu tiga bulan saja, ilmu yang dia dapat sudah jauh lebih banyak

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 14

    Suara bantingan tinju di tubuh terdengar begitu berat dan bergema di ruang tamu.Rintihan Sofiana semakin lama semakin terputus-putus. Tubuhnya bergetar seperti ikan yang terkapar kehabisan air, wajahnya berlumuran air mata dan ingus, “Ma… maaf Om Hendra. Aku hanya anak yatim piatu dan terlalu menginginkan sebuah rumah, makanya aku bilang semua kebohongan itu.”Tiba-tiba, dia meraih ujung celana Hendra, lalu membenturkan dahinya ke lantai hingga muncul memar biru keunguan, “Tolong ampuni aku, aku nggak akan bohong lagi. Kumohon, maafkan aku.”Hendra menatapnya dengan mata memerah.Jawaban yang diberikan hanyalah hantaman tinju yang lebih keras.Saat akhirnya Hendra berhenti memukul, Sofiana sudah tergeletak di lantai seperti anjing mati dengan napas yang tersengal.“Ayah,” terdengar suara Yuseli yang seperti keluar dari dasar jurang beku, “Siapa sebenarnya… yang mendonorkan darah untukku di kecelakaan itu?”Tubuh Hendra bergetar hebat. Tiba-tiba, dia menampar dirinya berkali-kali.“Che

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 13

    Melihat Hendra hendak membuang tape recorder itu ke tempat sampah, Rikardo segera melangkah maju.“Tunggu, aku mau dengar dulu apa yang direkam di dalamnya.”Ucapan mereka malah membuatnya teringat sesuatu.Cheryl sengaja menaruh tape recorder itu di dalam kotak kado dan menempatkannya di posisi yang begitu mencolok, pasti ada alasannya.“Untuk apa didengar? Bisa jadinya isinya hanya kata-kata yang mengutuk kita. Nggak bagus, mending dibuang saja.”Anehnya, Sofiana berdiri dan bergegas membuka kaset di dalam tape recorder itu.Sikapnya terlihat sangat tegang, benar-benar tak seperti dirinya yang biasanya tenang dan anggun.“Berhenti.”Rikardo jelas tak akan membiarkannya berhasil, dia langsung maju untuk menghentikannya.Saat keduanya berebut, Rikardo lebih dulu menekan tombol putar.Disertai suara statis, terdengar suara sombong yang begitu jelas.“Cheryl, berlututlah memohon padaku.”“Aku bisa menyuruh ayah memaafkanmu.”….Di dalam rekaman, nada suara Sofiana sama sekali tidak terde

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status