Share

Bab 7

Author: Galang Damares
"Baiklah, kalau begitu kamu istirahat." Kak Nia menutup panggilan teleponnya.

Aku segera bertanya, "Apa yang Kak Lina katakan?"

Kak Nia menghela napas dan berkata, "Lina nggak mau berkata apa pun. Dia hanya bilang dia nggak enak badan dan pulang istirahat dulu."

Aku menghela napas lega dan berkata, "Untung saja."

Kak Nia mengetuk keningku, "Apa yang untung saja?"

Aku tidak mengerti jadi berkata, "Kak Lina nggak mengatakan apa-apa, jadi aku nggak begitu malu."

"Kalau dia nggak bilang, lalu apakah yang terjadi barusan nggak terjadi?"

"Biar kuberi tahu, semakin dia nggak membicarakannya, hal itu akan semakin tertanam dalam pikirannya."

"Bahkan setiap kali bertemu denganmu, adegan kamu melakukan hal semacam itu di dalam mobil akan muncul di pikirannya."

Tiba-tiba aku merasa perkataan Kak Nia masuk akal.

Ini seperti tiba-tiba aku mendengar kakakku dan Kak Nia melakukan itu.

Setiap kali Kak Nia melakukan tindakan ambigu ke arahku, mau tidak mau aku teringat membayangkan Kak Nia di ranjang.

Aku segera bertanya pada Kak Nia, "Apa yang harus kulakukan?"

Kak Nia berpikir sejenak dan berkata, "Lina sangat pendiam. Menurutku nggak mungkin dia mengatakan hal seperti itu."

"Bagaimana mungkin seorang wanita mau membuka tubuhnya kalau dia bahkan nggak mau membuka mulutnya?"

"Jadi, aku memutuskan untuk mencoba pendekatan lain."

"Cara apa?" tanyaku.

"Selangkah demi selangkah, bujuk dia perlahan." Kata Kak Nia sambil tersenyum.

Aku tidak begitu mengerti.

Tapi, Kak Nia melambaikan tangannya dan berkata, "Makan saja dulu, nanti aku akan mengajarimu pelan-pelan."

Kak Nia memesan banyak hidangan sehingga membuatku kenyang.

Dia juga mengatakan bahwa aku baru membuang banyak energi dan harus diisi ulang.

"Aku mengirimi kamu videonya agar kamu bisa belajar, bukan untuk membiarkan kamu menyia-nyiakan alatmu itu."

"Jangan lakukan itu sendirian lagi. Kalau kamu nggak bisa menahannya, Kak Nia akan membantumu, apa kamu dengar?"

Aku langsung bersemangat dan ingin bertanya ada yang dia lakukan untuk membantuku?

Tapi, aku merasa Kak Nia tidak mengatakannya dengan jelas dan mungkin dia hanya ingin memberi kejutan padaku, jadi aku tidak bertanya.

Aku hanya berkata pelan, "Dengar."

Kak Nia mengambil makanan untukku.

Tapi, pikiranku tidak tertuju pada makanan sama sekali.

Pikiranku dipenuhi dengan apa yang baru saja dikatakan Kak Nia.

Setelah selesai makan, kami siap untuk pulang.

Kali ini tanpa Lina, Kak Nia ingin menyetir sendiri.

Aku merasa sangat bersalah dan takut Kak Nia melihat noda di kursi itu.

Sayangnya, itu ditemukan oleh Kak Nia.

"Dasar bocah, apakah kamu mengotori mobilku?"

"Kak Nia, aku, aku nggak sengaja."

Kak Nia tidak menyalahkanku, tapi bergumam pada dirinya, "Kakakmu nggak punya itu, tapi kamu membuang-buangnya ke mana-mana. Kalian benar-benar harus ditukar."

"Masuk ke dalam mobil."

Setengah jam kemudian, kami kembali ke rumah.

Kak Nia memintaku istirahat.

Aku sedang duduk di sofa sambil memainkan ponsel.

Aku memang lelah, jadi aku kembali ke kamarku untuk beristirahat.

Entah berapa lama aku tidur, tapi dalam keadaan linglung, aku mendengar suara "derit" papan tempat tidur.

Aku mengucek mataku dan duduk. Aku mendengarkan dengan jelas, ternyata suara itu berasal dari kamar kakakku dan Kak Nia.

Ada juga suara sayup-sayup kakakku "aduh".

Mau tidak mau aku mendekatkan telingaku ke dinding, terutama karena aku ingin mendengar rintihan Kak Nia.

Tapi, bunyi "berderak" itu berlangsung sebentar, lalu tiba-tiba berhenti lagi.

Lalu aku mendengar suara Kak Nia yang sangat marah, "Inikah obat ajaib yang kamu katakan? Wiki, apakah kamu tertipu?"

"Nggak mungkin. Kenapa begitu? Saat dulu aku mencobanya, sungguh luar biasa."

"Coba? Di mana kamu mencobanya dan dengan siapa kamu mencobanya?"

"Oh, aku membeli obat ini di jalan. Dengan siapa aku bisa mencobanya?"

"Setelah meminum obat ini, aku merasa obat ini sangat ampuh, jadi aku pulang untuk mencobanya segera bersama kamu."

"Siapa tahu ...."

Mendengar kakakku dan Kak Nia kembali bertengkar, aku merasa prihatin pada kakakku.

Dia baru berusia tiga puluhan dan sudah tidak mampu lagi.

Kalau tidak, dia tidak akan membeli obat ajaib karena mempercayai kata-kata penipu.

Kak Nia membanting pintu dan pergi ke dapur untuk memasak.

Tak lama kemudian, kakakku pun pergi.

Dia baru saja meninggalkan rumah.

Sepertinya dia sangat terpukul.

Aku harap aku bisa memberikan separuh tenagaku pada kakakku.

Saat aku sedang berpikir liar, tiba-tiba ada ketukan di pintu.

"Edo, kamu sudah bangun?"

Aku segera berbaring dan pura-pura tidur.

Melihat aku tidak membuka pintu, Kak Nia berinisiatif membuka pintu dan masuk.

Tiba-tiba teringat olehku bahwa ketika aku hendak tidur, aku melepas baju dan celanaku, aku hanya memakai celana pendek.

Aku bahkan tidak memakai selimut.

Saat Kak Nia masuk, bukankah dia akan melihatku telanjang?

Tapi, kalau sekarang aku menutupi diriku dengan selimut, Kak Nia akan mengetahui kalau aku berpura-pura.

Aku hanya bisa terus berpura-pura.

Kuharap Kak Nia melihatku seperti ini dan segera pergi.

Tapi, aku mendengar Kak Nia berjalan menuju kepala tempat tidurku, lalu duduk di atas tempat tidurku.

Jantungku hampir copot.

Lalu jemari lembut Kak Nia menyentuh dadaku.

Perlahan-lahan meluncur ke bawah dadaku dan meluncur ke arah tertentu.

Seluruh tubuhku tegang dan darahku mendidih.

Jari-jari Kak Nia lembut sekali.

Yang paling penting adalah jari itu sepertinya sengaja menjelajahi suatu tempat di tubuhku.

Perasaan diintip ini membuatku sangat bersemangat.

Aku berharap Kak Nia terus mengeksplorasi.

Akan lebih baik kalau dia melakukan sesuatu yang bahkan tidak bisa aku bayangkan.

"Jangan berpura-pura, bangun."

Saat aku sedang berkhayal, tiba-tiba Kak Nia mencubit pahaku.

Rasa sakitnya sangat menyakitkan sehingga aku segera duduk.

Aku pura-pura baru bangun tidur dan mengucek mataku, "Kak Nia, kenapa kamu ada di sini?"

"Nggak ada kecap di rumah. Aku mau meminta kamu turun beli sebotol kecap."

"Oh, baiklah, aku akan bangun sekarang."

Kak Nia menatapku lurus, "Bangun, kenapa kamu nggak bangun?"

"Kak Nia, aku, aku nggak memakai pakaian, silakan keluar dulu."

"Aku sudah melihat proses perkembangan alatmu dari kecil menjadi besar. Apa lagi yang kamu sembunyikan? Kamu masih berakting di depanku."

Akhirnya aku tahu kenapa Kak Nia tahu aku berpura-pura.

Ternyata dia mengetahui proses reaksiku.

Aku langsung merasa malu.

Kupikir aku menyamar dengan baik, tapi reaksi tubuhku sudah mengkhianatiku.

Kak Nia berinisiatif menyodorkan celanaku, lalu menatap langsung ke arahku dan bertanya, "Menurutmu, bagaimana aku membuat kakakmu sebaik kamu?"

"Kak Nia, kakakku mungkin terlalu lelah akhir-akhir ini. Kenapa kamu nggak memberinya waktu untuk bersantai?" Aku ingin menyampaikan beberapa kata baik untuk Kak Wiki.

Kak Nia mendengus, "Bukannya kakakmu akhir-akhir ini nggak mampu, tapi dia selalu saja nggak mampu."

"Sejujurnya, dia bahkan nggak sebaik kamu."

"Setiap kali dia masuk, aku nggak merasakan apa pun."

Aku berpikir dalam hati, kakakku itu bukan tusuk gigi, bagaimana mungkin dia tidak merasakan apa-apa?

Kak Nia menatapku dan berkata, "Bukan seperti kamu. Setiap kali aku melihat punyamu, aku teringat pada besi solder yang ditulis dalam novel roman."

Kak Nia berkata dengan kedua mata tampak bersinar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (94)
goodnovel comment avatar
Officiall Mrd
lanjut dong
goodnovel comment avatar
Zaky Azkary
lanjoooottt kak nia...
goodnovel comment avatar
Aditya Mustakim
bagus banget ditunggu lanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kehidupan Edo yang Menakjubkan   Bab 1649

    Setelah makan, mereka harus mengantar Dinda pergi.Leo menahan amarah yang tidak bisa dilampiaskan. Dia hanya bisa meluapkannya pada meja dan kursi. "Berengsek, apa-apaan ini? Siapa Edo? Sampai-sampai Kak Dinda ikut turun tangan?""Tenanglah," kata Rony.Leo berkata, "Bagaimana aku bisa tenang? Aku sudah siap-siap buat kasih pelajaran ke orang itu. Sekarang, Kak Dinda ikut campur. Aku nggak bisa berbuat apa pun lagi."Rony berkata, "Kenapa nggak bisa? Barusan, Kak Dinda bilang habis makan dia bakal kembali ke Kota Jilin.""Tapi ... Pak Rony, maksudmu kita bertindak setelah Kak Dinda pergi?" tanya Leo.Rony buru-buru berkata, "Eh, aku nggak bilang begitu. Waktu Kak Dinda datang, kita sudah janji. Setelah dia pergi, kita langsung bikin masalah. Bukankah itu artinya kita nggak menghargai Kak Dinda?""Apa maksudmu?" Leo tampak bingung.Saat ini, Liam berjalan mendekat dan berkata, "Maksud Rony mulai sekarang sebaiknya kita jangan turun tangan lagi. Demi seekor kutu busuk, menyinggung Kak D

  • Kehidupan Edo yang Menakjubkan   Bab 1648

    "Edo, sebaiknya kamu nggak bohong sama aku. Kalau nggak, aku bakal bikin kamu mati dengan tragis," kata Dinda dengan nada dingin sambil berdiri.Aku tetap tersenyum santai, "Mana berani aku bohong. Serius, Nona Dinda, kamu terlalu hebat. Aku sama sekali bukan tandinganmu.""Huh." Dinda berbalik dan pergi.Begitu dia pergi, aku langsung menghela napas lega.Akhirnya, pembuat onar itu berhasil aku usir.Namun, akhirnya aku benar-benar mengerti situasinya. Dinda dipanggil oleh Yuna untuk membantuku.Aku sama sekali tidak menyangka Yuna akan begitu baik padaku.Apa yang sebenarnya terjadi?Di satu sisi Yuna membenciku, tetapi di sisi lain dia juga membantuku. Sebenarnya, apa yang dia inginkan?Aku benar-benar tidak bisa memahami apa yang ada di dalam pikiran Yuna.Sudahlah, selama Yuna tidak menjadikanku sasaran lagi, aku sudah puas.Memikirkan terlalu banyak pun tidak ada gunanya....Di salah satu ruang VIP.Empat pemuda yang duduk di hadapan Dinda adalah Empat Tuan Muda Kota Jilin, Rony

  • Kehidupan Edo yang Menakjubkan   Bab 1647

    "Saat Pak Harmin mengalami musibah, aku ikut dia ke Kota Gulma untuk menanganinya. Aku lelah mengurusnya. Tapi, akhirnya, bukannya berterima kasih, dia malah berbalik melawan aku.""Dia berbalik melawanmu? Kenapa begitu?" Akhirnya, Dinda tertarik pada ceritaku.Aku kesal setengah mati. "Aku mana tahu? Aku merasa kayak niat baikku nggak dihargai, hatiku rasanya sesak banget!""Nggak, kamu bohong. Waktu di pemakaman, jelas-jelas kamu masih membela si jalang itu." Dinda ternyata cukup cerdas. Dia tidak mudah dibodohi.Aku berkata sambil tersenyum getir, "Aku berbuat seperti itu menghormati Pak Harmin. Dia pernah berjasa padaku, tapi kamu malah terus menghina orang yang paling dia cintai di hadapan makamnya.""Ditambah lagi, waktu itu aku belum terlalu mengenalmu. Aku pikir kamu sengaja menyerang Yuna, jadi aku cuma membelanya.""Tapi, kamu juga lihat sendiri. Dari awal sampai akhir, dia bahkan nggak menoleh padaku, satu kata terima kasih pun nggak ada."Dinda mengangguk. "Itu memang benar

  • Kehidupan Edo yang Menakjubkan   Bab 1646

    Aku mengangkat tanganku. Aku hampir memukulnya.Dinda tetap tidak menghindar atau bergerak. Dia hanya menatapku tanpa gentar."Sialan ... biasanya aku nggak pernah pukul wanita, tapi jangan paksa aku!" kataku sambil menggertakkan gigi.Dinda menyeringai, "Aku memang mau paksa kamu. Kalau berani pukul saja!"Akhirnya, aku tidak memukulnya.Bukan karena aku takut padanya, tetapi karena dia bilang barusan, alasannya datang ke Kota Jimba karena Yuna.Kemungkinan besar Yuna memintanya datang ke Kota Jimba karena aku.Jika aku memukulnya, itu sama saja tidak menghargai Yuna.Aku bisa tidak menghargai wanita itu. Namun, aku tidak boleh tidak menghargai Yuna.Aku duduk dan menenangkan diri terlebih dahulu."Yuna memintamu datang untuk apa?" tanyaku.Dinda duduk di depanku dan menyilangkan kaki sambil mengisap sebatang rokok.Wajahnya tampak sangat percaya diri dan keren.Tak bisa dipungkiri, wanita ini memang memiliki aura wanita tangguh dan percaya diri.Jika dia tidak ngomong kasar begitu, d

  • Kehidupan Edo yang Menakjubkan   Bab 1645

    Jadi, aku sama sekali tidak terlalu memikirkannya.Namun, kenyataan adalah hal yang paling sulit untuk aku percaya.Keesokan harinya, Dinda kembali muncul di hadapanku. Kali ini, dia datang ke Aula Juve.Saat mata kami saling bertemu, kami sama-sama terkejut."Kamu? Sialan!" Dinda langsung menunjukkan ekspresi penuh jijik.Aku juga menatapnya dengan jijik. "Kenapa kamu datang ke tempatku?""Sialan, kalau aku tahu yang dimaksud jalang itu ternyata kamu, mati pun aku nggak akan datang.""Bisa nggak kamu berhenti pakai kata jalang ....""Aku mau bilang, apa urusannya sama kamu!"Wanita itu berteriak keras, hingga para staf menoleh ke arahku.Aku malas meladeni dia, jadi aku berbalik dan pergi."Berhenti!" Dinda mengejarku. "Apa hubunganmu dengan Yuna?""Teman.""Teman apaan? Teman tidur?"Sialan!Wanita ini gila, bukan?Wajahku langsung menjadi masam. "Kamu sengaja cari gara-gara, ya?""Aku datang untuk menanyakan ini demi Harmin," kata Dinda dengan tidak tulus.Aku berkata dengan ekspres

  • Kehidupan Edo yang Menakjubkan   Bab 1644

    Baiklah. Aku tidak bisa bersembunyi lagi.Aku tidak punya pilihan selain berjalan mendekat bersama Bella.Aku memberi penghormatan pada Harmin terlebih dulu.Lalu, aku melihat ke arah Yuna. Namun, Yuna sama sekali tidak melihatku.Saat ini, Dinda selesai memberi penghormatan. Dia menatap Yuna dan berkata, "Yuna, dasar jalang. Dulu, aku seharusnya nggak percaya sama kamu."Mendengar wanita itu memaki Yuna, hatiku langsung dipenuhi amarah.Yuna begitu lembut. Apa hak dia memaki Yuna seperti itu?Namun, dengan posisiku sekarang, aku memang tidak pantas banyak bicara.Dinda terus memaki. Setiap kalimatnya selalu diselipi kata jalang.Aku benar-benar tidak tahan lagi. Aku merasa wanita itu keterlaluan."Hei, kamu sudah selesai ngomong?" selaku sambil menatap Dinda dengan kesal.Dinda menatapku dengan tajam, "Siapa kamu? Apa urusannya sama kamu dengan perkataanku?""Aku temannya Pak Harmin. Di depan makam Pak Harmin, kamu malah menghina istrinya. Apa kamu nggak merasa keterlaluan?""Haha, ju

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status