Share

Escape

Author: Watermelon
last update Last Updated: 2022-03-27 21:54:44

Ana mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya matahari yang masuk kedalam kamarnya. Ia menatap jendela kamarnya yang tirainya terbuka menyebabkan silau. Ah sepertinya semalam ia lupa menutup tirai jendela kamarnya. Bahkan ia juga lupa untuk makan semalam. 

Alexa berjalan masuk kedalam kamar mandi. Kedua tangannya bertumpu di atas wastafel menyangga badannya. Matanya menatap pantulan dirinya di cermin. Ana menghela nafas melihat bercak merah di lehernya. Ia tidak pernah menyukai bercak merah ini karena ia memang tidak menginginkannya. Saat ia keluar kamar pasti semua orang di rumah ini akan membicarakan tentang bercak merah di lehernya. Ia benar-benar membenci seorang Gerald Sleeve.

Ana berjalan menuju shower dan mulai menanggalkan satu persatu pakaiannya. Tak butuh waktu lama untuk Ana membersihkan dirinya. Ia memilih dres warna kuning pastel tanpa lengan. Hampir semua baju di lemari ini adalah dres. Jika kalian berpikir mungkin Ana menyukai memakai dres. Maka kalian salah, ia bahkan tidak membeli satupun baju di lemari ini. Semua baju ini Gerald yang membelinya dan itu pun pasti laki-laki itu menyuruh anak buahnya untuk melakukannya. Ana tidak membawa satu barang pun miliknya ke rumah ini. Ia hanya membawa dirinya saat pertama kali datang ke rumah ini.

Kriuk kriuk

Ana menyentuh perutnya yang berbunyi. Dia tidak akan bohong jika sekarang ia merasa sangat lapar. Semalam ia tidak makan karena ulah iblis yang tidak tahu diri itu. 

Baiklah sepertinya ia harus makan untuk mengisi perutnya. Ana berjalan ke arah pintu kamarnya. Dahinya mengerut, ia tidak bisa membuka pintunya. Apa Gerald masih menguncinya dari luar? Pria itu benar-benar gila mengurungnya disini dan membiarkannya mati kelaparan.

"Siapapun buka pintunya!" teriak Ana dengan suara keras agar semua orang di luar mendengarnya.

Tak lama suara putaran kunci terdengar. Ana sedikit memundurkan badannya dari pintu. Pintu terbuka memperlihatkan sosok Kevin yang berdiri sambil menatapnya. Ana segera melangkahkan kakinya keluar dari kamar. 

Rumah milik Gerald sangat besar dan luas sampai ia lelah mengelilingi rumah ini. Rumah ini memiliki tiga lantai. Lantai satu ada ruang tamu, ruang tengah, dapur, dan ruang makan. Lantai dua ada tiga kamar besar dan ruang baca. Sedangkan lantai tiga Ana tidak tahu ada apa di lantai tiga. Ia tidak pernah menginjakkan kakinya di lantai tiga karena Gerald melarangnya. Yang ia tahu lantai tiga adalah daerah kekuasaan Gerald. Gerald tidak memperbolehkan siapapun untuk naik ke lantai tiga.

Ana menghentikan langkahnya saat ia melihat punggung lebar Gerald sedang berada di ruang makan. Laki-laki itu sedang menikmati sarapannya. Ana menjadi ragu untuk melangkahkan kakinya kesana. 

"Ada apa?" suara berat Gerald menggema di ruang makan. 

Gerald membalikkan badannya dan matanya langsung bertatapan dengan mata Ana. 

"Kau tidak mau makan? Atau mau berdiri di sana seharian." tanya Gerald sambil menunjuk kursi di sampingnya dengan dagunya. 

Ana meneguk ludahnya susah payah karena ditatap seperti itu oleh Gerald. Ana melangkahkan kakinya ke meja makan dengan ragu. Ia menarik salah satu kursi yang paling ujung. Ia tidak cukup berani untuk duduk di samping Gerald. Ini juga masih pagi ia malas mencari masalah dengan laki-laki itu. 

"Non ingin makan apa biar bibi ambilkan." kata perempuan setengah baya. 

Namanya bi Asri. Di rumah ini ada dua orang pembantu yang mengurus rumah. Dari mulai membersihkan rumah sampai memasak. Umur bi Asri sudah kepala lima. Bi Asri sudah bekerja di rumah ini sekitar dua puluh tahun. Dan satu pembantu lainnya adalah Asti ponakan dari bi Asri. Asti umurnya masih muda dan tidak terlalu jauh dari umurnya, kalau tidak salah dua puluh enam tahun. Ia cukup dekat dengan bi Asri tapi ia tidak begitu dekat dengan Asti. Entahlah perempuan itu selalu menatapnya dengan sengit seolah ia adalah musuhnya.

"Saya bisa ambil sendiri bi." tolak Ana halus. 

Ana melirik ke arah Gerald yang masih menatapnya. Tubuhnya merinding di tatap Gerald seperti itu. Ana langsung mengalihkan pandangannya. Ia memilih mengambil lauk ke piringnya dan berusaha untuk tidak terpengaruh dengan kehadiran Gerald. Setiap ada pria itu suasana selalu menjadi mencekam.

Ana memakan makanannya dengan lahap. Rasa lapar yang ia rasakan sudah tidak bisa ia tahan lagi. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia sangat ingin bertemu dengan neneknya dan mengetahui bagaimana keadaan neneknya saat ini.

"Emmm...." bola mata Ana bergerak ke kanan dan ke kiri. Ia sedikit tidak yakin untuk bertanya kepada Gerald.

"Ada apa? Kau ingin mengatakan sesuatu?" tanya Gerald dengan suara yang mengintimidasi. 

"Emm apa aku boleh pulang ke rumahku? Aku ingin bertemu dengan nenek ku." ujar Ana.

"Tidak." satu kata Gerald dapat membuat mata Ana berkaca-kaca.

Laki-laki itu selalu egois. Dia selalu mempermainkan hidup Ana. Apa ia tidak pernah merasa merindukan orang yang dia sayangi? Apa dia tidak pernah mencemaskan seseorang? Tentu saja tidak. Karena seorang Gerald Sleeve adalah manusia yang tidak punya hati.

"Aku mohon, biarkan aku bertemu dengan nenekku. Aku berjanji tidak akan kabur darimu." Ana menatap Gerald dengan tatapan memohon. 

Bukannya menjawab Gerald malah pergi meninggalkan meja makan. Ana menatap tidak percaya punggung Gerald yang semakin menjauh. Laki-laki itu benar-benar tidak berperasaan.

Setelah Gerald pergi dari rumah. Ana mencari cara agar ia bisa pergi menemui neneknya. Ana berjalan mengendap-endap ke arah pintu. Ia membuka pintu itu dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Ana menyembulkan kepalanya keluar mengecek kondisi di luar rumah. 

"Sepertinya aman." gumam Ana.

Ia keluar dan kembali menutup pintu dengan hati-hati. Ana berlari cepat ke arah pintu gerbang yang terasa sangat jauh. Halaman rumah Gerald terlalu besar sampai membuat dirinya harus berlari agar tidak ketahuan. Ana menatap pagar hitam tinggi di depannya. Bagaimana ia bisa keluar jika pagarnya terkunci. Ana celingukan mencari cara keluar dari sini. Matanya menemukan tangga bambu tidak jauh dari tempatnya berdiri. Segera Ana mengambil tangga tersebut dan menaruhnya bersandar di pagar. Ana segera menaiki tangga tersebut sebelum ada yang melihatnya. 

Sesampainya di atas Ana terlihat kebingungan karena tidak tahu cara bagaimana untuk turun. Pagar yang ia naiki sangat tinggi. Ia tidak tahu apa yang terjadi jika ia nekat melompat ke bawah. Tapi sepertinya ia memang harus melompat ke bawah karena tidak ada cara lain. Ana menarik nafasnya dalam-dalam mengumpulkan keberanian untuk melompat. Ana berhitung sampai tiga sebelum melompat ke bawah.

Brukk

"Ashh." Ana meringis pantatnya mendarat di jalanan yang sangat keras.

Ana melihat keadaan kaki kirinya yang mengeluarkan sedikit darah di bagian lutut. Pantas saja ia merasa perih pada kakinya. Ana berusaha bangkit dan berjalan dengan tertatih-tatih. Ia tidak membawa sepeserpun uang. Sekarang yang terpenting ia harus keluar dari kawasan rumah Gerald. Rumah Gerald seperti memasuki sebuah hutan. Dan hanya ada satu jalan yang bisa membawanya keluar. Dan Ana yakini jika dari masuk jalan ini sampai rumah Gerald adalah milik laki-laki itu. Ana tidak bisa bayangkan seberapa kaya laki-laki itu. 

Ana mengernyitkan keningnya saat melihat cahaya muncul dari tikungan jalan. Ana langsung berlari ke balik pohon pinus yang besar. Ia menyembunyikan tubuhnya dibalik pohon. Untungnya di setiap jalanan ini terdapat banyak pohon pinus besar yang bisa dijadikan tempat persembunyian.

Sebuah mobil bmw hitam melewatinya. Ana mengintip dari balik pohon, ia bisa melihat Gerald berada di dalam mobil tersebut. 

Deg!

Ana harus segera pergi dari sini sebelum Gerald menyadarinya jika ia tidak ada di rumah. Ana berlari sekencang mungkin meski harus menahan sakit di kakinya. 

Ana bisa bernafas lega saat ia sudah sampai ke jalan raya. Ia menghentikan salah satu angkutan umum yang lewat. Perlu waktu setengah jam untuk bisa sampai di rumahnya. Ia menatap rumah sederhana satu lantai yang masih sama. Sudah sejak tiga bulan ia meninggalkan rumah ini tanpa memberitahukan neneknya. Neneknya pasti sangat mencemaskannya karena tiba-tiba menghilang. 

Ana mengetuk pintu dengan pelan. Tak lama seorang perempuan paruh baya keluar dari dalam rumah. Ana mengerutkan keningnya. Ia tidak mengenali siapa perempuan yang ada di depannya. 

"Maaf cari siapa?" tanya perempuan paruh baya tersebut dengan ramah.

"Emm maaf nenek saya tinggal di rumah ini. Ibu ini siapa ya?" Ana berbalik bertanya siapa perempuan itu.

"Oh anda nona Ana?" tanya perempuan itu dengan mata berbinar. Ana menganggukan kepalanya.

"Saya bi Ami, sudah tiga bulan ini saya yang mengurus nenek Yatmi." ujar bi Ami.

Ana mengerutkan keningnya ia merasa tidak menyewa orang untuk mengurus neneknya. Apa ayahnya yang mengirim orang untuk mengurus neneknya? Jika benar itu bagus, berarti ayahnya masih peduli dengan neneknya.

"Silahkan masuk non." bi Ami membuka pintu lebar-lebar menyuruh Ana untuk masuk.

"Silahkan duduk non, bibi ambilkan minum dulu." ujar bi Ami sebelum melenggang pergi ke dapur.

Ana menatap ruang tamu yang hanya digelari tikar. Ana memilih duduk yang nyaman untuk dirinya. 

"Ini non silahkan diminum." bi Ami memberikan segelas teh hangat.

"Bi Ami saya mau tanya boleh?" tanya Ana dengan sopan.

"Iya boleh atuh non." 

"Emm apa yang menyuruh bi Ami untuk merawat nenek adalah ayah saya?" tanya Ana.

"Bukan non tapi tuan Gerald yang menyuruh saya mengurus nenek non." balas bi Ami yang membuat Ana membelalakan matanya.

Ana tidak pernah berpikir jika Gerald akan melakukan ini. Ia pikir laki-laki itu tidak punya perasaan. 

"Bagaimana keadaan nenek saya bi?" Ana celingukan mencari sosok neneknya.

"Keadaan nenek kurang sehat non. Kemarin saya mengantar nenek periksa mata ke dokter dan dokter bilang jika pandangan nenek akan hilang jika tidak segera di operasi." jelas bi Ami.

Jantung Ana terasa berhenti berdetak. Sebelumnya neneknya memang pernah merasa aneh dengan matanya. Ana pernah meminta neneknya untuk memeriksakan matanya ke rumah sakit. Tapi neneknya terus menolak dan mengatakan jika itu cuman sakit mata biasa dan akan sembuh sendiri. 

"Nenek dimana bi?" 

"Ada di kamar non." 

"Saya mau menemui nenek bi." Ana bangkit dari duduknya, ia berjalan ke arah kamar neneknya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kehidupan Gelap CEO   Extra Part

    "Sayang." Gerald menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Ana. Sesekali ia menghisap atau menggigit gemas leher Ana. Ana memutar bola matanya jengah. Sudah kelima kalinya Gerald hanya memanggilnya tanpa mengatakan apa-apa. Ana menjauhkan tubuhnya dari jangkauan suaminya itu."Aku lagi dandan, jangan ganggu ah." kesal Ana karena sedari tadi Gerald terus menempel padanya dan tidak mau melepaskan pelukannya."Habisnya kamu wangi." ujar Gerald sambil terus menciumi leher Ana."Kamu aja yang bau karena belum mandi." ejek Ana."Kamu mau kemana sih pagi-pagi gini udah cantik aja." Gerald menatap dari pantulan cermin dengan pandangan tidak suka."Mau ke sekolahannya Aron ambil rapot." "Eve ikut?" Ana menggelengkan kepalanya. "Kamu hari ini liburkan, tolong jagain Eve ya." Gerald mencabikkan bibirnya dengan kesal. "Kenapa nggak diajak aja, masa aku harus nemen

  • Kehidupan Gelap CEO   The End

    Waktu berlalu dengan begitu cepat sampai sulit untuk menyadarinya. Hari demi hari terus berganti, bulan demi bulan terus berganti, hingga tahun demi tahun terus berganti. Sudah hampir tujuh tahun usia pernikahan Ana dan Gerald tanpa terasa. Tidak banyak yang berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja Gerald yang dulu telah berubah menjadi seorang Gerald yang lebih baik lagi. Hari-harinya dipenuhi oleh Ana yang selalu ada di sampingnya."Emmmh faster…" Ana terengah-engah dalam kegiatan panas mereka. "Jangan keluar dulu, tunggu aku." ujar Gerald sambil terus memompa tubuhnya."Aahhh akuhhh su daahh tidakkhh tahan." Ana memejamkan matanya menahan sesuatu yang ingin keluar dari bawah sana."Bersamahhh ahhhhkhhhkh." Gerald mengerang saat milik Ana Benar-benar menjepitnya dengan sangat erat.Cupp"Ahhh I love you." Gerald membaringkan badannya ke samping badan Ana dan menarik selimut untuk menut

  • Kehidupan Gelap CEO   A Confession

    "Arabella?" Rachel langsung berlari menghampiri Gerald begitu mendengar nama putrinya disebut oleh laki-laki itu."Dimana putriku? Katakan dimana putriku?" Rachel terlihat tak sabaran mendengar keberadaan putrinya itu. "Katakan dimana putriku!" Rachel berteriak seperti orang kesetanan karena tidak mendapat respon dari Gerald atas pertanyaannya."Arabella telah tiada." Ana menatap ke arah Gerald dengan pandangan tidak percaya. Ia tidak percaya jika laki-laki itu akan mengatakannya langsung tanpa berpikir panjang. Rachel tertawa keras mendengarnya. Sedangkan Peter terduduk di atas lantai karena terlalu terkejut."Tidak mungkin, putriku masih hidup hahahaha dia masih hidup. Kau berbohong!" Rachel mendorong tubuh Gerald hingga tubuh Gerald mundur beberapa langkah."Putriku masih hiduppp." Rachel berjalan kesana kemari dengan senyum dibibirnya."Kau tidak apa-apa?" Ana menanyakan kead

  • Kehidupan Gelap CEO   About Arabella

    Ana menggeliat dalam tidurnya. Matanya masih ingin terpejam meski cahaya matahari berusaha menerobos kamarnya untuk mengganggu tidur nyenyaknya. Semalam ia baru tertidur pukul tiga pagi hingga akhirnya hari ini membuatnya ia bangun kesiangan. Untungnya hari ini hari minggu jadi Ana bisa bermalas-malasan di tempat tidurnya. Ana menepuk-nepuk samping tempat tidurnya. Ia tersenyum mengingat makan malam romantisnya dengan Gerald. Mereka sangat menikmatinya semalam. Mereka memakan steak, kemudian dilanjut berdansa di bawah sinar bulan, dan kemudian mereka melanjutkan kegiatan malam mereka dikamar.Wajah Ana memerah seperti tomat kala mengingat bagaimana ia menjadi sangat agresif semalam. Tidak, sepertinya sejak ia hamil ia menjadi lebih agresif ketika mereka melakukannya. Ana selalu ingin memimpin dan Gerald dengan senang hati memberikan kendali kepadanya."Morning honey." Cupp"Morning." "Kau masih ingin tidur?

  • Kehidupan Gelap CEO   You Always Be My Life

    Ana bergerak mendekat ke arah Gerald. Dipeluknya laki-laki itu dengan tulus. Ia tahu Gerald sebenarnya orang yang baik. Hanya saja karena hatinya tertutup oleh dendam membuatnya jadi seperti ini. Setiap orang memiliki kesempatan dalam merubah hidupnya menjadi lebih baik, dan Ana yakin Gerald akan menjadi orang yang lebih baik setelah ia menyadari semua kesalahannya. "Aku ingin menjadi seorang ayah yang dibanggakan oleh anakku dimasa depan, bukannya dibenci oleh anakku." gumam Gerald sambil terisak di pelukan Ana. Tangan Ana mengusap punggung Gerald untuk menenangkan suaminya itu. Ini bukan pertama kalinya bagi Ana melihat Gerald yang menangis. Tapi setiap Ana melihat Gerald menangis, ia seperti melihat sisi lain yang selama ini Gerald coba sembunyikan. Selama ini Gerald selalu terlihat galak, dingin, dan tegas, tapi sebenarnya Gerald memiliki sisi yang lembut juga."Terimakasih sudah mengatakan semuanya." ujar Ana sambil tersenyum. Ia menghargai keberanian Gerald yang mau berkata ju

  • Kehidupan Gelap CEO   Deep Talk

    Setelah makan malam Ana langsung pergi ke kamar. Ia langsung mengambil buku novel yang beberapa hari ini ia baca. Malam ini rencananya ia akan menamatkan novelnya itu. Hanya kurang empat bab maka satu buku novel berhasil ia tamatkan selama satu minggu. Ana tetap terfokus pada buku di tangannya ketika Gerald masuk kedalam kamar. Perempuan itu enggan melirik meski sebentar saja. Ana memang selalu begitu jika sudah asyik membaca, maka dunianya akan terfokus pada satu titik.Gerald berpura-pura mencari sesuatu di dekat Ana untuk menarik perhatian perempuan itu. Tapi sayangnya Ana tidak tertarik dengan apa yang Gerald lakukan. Gerald mendengus melihat Ana yang sibuk dengan buku novelnya. Gerald mengintip apa yang membuat Ana sampai begitu mengabaikannya. Gerald melihat buku novel yang Ana baca, tidak ada yang menarik hanya berisi tulisan yang berupa paragraf saja. Gerald menaiki tempat tidur dengan pelan. Ia dengan sengaja merebahkan kepalanya ke atas paha Ana. Dan benar yang ia lakukan l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status