Share

Chapter 3

"Bu, semua sudah sesuai perintah, apa ada yang bisa dilakukan lagi, Bu?" telepon dari Pak Idrus 

Ada rasa khawatir muncul di hatiku, takut Mas Arya akan menggunakan jabatan untuk mengeruk uang perusahaan. Ini tak bisa dibiarkan.

Kupastikan besok kau pulang dengan wajah muram, Mas.

Tak rela rasanya aku membiarkan kamu menduakanku dengan cara kampungan begini. Menikah diam-diam, seakan aku ini tak ada artinya.

"Ma, Tante Fitri bakal selamanya ya disini?"tanya Alif.

Aku yang sedang melipat mukena selepas sholat Dzuhur, melirik ke arah Alif yang tiba-tiba sudah ada di dalam kamarku.

"Engga, sayang cuma sementara saja. Sampai Tante Fitri dapat kerjaan lagi," ujarku lembut.

"Alif ga nyaman, Ma?" Alif menunduk, antara takut dan tapi ingin bicara.

"Ga nyaman kenapa sayang?"

"Tante Fitri, pakaian nya terbuka banget. Udah gitu kerjaannya main hape terus ngajak dedek Alisa nonton film dewasa,"

Aku terperangah, rasanya aku selalu dirumah. Tak pernah membiarkan ulat bulu itu mendekati anak-anak.

"Kapan sayang? kok Mama ga pernah melihat Dedek Alisa main sama Tante Fitri?"

"Itu Ma, kalau Mama udah keluar kamar, Tante Fitri masuk ke kamar Alisa, lalu mengajak Alisa nonton sampe malam. Alif juga jadi ga bisa tidur, brisik,"

Hmm..kurang aj*r jal*ng itu, memang sudah tiga malam ini aku mengajak Mas Arya tidur lebih awal. Mengunci kamar dan menyimpan kunci nya ditempat yang aman, sehingga laki-laki gatal itu tak bisa migrasi ke kamar sebelah.

Berkali-kali aku terjaga mendengar suara pintu yang hendak dibuka, tapi mana bisa. Kuncinya sudah aku amankan saat Mas Arya lengah.

Mungkin itu yang menyebabkan si ulat bulu marah, dan membalas dendam dengan merusak anakku. Awas aja kau ya! 

Alif telah kuberitahu bahwa kamarnya mulai nanti malam akan kukunci dari luar, dan jangan-jangan mencoba membuka pintu jika bukan aku yang membukakan nya.

Malam ini Mas Arya pulang dengan wajah ditekuk, kusut seperti pakaian yang tak disetrika.

"Kenapa sayang?" kataku sok mesra, karena aku melihat dengan sudut mata ada Fitri yang sedang memperhatikan kami dari ruang tengah dan pura-pura main hape.

"Entahlah Dek, tiba-tiba saja pemilik utama Perusahaan merekrut manager baru, Papa diturunkan menjadi staff biasa." 

" Apa? kita miskin dong, Pa!" pekikku sengaja. 

"Ssst jangan kenceng-kenceng, Ma. Malu di dengar Fitri." katanya sambil melirik wanita yang ku yakin mendengar jeritanku tadi.

"Trus gimana, Pa?" 

"Papa mau bertemu dengan Direktur utama perusahaan itu. Papa mau protes, kerja sudah bertahun, bukannya diberi apresiasi, malah diturunkan jabatan. Perusahaan apa itu!"

Aku mengusap-usap punggung suamiku, kali aja keluar jin nya, hehehe

"Sabar, Mas, memang siapa Direktur utamanya, Mas?" pancingku.

"Mas juga ga tau, selama ini Perusahaan dipercaya kan kepada Pak Idrus. Pak Idrus sendiri juga tak tahu keberadaan yang punya, karena mereka komunikasi hanya lewat telepon saja," 

Mas Arya menyugar rambutnya, frustasi. Bayangkan dari gaji puluhan juta, merosot menjadi delapan juta saja, itupun kalau dia tak neko-neko.hihihi 

"Ya ampun, Mas... gimana hidup kita setelah ini," 

Fitri berjalan kearah kami.

"Mas, Mbak, maaf aku besok ijin keluar ya, mau ketemu teman,"

Mas Arya diam saja, matanya gugup. Pasti nih, benalu mau maki-maki atas kemiskinan suaminya.

"Oh iya silahkan, Fit, jalan jam berapa?" kataku.

"Kalau boleh aku numpang mobil Mas Arya ya Mbak, sebab aku belum tahu daerah sini!" 

Tuh kan? modus banget. lihat aja besok, kamu mau gigit jari, apa gigit panci. Nesya Dita Maharani dilawan.

Mas Arya sudah tidur, dengan santai aku membuka ponselku. Semua pesan dari pelakor itu terbaca olehku. Beberapa hari ini aku telah menyadap telepon Mas Arya, jangan main-main, makanya. Benar saja, si hello Kitty marah-marah, karena hampir seminggu dirumahku. Tak sekalipun Mas Arya mendatanginya, mungkin dia takut bulukan kali ya, hehehe.

[Besok Sebelum kamu ke kantor, aku mau kamu membelikan aku rumah. Aku sudah dapat info rumah bagus dan dijual sama pemiliknya.] 

[Iya, sayang...pasti aku belikan.]

[Satu lagi, aku tak mau tinggal disini lagi, aku berasa jadi babu, tau ga!]

[Sayang, ini kan dalam rangka pedekate dengan Dita, kita main cantik biar kamu bisa diterima dengan baik olehnya.]

[Tapi, aku ga suka dengan cara Mbak Dita memperlakukanku, sampai-sampai menyuruhku ke warung hanya membeli pembalut, dan kamu tahu, Mas. di warung orang menyangka aku itu pembantu baru kalian 😭]

Pantes ya, wajah Mas Arya waktu itu marah memendam marah. Tapi ga berani, dia hanya diam. Syukurlah, akupun tak perlu adu mulut sama dia, apalagi adu kekuatan. Bisa-bisa jurus taekwondo jaman kuliah dulu kupraktekin sama dia.

[Pokoknya, besok aku mau kamu ajak aku liburan, ga usah kerja. Udah seminggu kamu ga memberiku nafkah batin, aku rindu...]

[Iya sayang, nanti kamu pura-pura ijin aja sama Dita, bilang mau ke rumah temen atau apa , nanti bareng aku berangkat kerja. Kita habiskan hari seharian di hotel😘😘]

Hatiku mendidih membaca pesan itu, coba aja kalau kalian bisa ke hotel, baru aku kasih jempol satu.

Beberapa hari ini aku tetap melayani suamiku, walau hatiku terluka. Apa masih kurang? apa yang disana lebih enak, padahal aku juga selalu merawat tubuhku juga merawat mahkota itu dengan rajin olah raga, percuma aku punya tabungan gendut macam perut bos kaya, kalau untuk hal begitu aku tak bisa. Wajah masih cantik, perut ramping, dan anu juga terawat, ternyata tak membuat suamiku setia. Jangan salahkan jika aku menjadi kejam.

*****

Pagi-pagi Fitri sudah rapi, wajahnya berseri. Begitupun dengan Mas Arya, aku sih cuek aja. Dengan telaten aku menyiapkan sarapan buat mereka. 

"Hayo pada sarapan dulu." ajakku.

Tanpa malu, perempuan itu duduk tepat disamping Mas Arya, mungkin dia mengira aku tak akan cemburu secara mereka sepupuan. Sepupu Halu.

Tahan, tahan, belum waktunya anarkis, biar dia menikmati peran menjadi nyonya. Dari pagi, aku sendiri yang membuat sarapan. Mbok Yuna masih aku liburkan sampai si ulat keket ini pergi dari sini, tanpa potong gaji tentunya.

Mereka mulai terlihat santai, makan sambil ngobrol dan bercanda. 

"Mas, emang ditempat kamu ga ada kerjaan buat Fitri, kasian dia bete dirumah terus," kataku yang masih menahan emosi.

"Hmmm...belum ada sayang, nanti kalau ada pasti aku kasih tau," 

Aku manggut-manggut, ya wajarlah ga ada. Karena Mas Arya hanya staff biasa, mana bisa masukin orang. Tapi aku ada rencana buat mereka, tunggu saja.

Mereka sudah siap-siap berangkat, aku mengantarkan mereka hingga ke pintu. Wajah Fitri benar-benar terlihat bahagia. Tunggu saja sayang, ga akan lama.

Saat keduanya sudah naik ke mobil, tiba-tiba pintu mobil terbuka kasar. Fitri dengan muka menahan sakit berlari ke dalam.

Mengabaikan aku yang pura-pura panik.

"Kenapa Mas?" tanyaku saat melihat Mas Arya juga ikutan turun dan mengikuti langkah Fitri.

"Ga tau, tiba-tiba Fitri buang angin dan mencr*t dicelana," katanya.

Ingin tertawa, tapi takut dosa. Ampuh juga obat yang tadi aku masukin ke dalam sarapan wanita jalang itu. Siapa suruh ga mau bantuin didapur, jadi aku gampang bikin kamu semaput sekalian.

Syukurin!

Hari ini jatah kamu nongkrong di kamar mandi, bukan ke hotel. Dasar Pelakor!

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status