"Bu, semua sudah sesuai perintah, apa ada yang bisa dilakukan lagi, Bu?" telepon dari Pak Idrus
Ada rasa khawatir muncul di hatiku, takut Mas Arya akan menggunakan jabatan untuk mengeruk uang perusahaan. Ini tak bisa dibiarkan.
Kupastikan besok kau pulang dengan wajah muram, Mas.
Tak rela rasanya aku membiarkan kamu menduakanku dengan cara kampungan begini. Menikah diam-diam, seakan aku ini tak ada artinya.
"Ma, Tante Fitri bakal selamanya ya disini?"tanya Alif.
Aku yang sedang melipat mukena selepas sholat Dzuhur, melirik ke arah Alif yang tiba-tiba sudah ada di dalam kamarku.
"Engga, sayang cuma sementara saja. Sampai Tante Fitri dapat kerjaan lagi," ujarku lembut.
"Alif ga nyaman, Ma?" Alif menunduk, antara takut dan tapi ingin bicara.
"Ga nyaman kenapa sayang?"
"Tante Fitri, pakaian nya terbuka banget. Udah gitu kerjaannya main hape terus ngajak dedek Alisa nonton film dewasa,"
Aku terperangah, rasanya aku selalu dirumah. Tak pernah membiarkan ulat bulu itu mendekati anak-anak.
"Kapan sayang? kok Mama ga pernah melihat Dedek Alisa main sama Tante Fitri?"
"Itu Ma, kalau Mama udah keluar kamar, Tante Fitri masuk ke kamar Alisa, lalu mengajak Alisa nonton sampe malam. Alif juga jadi ga bisa tidur, brisik,"
Hmm..kurang aj*r jal*ng itu, memang sudah tiga malam ini aku mengajak Mas Arya tidur lebih awal. Mengunci kamar dan menyimpan kunci nya ditempat yang aman, sehingga laki-laki gatal itu tak bisa migrasi ke kamar sebelah.
Berkali-kali aku terjaga mendengar suara pintu yang hendak dibuka, tapi mana bisa. Kuncinya sudah aku amankan saat Mas Arya lengah.
Mungkin itu yang menyebabkan si ulat bulu marah, dan membalas dendam dengan merusak anakku. Awas aja kau ya!
Alif telah kuberitahu bahwa kamarnya mulai nanti malam akan kukunci dari luar, dan jangan-jangan mencoba membuka pintu jika bukan aku yang membukakan nya.
Malam ini Mas Arya pulang dengan wajah ditekuk, kusut seperti pakaian yang tak disetrika.
"Kenapa sayang?" kataku sok mesra, karena aku melihat dengan sudut mata ada Fitri yang sedang memperhatikan kami dari ruang tengah dan pura-pura main hape.
"Entahlah Dek, tiba-tiba saja pemilik utama Perusahaan merekrut manager baru, Papa diturunkan menjadi staff biasa."
" Apa? kita miskin dong, Pa!" pekikku sengaja.
"Ssst jangan kenceng-kenceng, Ma. Malu di dengar Fitri." katanya sambil melirik wanita yang ku yakin mendengar jeritanku tadi.
"Trus gimana, Pa?"
"Papa mau bertemu dengan Direktur utama perusahaan itu. Papa mau protes, kerja sudah bertahun, bukannya diberi apresiasi, malah diturunkan jabatan. Perusahaan apa itu!"
Aku mengusap-usap punggung suamiku, kali aja keluar jin nya, hehehe
"Sabar, Mas, memang siapa Direktur utamanya, Mas?" pancingku.
"Mas juga ga tau, selama ini Perusahaan dipercaya kan kepada Pak Idrus. Pak Idrus sendiri juga tak tahu keberadaan yang punya, karena mereka komunikasi hanya lewat telepon saja,"
Mas Arya menyugar rambutnya, frustasi. Bayangkan dari gaji puluhan juta, merosot menjadi delapan juta saja, itupun kalau dia tak neko-neko.hihihi
"Ya ampun, Mas... gimana hidup kita setelah ini,"
Fitri berjalan kearah kami.
"Mas, Mbak, maaf aku besok ijin keluar ya, mau ketemu teman,"
Mas Arya diam saja, matanya gugup. Pasti nih, benalu mau maki-maki atas kemiskinan suaminya.
"Oh iya silahkan, Fit, jalan jam berapa?" kataku.
"Kalau boleh aku numpang mobil Mas Arya ya Mbak, sebab aku belum tahu daerah sini!"
Tuh kan? modus banget. lihat aja besok, kamu mau gigit jari, apa gigit panci. Nesya Dita Maharani dilawan.
Mas Arya sudah tidur, dengan santai aku membuka ponselku. Semua pesan dari pelakor itu terbaca olehku. Beberapa hari ini aku telah menyadap telepon Mas Arya, jangan main-main, makanya. Benar saja, si hello Kitty marah-marah, karena hampir seminggu dirumahku. Tak sekalipun Mas Arya mendatanginya, mungkin dia takut bulukan kali ya, hehehe.
[Besok Sebelum kamu ke kantor, aku mau kamu membelikan aku rumah. Aku sudah dapat info rumah bagus dan dijual sama pemiliknya.]
[Iya, sayang...pasti aku belikan.]
[Satu lagi, aku tak mau tinggal disini lagi, aku berasa jadi babu, tau ga!]
[Sayang, ini kan dalam rangka pedekate dengan Dita, kita main cantik biar kamu bisa diterima dengan baik olehnya.]
[Tapi, aku ga suka dengan cara Mbak Dita memperlakukanku, sampai-sampai menyuruhku ke warung hanya membeli pembalut, dan kamu tahu, Mas. di warung orang menyangka aku itu pembantu baru kalian π]
Pantes ya, wajah Mas Arya waktu itu marah memendam marah. Tapi ga berani, dia hanya diam. Syukurlah, akupun tak perlu adu mulut sama dia, apalagi adu kekuatan. Bisa-bisa jurus taekwondo jaman kuliah dulu kupraktekin sama dia.
[Pokoknya, besok aku mau kamu ajak aku liburan, ga usah kerja. Udah seminggu kamu ga memberiku nafkah batin, aku rindu...]
[Iya sayang, nanti kamu pura-pura ijin aja sama Dita, bilang mau ke rumah temen atau apa , nanti bareng aku berangkat kerja. Kita habiskan hari seharian di hotelππ]
Hatiku mendidih membaca pesan itu, coba aja kalau kalian bisa ke hotel, baru aku kasih jempol satu.
Beberapa hari ini aku tetap melayani suamiku, walau hatiku terluka. Apa masih kurang? apa yang disana lebih enak, padahal aku juga selalu merawat tubuhku juga merawat mahkota itu dengan rajin olah raga, percuma aku punya tabungan gendut macam perut bos kaya, kalau untuk hal begitu aku tak bisa. Wajah masih cantik, perut ramping, dan anu juga terawat, ternyata tak membuat suamiku setia. Jangan salahkan jika aku menjadi kejam.
*****
Pagi-pagi Fitri sudah rapi, wajahnya berseri. Begitupun dengan Mas Arya, aku sih cuek aja. Dengan telaten aku menyiapkan sarapan buat mereka.
"Hayo pada sarapan dulu." ajakku.
Tanpa malu, perempuan itu duduk tepat disamping Mas Arya, mungkin dia mengira aku tak akan cemburu secara mereka sepupuan. Sepupu Halu.
Tahan, tahan, belum waktunya anarkis, biar dia menikmati peran menjadi nyonya. Dari pagi, aku sendiri yang membuat sarapan. Mbok Yuna masih aku liburkan sampai si ulat keket ini pergi dari sini, tanpa potong gaji tentunya.
Mereka mulai terlihat santai, makan sambil ngobrol dan bercanda.
"Mas, emang ditempat kamu ga ada kerjaan buat Fitri, kasian dia bete dirumah terus," kataku yang masih menahan emosi.
"Hmmm...belum ada sayang, nanti kalau ada pasti aku kasih tau,"
Aku manggut-manggut, ya wajarlah ga ada. Karena Mas Arya hanya staff biasa, mana bisa masukin orang. Tapi aku ada rencana buat mereka, tunggu saja.
Mereka sudah siap-siap berangkat, aku mengantarkan mereka hingga ke pintu. Wajah Fitri benar-benar terlihat bahagia. Tunggu saja sayang, ga akan lama.
Saat keduanya sudah naik ke mobil, tiba-tiba pintu mobil terbuka kasar. Fitri dengan muka menahan sakit berlari ke dalam.
Mengabaikan aku yang pura-pura panik.
"Kenapa Mas?" tanyaku saat melihat Mas Arya juga ikutan turun dan mengikuti langkah Fitri.
"Ga tau, tiba-tiba Fitri buang angin dan mencr*t dicelana," katanya.
Ingin tertawa, tapi takut dosa. Ampuh juga obat yang tadi aku masukin ke dalam sarapan wanita jalang itu. Siapa suruh ga mau bantuin didapur, jadi aku gampang bikin kamu semaput sekalian.
Syukurin!
Hari ini jatah kamu nongkrong di kamar mandi, bukan ke hotel. Dasar Pelakor!
Bersambung.
Ingin tertawa, tapi takut dosa. Ampuh juga obat yang tadi aku masukin ke dalam sarapan wanita jalang itu. Siapa suruh ga mau bantuin didapur, jadi aku gampang bikin kamu semaput sekalian.Syukurin!Hari ini jatah kamu nongkrong di kamar mandi, bukan ke hotel. Dasar Pelakor!"Hayo dek, kita bawa Fitri ke dokter, mas khawatir jangan-jangan dia hamil,"Allah itu Maha Baik, saat lisan fasih berbohong, tanpa sadar dia terpeleset sendiri mengucap kejujuran."Hamil? Fitri udah nikah?" tanyaku sambil menatap tajam Mas Arya."Eh ga, bukan maksud nya takut keracunan makanan," katanya meralat, tapi justru mengundang singa didalam sana terbangun."Maksud kamu aku meracuni Fitri gitu!!" pekikku. Sengaja, kadang pelaku memang lebih nyolot dari korban, iya kan? hehe"Aduh, maaf maksudnya takut kenapa-kenapa Dek, makanya kita periksa Fitri kenapa, Maaf mas ga bermaksud apa-apa."Aku cemberut, kedua ta
Aku terbangun tepat saat adzan subuh berkumandang, kepala terasa sangat berat. Karena hampir separuh malam aku habiskan untuk menangis, bod*h!Iya, aku bod*h. Ingin berdamai dengan kenyataan, nyatanya aku tak mampu. Bayang-bayang suami berbagi peluh dengan wanita lain, membuat tekad sudah bulat untuk melambaikan tangan ke kamera, bye!Aku beranjak turun dari ranjang, Mas Arya masih tertidur pulas. Ah bayangan itu, enyahlah!Perlahan aku membasuh muka juga mandi karena ga enak sekali badan ini rasanya. Lalu mulai berwudhu walau aku ga sholat tapi kebiasaan itu udah tak bisa aku tinggalkan entah jadi pahala atau tidak, yang penting aku dapat ketenangan. Tetes demi tetes air seakan memberikan kenyamanan dalam bathin yang sakit ini."Mas, bangun udah subuh." aku menggoncang tubuh laki-laki itu kencang, memang tidurnya begitu, ngebo banget kayak odading, eh ga nyambung ya hehe maklum lagi error.Mas Arya bangun, m
Besok hari Sabtu, hari libur. Ada beberapa hal yang akan aku lakukan dirumah Papa, yang tak bisa aku kerjakan dirumah.Wajah Mas Arya terlihat bahagia, pasti dia bakalan ngayal tidur berdua bak dihotel bintang lima dirumah ini."Nanti Mbok Yuna akan kembali, jadi kamu ga usah khawatir tinggal berduaan sama Fitri dirumah ini, walau kalian sepupuan, kan tetap bukan Mahrom."Senyum diwajahnya memudar, tapi masih ada rona bahagia disana.Ah, sayang selamat menikmati party nanti malam ya...Hadiah dariku yang tak akan kalian lupakan, pastinya.Setelah Mas Arya berangkat aku bergegas mempersiapkan segala sesuatunya. Semua harus sempurna. Bukan Dita namanya kalau tak pandai membuat surprise yang tak akan terlupakan, hihi.Alisa dan Alif sudah pulang sekolah, mereka begitu senang saat aku bilang akan kerumah Opanya. Walau Papa sekarang duduk di kursi roda, tapi kasih sayang kepada cucu-cucunya
Pov ulat bulu, eh Fitri πSiapa yang tak ingin menikah dengan atasan tampan dan kaya raya. Setelah menjadi sekretaris nya beberapa bulan aku akhirnya bisa menaklukkan laki-laki itu, walau aku tahu dia sudah punya istri. Tak masalah, biasanya istri seorang direktur itu tak pernah perhatian dengan suami, sibuk menyenangkan diri sendiri.Walau wanita bernama Dita, itu cantik. Tapi aku pastikan dia akan kalah dalam hal merebut hati Mas Arya, bos ku sekaligus suamiku. Kami sudah menikah. Perhelatan besar itu kami adakan di Puncak Bogor, gampang saja mengelabui si Dita itu. Bucin sih, jadi mudah di beg* in suami."Sayang, Mas ingin kamu dan Dita akur, Mas mau kamu tinggal bersama kami, berpura-pura menjadi sepupu Mas. Setelah Dita merasa nyaman denganmu, baru kita beritahu bahwa kita adalah suami istri,"Kata Mas Arya, setelah kami lelah menuntaskan hasrat y
Pov Bulu Ulat/ POV FitriTiba-tiba, badanku terasa gatal semua. Ada sesuatu yang bergerak dikakiku, merambat pelan. Ada satu, eh dua eh apaan sih nih?! aku menyingkap selimutku.Daaaan!"Huaaaaa huaaaa huaaaaa...." aku meloncat turun dari ranjang, tanganku mengibaskan makhluk hitam berbulu lebat itu jijik, rasa gatal pun menyerang hingga ke ubun-ubun."Huaaaaa Maaaaaaassss!!!"Dari kamar Mas Arya malah terdengar suara teriakan."PANAAAAAAAASSSSS....HOSSSST HOSSST...."Aku bergegas menyalakan kembali lampu hingga terang benderang, Ulat bulu sebesar kelingking tangan orang dewasa berjatuhan ke lantai."Huaaaa toloooong, toloooooong," teriakku sambil menggaruk badan yang hampir gatal secara keseluruhan.
Sore ini aku memutuskan pulang, ada banyak hal yang harus aku kerjakan. Alif sudah aku masukan di sebuah Pondok pesantren di sini. Sementara tinggal di rumah opa, sampai semua berkas dan keperluan nya aku siapkanAku sudah minta ijin sama Mas Arya, lagi pula bukankah dia memang ingin aku dan anak-anak tinggal di Bandung, agar dia bebas menjual rumah ini. Aku tau dari pesan yang dia kirim kepada Pelakor itu. Aku masih memantau obrolan mereka, keji juga ternyata lelaki itu, ga nyangka.Aku mengabulkan keinginan Mas Arya, agar anak-anak tinggal jauh darinya. Hanya alisa yang kubawa, gadis kecilku terlalu kecil untuk ku korbankan dalam hal ini. Meski begitu jangan harap dia dapat hak sepeserpun atas rumahku. Hak dia hanya untuk tinggal dan istirahat saja disana, tidak yang lain. Seluruh surat berharga sudah kuamankan, tak ada yang tersisa.Keadaan Fitri dan Mas Arya mulai membaik, itup
[Sayang, nanti istirahat kita ke hotel dekat kantor ya, aku tunggu di parkiran. Jangan sampai engga. Aku lagi pengen banget nih!]Maaf Bambwang, tak semudah itu, aku mengambil gawaiku. Lalu menceritakan secara singkat apa yang sedang terjadi kepada Om Binsar."Masalah kecilnya ituuuu!"Jawabnya yang membuatku sedikit lega. Saat istri sakit seharusnya kamu berpuasa Mas, agar nafsumu tak liar, rutukku.Anggap saja ini ujian bagimu dalam menahan hawa nafsu, selama ini jatahmu tak pernah lalai aku berikan. Tapi sekali saja aku ada udzur kau langsung mencari tempat pelampiasan, huh!Hari ini aku janji dengan Om Binsar juga pengacara yang akan membantu proses perceraianku. Aku sudah memutuskan semua, rumah tangga ini sudah tak sehat. Teka-teki uang perusahaan yang dipakai Mas Arya untuk membeli rumah juga belum terungkap. Semua sedang diselidik
Wajah Mas Arya dan Fitri berubah murung. Malam minggu malam yang panjang, kata orang-orang. Tapi bagiku malam Minggu ini akan menjadi malam pembalasan part sekian.Kita akan happy shopping maduku, hahahaMobil yang dikemudikan Mas Arya sudah sampai di area parkir salah satu Mall terbesardi Jakarta ini.Mas Arya membukakan pintu mobilnya untukku, so sweet banget kan?Dengan anggun aku keluar dan mengandeng tangan nya. Fitri yang masih dimobil terpaksa keluar sendiri, tentu saja sambil menggendong Alisa yang tertidur.Mas Arya hendak mengambil alih Alisa tapi dengan cepat aku menarik tangannya."Gapapa Mas, itung-itung adik sepupu kita ini belajar menjadi seorang Ibu," kataku lalu menarik tangan Mas Arya menjauh. Dari belakang Fitri mengikuti tertatih, lumayan juga kan olahraga otot, mengendong anak dengan berat badan hampir