Share

Chapter 2

"Mas, bangun udah jam setengah enam ini, kamu belum sholat subuh lho...!" aku menguncangkan tubuh Mas Arya kasar. 

Suara dengkuran masih terdengar sangat jelas, aduh kebanyakan kali nih ngasih obatnya.

"Mas! bangun!" kataku lebih kencang ke telinganya.

"Astaghfirullah, jatahnya Fitri!" Mas Arya berteriak kencang, dan langsung terduduk. 

"Jatah Fitri? maksudnya Mas?" kataku sedikit meninggi, biar lebih menikmati peran.

"Eh anu...Fitri apaan Dek?"katanya pilon.

"Tadi kamu bilang, jatahnya Fitri. jatah apa?" kataku mengulang pertanyaan.

"Oh anu dek.. Mas lupa! mimpi kayaknya, Mas mau mandi dulu, belum sholat, udah siang banget ini. Kenapa bisa ketiduran di sini sih!" katanya  bergumam kesal.

Syukurin, baru hari pertama. Coba kita lihat, sampai kapan kamu berani berbohong dan mengajak wanita jala*g itu tinggal disini.

Mas Arya sudah mandi, aroma sabun menguar dari tubuhnya. 

"Fit, hayo sarapan bareng." Wanita itu pagi-pagi sudah megang gawai. Bukan malah membantuku memasak di dapur.

Dengan santai dia duduk di samping Mas Arya. Mas Arya terlihat gugup, dan menatapku takut-takut.

Alisa dan Alif sedang bersiap-siap ke sekolah, mereka yang telah sarapan bergegas hendak berangkat.

"Fit, bisa tolong antar anak-anak sekolah ga? ga jauh kok. Itu lho, dekat gerbang utama, perumahan sebelah, tukang ojeknya lagi ijin katanya kurang sehat" kataku memohon.

Fitri yang hendak menyuap makanan berhenti dan menatap Mas Arya.

"Sebentar aja kok Fit, pliss, Mbak ga bisa bawa motor, pake mobil repot belokin nya, jalanan sempit," Alasan yang jelas kubuat-buat.

"Baiklah Mbak," katanya dengan senyum terpaksa.

Nasi goreng yang akan dia suap terpaksa diletakkan kembali. Mas Arya diam saja, mungkin itu salah satu cara untuk membuatku nyaman dengan istri mudanya itu, hmmm ga bakal Bambwang!

Setelah pamit dan bersalaman padaku dan Ayahnya, anak-anak berangkat sekolah, tentu saja dengan tukang ojek muda baru, yang turun pangkat hihihi

"Mas, Fitri itu baik juga ya?" pacingku.

"Iya sayang, dia baik banget. Mirip dengan kamu sayang," jawabnya dengan watados, wajah tanpa dosa.

What? di bilang mirip pelakor, minta di ulek juga nih suami.

"Dia anak dari siapa, Mas?" tanyaku lagi.

"Hmm..anu bude yang di Bogor, siapa tuh namanya," Mas Arya seperti mikir keras. Makanya kalau mau bikin cerita jangan setengah-setengah.

Aku mengangkat bahu, tak tahu. Setahuku kakak dari Ibu mertua, di Jawa semua tak ada yang di sini.

"Ah Mas lupa, sepupu jauh pokoknya, kami jarang bertemu juga," katanya lalu menyuap nasi goreng itu hingga tandas.

Aku hanya sibuk ber "oh" ria.

Tak apa aku pura-pura mengiyakan aja dulu, kasian dia sudah susah mengarang cerita hehehe.

Sudah jam setengah delapan, saatnya Mas Arya berangkat kerja, tapi dari tadi dia mondar-mandir tak karuan. Pasti menunggu Fitri, biarkan saja menunggu sampai lumutan. Pasti tu racun kesasar di jalan. Secara rumahku ini hampir mirip semua gerbang cluster nya. Kecuali dia orang yang teliti dan pandai mengingat jalan.

"Kenapa sih Mas?"kataku acuh.

"Ga apa-apa, Mas berangkat dulu ya. Eh, Itu si Fitri kenapa ga balik-balik ya?" tanyanya.

Nah kan bener kataku, dia pasti mengkhawatirkan istri mudanya.

"Paling nungguin Alisa, Mas. Alisa kan memang masih suka minta ditunggu in," kataku. Alisa memang masih sekolah di taman kanak-kanak, tapi anak itu tak pernah mau ditungguin. Mungkin karena kelas nya juga ga jauh dari kelas Alif.

"Oh, ya sudah. Mas berangkat dulu!" katanya, aku mencium tangan laki-laki itu takzim.

Setelah memastikan Mas Arya pergi, aku menutup pintu. Mbok Yuna Artku, sengaja diliburkan hari ini. Ada tenaga muda sayang jika tak dimanfaatkan. Aku masuk ke kamar dimana semalam wanita itu tidur, ponsel nya tergeletak diatas meja, mungkin ketinggalan saat tadi dia berganti pakaian. Sempurna, semoga ga bisa pulang selamanya.

Sudah jam sepuluh Fitri belum juga pulang, khawatir? ga dong, aku hanya sedang memikirkan pekerjaan yang telah aku siapkan untuk nya nanti. Sebentar lagi Alisa pulang. Aku menghubungi Bu Fatma, guru Alisa.

"Assalamu'alaikum, Bu, Alisa sudah ada yang Jemput kah?" 

"Wa'alaykumussalam...Belum Bu, ini masih di kelas," jawabnya, jadi fix ada pelakor yang nyasar tak bisa pulang hehehe.

"Oh baik Bu, saya akan minta Pak Rohim menjemput seperti biasa," 

Akupun memutuskan sambungan telepon itu dan beralih menelpon Pak Rohim tukang ojek langganan Alisa.

*****

Sudah jam sebelas, Alisa sudah makan dan sedang beristirahat. Suara motor terdengar dari luar, aku  memasang muka khawatir.

"Fitri... Ya Allah, kamu kemana aja? kok baru pulang?" 

Wajah lemas Fitri terlihat kesal.

"Aku nyasar Mbak, dan muter-muter nyari rumah ini. Aku tanya sana sini ga ada yang tahu karena aku juga ga hafal alamat. Mau menelpon, ponselku ketinggalan. Mana bensinnya sampai habis."

" Ya Allah, Fit...Muka kamu sampe kucel gitu, ya udah sana mandi, lalu makan. Mbak belum masak, kamu makan nasi goreng yang tadi aja ya, sayang kebuang,"

Fitri menatapku nyalang, tapi aku cuek aja. Emang enak makan makanan dingin plus anyep. Doyan sama suami bekas sih. Aku berusaha keras menahan tawa.

Setelah mandi, wanita itu bergegas ke meja makan, pasti lapar sekali hari gini baru sarapan.

"Eh iya, Fit. Mbok Yuna hari ini ga masuk, tolong sekalian beresin meja makan ya, Mba juga lagi ga enak badan,"

Mulut Fitri menganga, aku meraba keningku seolah-olah sedang menahan sakit.

"Maafkan Mbak ya Fit, jadi merepotkan kamu!"

Perempuan itu memaksakan senyum, kemudian mengangguk lemah. Dan kembali makan tanpa peduli makanan itu masih enak apa tidak. Kasian sekali.

****

"Mas, aku tak mau disini, sumpah aku kapok." suara yang terdengar berbisik itu berasal dari kamar Fitri. Seperti nya dia sedang menelepon seseorang.

"Ga mau Mas, masa bodoh istri jelekmu itu bakalan curiga, kita sudah menikah. Aku juga ga mau lama-lama tinggal disini. Pokoknya kamu harus membelikan aku sebuah rumah seperti rumah ini, kalau perlu lebih luas dan lebih mewah, aku ini kamu nikahi dalam keadaan perawan lho, masih orisinil. kamu ingatkan!"

Aku berdecih, idih, perawan ga laku kali. Kalau perawan mana mau ngembat suami orang, toh masih banyak perjaka diluar sana. Atau jangan-jangan dia menyangka si Arya itu kaya raya kali ya, huh belum tau aja.

"Oke, aku tunggu ya mas, rumah beserta isi nya plus mobil. Juga aku mau segera bekerja lagi sebagai sekretaris kamu seperti dulu."

"Nanti malam kamu jangan ketiduran lagi, aku kesepian tau sayang, ini kan masih masa-masa pengatin baru kita. Kalau si Tua Dita itu ga mau menerimaku, aku ga masalah kok, yang penting aku cinta banget sama kamu sayang,"

Ingin rasanya aku jejelin mulut pelakor itu dengan cabe berkilo-kilo atau dengan telor ayam yang kemarin viral dibuang-buang, tapi sabar dulu. Sabar...biarkan mereka tertawa dulu sejenak.

****

drrttt drrttt drrttt

"Bu, semua sudah sesuai perintah, apa ada yang bisa dilakukan lagi, Bu?" telepon dari Pak Idrus 

Ada rasa khawatir muncul di hatiku, takut Mas Arya akan menggunakan jabatan untuk mengeruk uang perusahaan. Ini tak bisa dibiarkan.

Kupastikan besok kau pulang dengan wajah muram, Mas.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status