"Mas, bangun udah jam setengah enam ini, kamu belum sholat subuh lho...!" aku menguncangkan tubuh Mas Arya kasar.
Suara dengkuran masih terdengar sangat jelas, aduh kebanyakan kali nih ngasih obatnya.
"Mas! bangun!" kataku lebih kencang ke telinganya.
"Astaghfirullah, jatahnya Fitri!" Mas Arya berteriak kencang, dan langsung terduduk.
"Jatah Fitri? maksudnya Mas?" kataku sedikit meninggi, biar lebih menikmati peran.
"Eh anu...Fitri apaan Dek?"katanya pilon.
"Tadi kamu bilang, jatahnya Fitri. jatah apa?" kataku mengulang pertanyaan.
"Oh anu dek.. Mas lupa! mimpi kayaknya, Mas mau mandi dulu, belum sholat, udah siang banget ini. Kenapa bisa ketiduran di sini sih!" katanya bergumam kesal.
Syukurin, baru hari pertama. Coba kita lihat, sampai kapan kamu berani berbohong dan mengajak wanita jala*g itu tinggal disini.
Mas Arya sudah mandi, aroma sabun menguar dari tubuhnya.
"Fit, hayo sarapan bareng." Wanita itu pagi-pagi sudah megang gawai. Bukan malah membantuku memasak di dapur.
Dengan santai dia duduk di samping Mas Arya. Mas Arya terlihat gugup, dan menatapku takut-takut.
Alisa dan Alif sedang bersiap-siap ke sekolah, mereka yang telah sarapan bergegas hendak berangkat.
"Fit, bisa tolong antar anak-anak sekolah ga? ga jauh kok. Itu lho, dekat gerbang utama, perumahan sebelah, tukang ojeknya lagi ijin katanya kurang sehat" kataku memohon.
Fitri yang hendak menyuap makanan berhenti dan menatap Mas Arya.
"Sebentar aja kok Fit, pliss, Mbak ga bisa bawa motor, pake mobil repot belokin nya, jalanan sempit," Alasan yang jelas kubuat-buat."Baiklah Mbak," katanya dengan senyum terpaksa.
Nasi goreng yang akan dia suap terpaksa diletakkan kembali. Mas Arya diam saja, mungkin itu salah satu cara untuk membuatku nyaman dengan istri mudanya itu, hmmm ga bakal Bambwang!
Setelah pamit dan bersalaman padaku dan Ayahnya, anak-anak berangkat sekolah, tentu saja dengan tukang ojek muda baru, yang turun pangkat hihihi
"Mas, Fitri itu baik juga ya?" pacingku."Iya sayang, dia baik banget. Mirip dengan kamu sayang," jawabnya dengan watados, wajah tanpa dosa.
What? di bilang mirip pelakor, minta di ulek juga nih suami.
"Dia anak dari siapa, Mas?" tanyaku lagi."Hmm..anu bude yang di Bogor, siapa tuh namanya," Mas Arya seperti mikir keras. Makanya kalau mau bikin cerita jangan setengah-setengah.
Aku mengangkat bahu, tak tahu. Setahuku kakak dari Ibu mertua, di Jawa semua tak ada yang di sini.
"Ah Mas lupa, sepupu jauh pokoknya, kami jarang bertemu juga," katanya lalu menyuap nasi goreng itu hingga tandas.Aku hanya sibuk ber "oh" ria.Tak apa aku pura-pura mengiyakan aja dulu, kasian dia sudah susah mengarang cerita hehehe.
Sudah jam setengah delapan, saatnya Mas Arya berangkat kerja, tapi dari tadi dia mondar-mandir tak karuan. Pasti menunggu Fitri, biarkan saja menunggu sampai lumutan. Pasti tu racun kesasar di jalan. Secara rumahku ini hampir mirip semua gerbang cluster nya. Kecuali dia orang yang teliti dan pandai mengingat jalan."Kenapa sih Mas?"kataku acuh.
"Ga apa-apa, Mas berangkat dulu ya. Eh, Itu si Fitri kenapa ga balik-balik ya?" tanyanya.
Nah kan bener kataku, dia pasti mengkhawatirkan istri mudanya.
"Paling nungguin Alisa, Mas. Alisa kan memang masih suka minta ditunggu in," kataku. Alisa memang masih sekolah di taman kanak-kanak, tapi anak itu tak pernah mau ditungguin. Mungkin karena kelas nya juga ga jauh dari kelas Alif.
"Oh, ya sudah. Mas berangkat dulu!" katanya, aku mencium tangan laki-laki itu takzim.Setelah memastikan Mas Arya pergi, aku menutup pintu. Mbok Yuna Artku, sengaja diliburkan hari ini. Ada tenaga muda sayang jika tak dimanfaatkan. Aku masuk ke kamar dimana semalam wanita itu tidur, ponsel nya tergeletak diatas meja, mungkin ketinggalan saat tadi dia berganti pakaian. Sempurna, semoga ga bisa pulang selamanya.
Sudah jam sepuluh Fitri belum juga pulang, khawatir? ga dong, aku hanya sedang memikirkan pekerjaan yang telah aku siapkan untuk nya nanti. Sebentar lagi Alisa pulang. Aku menghubungi Bu Fatma, guru Alisa.
"Assalamu'alaikum, Bu, Alisa sudah ada yang Jemput kah?"
"Wa'alaykumussalam...Belum Bu, ini masih di kelas," jawabnya, jadi fix ada pelakor yang nyasar tak bisa pulang hehehe.
"Oh baik Bu, saya akan minta Pak Rohim menjemput seperti biasa,"
Akupun memutuskan sambungan telepon itu dan beralih menelpon Pak Rohim tukang ojek langganan Alisa.
*****
Sudah jam sebelas, Alisa sudah makan dan sedang beristirahat. Suara motor terdengar dari luar, aku memasang muka khawatir.
"Fitri... Ya Allah, kamu kemana aja? kok baru pulang?"
Wajah lemas Fitri terlihat kesal.
"Aku nyasar Mbak, dan muter-muter nyari rumah ini. Aku tanya sana sini ga ada yang tahu karena aku juga ga hafal alamat. Mau menelpon, ponselku ketinggalan. Mana bensinnya sampai habis."
" Ya Allah, Fit...Muka kamu sampe kucel gitu, ya udah sana mandi, lalu makan. Mbak belum masak, kamu makan nasi goreng yang tadi aja ya, sayang kebuang,"Fitri menatapku nyalang, tapi aku cuek aja. Emang enak makan makanan dingin plus anyep. Doyan sama suami bekas sih. Aku berusaha keras menahan tawa.
Setelah mandi, wanita itu bergegas ke meja makan, pasti lapar sekali hari gini baru sarapan."Eh iya, Fit. Mbok Yuna hari ini ga masuk, tolong sekalian beresin meja makan ya, Mba juga lagi ga enak badan,"
Mulut Fitri menganga, aku meraba keningku seolah-olah sedang menahan sakit.
"Maafkan Mbak ya Fit, jadi merepotkan kamu!"
Perempuan itu memaksakan senyum, kemudian mengangguk lemah. Dan kembali makan tanpa peduli makanan itu masih enak apa tidak. Kasian sekali.
****
"Mas, aku tak mau disini, sumpah aku kapok." suara yang terdengar berbisik itu berasal dari kamar Fitri. Seperti nya dia sedang menelepon seseorang.
"Ga mau Mas, masa bodoh istri jelekmu itu bakalan curiga, kita sudah menikah. Aku juga ga mau lama-lama tinggal disini. Pokoknya kamu harus membelikan aku sebuah rumah seperti rumah ini, kalau perlu lebih luas dan lebih mewah, aku ini kamu nikahi dalam keadaan perawan lho, masih orisinil. kamu ingatkan!"
Aku berdecih, idih, perawan ga laku kali. Kalau perawan mana mau ngembat suami orang, toh masih banyak perjaka diluar sana. Atau jangan-jangan dia menyangka si Arya itu kaya raya kali ya, huh belum tau aja."Oke, aku tunggu ya mas, rumah beserta isi nya plus mobil. Juga aku mau segera bekerja lagi sebagai sekretaris kamu seperti dulu."
"Nanti malam kamu jangan ketiduran lagi, aku kesepian tau sayang, ini kan masih masa-masa pengatin baru kita. Kalau si Tua Dita itu ga mau menerimaku, aku ga masalah kok, yang penting aku cinta banget sama kamu sayang,"Ingin rasanya aku jejelin mulut pelakor itu dengan cabe berkilo-kilo atau dengan telor ayam yang kemarin viral dibuang-buang, tapi sabar dulu. Sabar...biarkan mereka tertawa dulu sejenak.****
drrttt drrttt drrttt
"Bu, semua sudah sesuai perintah, apa ada yang bisa dilakukan lagi, Bu?" telepon dari Pak IdrusAda rasa khawatir muncul di hatiku, takut Mas Arya akan menggunakan jabatan untuk mengeruk uang perusahaan. Ini tak bisa dibiarkan.
Kupastikan besok kau pulang dengan wajah muram, Mas.
Bersambung.
pov Author."Dian, gue ga mau ikut campur ya, jika nanti Lo stres sendiri ngadepin istrinya Arya!" ancam Dita sebelum Dian melakukan aksinya."Tenaaang, selama ada Mas Dicky dan Lo gue yakin urusan kelar." jawabnya dengan kepercayaan diri diatas rata-rata.[Datang ke Hotel Anggrek kamar no 113 jam 3 sore! Penting!]Dita mengirim pesan ke nomor ponsel Fitri, dengan nomor baru, sesuai rencana dengan Dian.Fitri yang sedang asik goyang ikan duyung terdampar di got dalam aplikasi toktok itu mengerutkan keningnya.[Siapa?] singkat, tapi dia sangat penasaran. Hotel anggrek adalah hotel yang terkenal dengan hotel esek-eseknya.[Lo ingin tau kan suami Lo kerja apaan? ga usah banyak tanya!]Fitri meski kesal tapi tetap penasaran. Niatnya yang hendak ketemuan dengan Beni, gebetan barunya dia undur dulu sementara waktu. Beni, lelaki tajir berumur hampir lima puluh tahun, seorang suami mata keranjang yang ingin Fitri porotin hartanya.Sudah beberapa hari ini Fitri jalan berdua sepeninggal Arya be
"Sempurna! gapapa Bu! tolong saya kali ini saja," aku memelas. Hingga ibu itu mau masuk kedalam apartemen nya dan berganti pakaian, wajahnya sumringah saat aku memberikan beberapa lembar uang merah ketangannya."Lepasin gue!" kata Ningsih saat tangannya dipegang kedua bodyguardku."Kenapa dia?" tanyaku heran."Maaf Bu, dia mau mencoba kabur!" ucap salah satu dari mereka."Ganti baju lo pake ini, dan sekalian cuci muka! cepatan!" Sebentar lagi Mas Reza datang. Aku ingin Ningsih tampil apa adanya, bukan dengan baju kurang bahan dan dadanan melebihi dempulan."Ga mau!" pekiknya."Oke, kalian bantu dia ganti baju. Sekalian mandiin," kataku mengancam."Siap Bu!" kedua algojo horor itu tersenyum mesum,hiiiiy."Oke...oke...oke...gue sendiri. Lepasin!" Ningsih meronta hingga tangan nya terlepas dari pegangan.Aku melempar daster yang tadi kudapatkan ke muka Ningsih sebelum wanita itu berlari terbirit-birit ke kamar, rasain. Berani mengangkat bendera perang dihadapanku. Mas Reza datang, wajah
"Lho..kok kamu!" wajah wanita itu memucat. Dia yang tiduran disofa lekas bangkit lalu meraih kain yang tergeletak dilantai untuk menutupi bagian dada nya yang terbuka. Sepertinya ini sudah dia persiapkan. Pelan tapi pasti aku melangkah masuk ke apartemen milik Ningsih ditemani dua body guardku yang bertampang seram."Oh katanya kamu sakit? sakit apa sakit?" ledekku, aku mendekati Ningsih, duduk didepan dan menatapnya lekat."Aku minta dokter Reza ke sini? kenapa malah kamu?" wanita itu masih nyolot, matanya tajam memperlihatkan ketidaksukaan."Dokter Reza lagi sibuk, banyak pasien yang benar-benar membutuhkan ikhtiar untuk sembuh. Mendatangimu sama saja dia mencari penyakit!,"kataku cuek."Apa mau mu?" tanyanya kasar."Lho kok apa mauku? aku dong yang seharusnya nanya? apa maumu, minta mas Reza datang ke sini dengan pura-pura sakit? trus minta diperiksa, lalu ngaku-ngaku suamiku menggoda kamu, trus ngaku-ngaku hamil, minta dinikahi gitu?" Wanita itu gelagapan."Basi! tau ga! rencana
"Maksud Bu Dian?" tanyaku."Ya... begitulah Mas. Mas Dicky punya wanita lain dibelakang sana." wajahnya datar. Tak tampak rasa sakit. Apa ini juga yang Dita rasakan saat itu."Laki-laki yang sekali berkhianat akan menikmatinya dan akan terus berulang-ulang hingga dia merasa jenuh sendiri, Bu." Eh, kok ini berasa menceritakan pengalaman sendiri ya?"Panggil Dian aja biar akrab. Kalau jam kantor baru panggil Bu Dian," wanita itu tersenyum, ah lesung dipipinya itu cantik sekali."Mas Gugun udah punya istri kan?" tanyanya lagi."Sudah, cuma ya begitu berasa tak punya istri. saya berangkat kerja dia masih pulas tidur. Tak memikirkan sarapan buat suaminya," Bukankah ini trik yang ampuh untuk menjerat perempuan dengan cerita yang akan membuatnya iba,hehe"Ya ampun, kasian sekali kamu Mas. Aku justru selalu telaten mengurus suami. Walau akhirnya aku tetap diduakan." senyum nya meredup."Kita seakan dua manusia yang dipertemukan dalam keadaan yang sama ya Di. Andai saja kamu belum menikah da
pov Arya"Di-dita?"Wajah cantik didepanku terlihat jutek."Itu istrimu tak mau pulang!" Dita yang memakai switter berwarna merah muda itu menunjuk ke arah mobil dibelakang mobil mewahnya.Ya ampun...tu cewek enak-enakan tidur. "Maaf, maaf...aku ga tahu Fitri kerumah kamu, Dek." ucapku ga enak.Tak lama suami Dita datang merangkul pundak istrinya."Apa perlu istri kamu saya yang angkat?" katanya judes. Kayaknya suami istri ini terganggu acaranya gara-gara Fitri."Eh, ga usah, saya saja!" aku bergegas membuka pintu mobil dan mengendong Fitri. Tubuh ini kurus tapi berat juga, apa dosa nya terlalu banyak kali ya. Bergegas aku memasukkan Fitri ke atas ranjang eh maksudnya ke atas kasur tipis kami, dan aku kembali keluar, tepat saat Dita dan suaminya hendak pergi."Terimakasih Dek Dita, Mas!" seruku.Dita membalikkan badannya dan menatapku tajam. Benar-benar tak sepertiDita yang kukenal."Bilang istrimu, rumahku bukan panti sosial! bukan juga warung makan!" katanya Sebelum dia melanjutk
"Halo, Dit gue to the point aja yaa? Arya Wiguna mantan kamu, kan?" sapa Dian seperti Metro mini ngejar setoran. Dian temanku jaman SMA dulu."Ho'oh napa emang!" mimpi apa semalam, bisa punya masalah sama mereka lagi. "Ini lagi ngelamar kerja di sini? terima kaga?" tanyanya."Sebenarnya udah diterima sama Mas Dicky, katanya kasian tampangnya melas banget. Tapi ngaku-ngaku namanya Gugun. Mau gue kerjain, gak?" lanjutnya."Terserah elo dah, gue udah ga ada urusan sama dia. Mau Lo jadiin pepes juga silahkan," jawabku. Dian malah ketawa ngakak."Yakiin ikhlas niih?" godanya."Ah Lo, cuma mau laporin itu doang? gue lagi nanggung, nih!" candaku sambil melirik mas Reza. lelaki itu meletakkan telunjuknya dibibir, ssst! Aku terkekeh."Pagi dinas juga, Neng?"ledek Dian.Aku membalas dengan tawa begitu juga Dian. Setelah telepon dimatikan aku mendekati Mas Reza."Mas, tolong anterin aku ke rumah Rusmini dong, Mas..." kataku merajuk."Mau ngapain?" katanya heran."Ada sesuatu yang ingin aku samp
"Sayang, hari ini ga kerumah sakit?" kataku membangunkan Mas Reza."Hmmm..aku mau ngabisin hari bersama mu aja sayang, takut dede utun nanti kangen sama Papa nya," jawab Mas Reza sambil menarikku dalam pelukan dan mengusap perutku yang masih rata. Sssttt ada si si"Udah ga mabok?" tanyanya lagi.Aku menggeleng, entah kenapa setiap ada dia morning sickness yang kurasakan selalu menghilang, ajaib.Tok tok tok tok"Non, ada tamu?" Sesi romantis-romantisan itu terjeda oleh suara ketukan dari luar. Aku bangkit dan membuka pintu."Siapa Mbok?" tanyaku."Itu Non, si ulat bulu?" aku mengernyitkan dahi."Ada apa dia pagi-pagi kesini?" gumamku."Mau tak kasih ramuan cinta lagi ga, Non?"kata Mbok Yuna tersenyum jahat.Aku ikut tersenyum jahat, "Sabar Mbok, kita lihat tujuan nya kesini, mau ngajak perang apa mau genjatan senjata,"Mbok Yuna mengacungkan jempolnya padaku. "Aku ganti baju dulu Mbok," aku masuk kembali ke dalam, mengganti baju dengan pakaian yang lebih tertutup, takut di ulat bul
Akupun bangkit kembali, memaksakan badan yang sebenarnya sudah sangat lelah.Aku pura-pura menyapu lantai yang sudah bersih, yang penting terlihat bekerja."Mas, daripada buang-buang tenaga menyapu yang sudah bersih, hayu ikut saya!" suara lembut namun tegas itu mengangetkanku. Dia melangkah cepat di depanku. Mau tak mau aku pun mengikuti dari belakang.Pasti mau diajak makan siang nih, secara sebentar lagi sudah waktunya istirahat. Tapi kok arahnya ke toilet, jangan jangan..."Bersihkan ini dulu, sampai waktu istirahat ya!" katanya tanpa pri-kekasihanan.Ya ampun dah seperti dapat hidangan pembuka, hueeeek!"Tapi Mbak eh Bu!" aku ingin membantah, tapi wanita itu menatapku tajam. Ga jadi ah!"Siap Bu!" akhirnya itu kata yang keluar dari mulutku. Asem! malah nyikat toilet!Istirahat tiba, aku bergegas berlari keluar pusat perbelanjaan itu. Mana kuat aku makan didalam, bisa-bisa aku pulang jalan kaki.Saat hendak menyebrang mau ke warung makan, sekilas aku melihat Dita dan suaminya lewa
Dan benar saja suara perempuan yang aku dengar benar-benar perempuan, bukan perempuan jadi-jadian kayak si lucintakutidak.Mataku terpana, seorang wanita cantik, putih, langsing dan punya lesung pipi pada kedua pipi nya itu tersenyum hangat padaku."Silahkan Masuk, ada yang bisa saya bantu?" katanya ramah.Mulutku masih mengaga, ups."Ma-maaf Mbak Dian, benar ini Mbak Dian kan?" kataku gugup."Benar saya Dian? kok tau?" "Karena Dian-tara banyak wanita yang kutemui hanya kamu yang paling menarik hati," uhuk jurus pertama.Wanita bernama Dian itu tersenyum manis."Ah, bisa aja. Mas ini siapa dan keperluannya apa?" tanyanya"Saya sudah diterima sebagai CS di sini oleh Pak Dicky, Mbak. Pak Dicky minta saya menemui Mbak, minta seragam, name tag juga kalau boleh minta hati nya walau sepotek," aku menunduk, pura-pura malu, Jurus kedua!Wanita itu terkekeh geli."Oh, begitu.. Saya siapkan dulu ya!" katanya lalu beranjak meninggalkanku.Aku tersipu, hilang Dita, datanglah Dian. Nasib baik mas