Hari ini jatah kamu nongkrong di kamar mandi, bukan ke hotel. Dasar Pelakor!
"Hayo dek, kita bawa Fitri ke dokter, mas khawatir jangan-jangan dia hamil,"Allah itu Maha Baik, saat lisan fasih berbohong, tanpa sadar dia terpeleset sendiri mengucap kejujuran.
"Hamil? Fitri udah nikah?" tanyaku sambil menatap tajam Mas Arya.
"Eh ga, bukan maksud nya takut keracunan makanan," katanya meralat, tapi justru mengundang singa didalam sana terbangun.
"Maksud kamu aku meracuni Fitri gitu!!" pekikku. Sengaja, kadang pelaku memang lebih nyolot dari korban, iya kan? hehe
"Aduh, maaf maksudnya takut kenapa-kenapa Dek, makanya kita periksa Fitri kenapa, Maaf mas ga bermaksud apa-apa."
Aku cemberut, kedua tangan terlipat didada.
"Aku kurang baik apa, Mas. Sepupu kamu nginap disini, makan disini, aku yang masakin, dia ga bantu apa-apa. Ga pernah aku masalahi. Sekarang kamu bilang aku memberi racun padanya,"
Aku mulai teriksak.
"Aduh..ya Allah, maafkan Mas sayang... Maafkan, mas ga sengaja, Mas ga ada maksud seperti itu, demi Allah,"
Mas Arya memelukku, dari sudut mata aku melihat Fitri baru saja keluar dari kamarnya setelah berganti pakaian, wajahnya memerah, murka. Lalu kembali masuk ke kamar, dan membanting dengan kencang.
Aku menahan tawa, emang enak habis mencr*t di celana, keluar kamar lihat pemandangan yang menakjubkan.
Mas Arya melepaskan pelukannya, dia mungkin baru sadar, Fitri cemburu.
Dengan terburu dia hendak menyusul Fitri."Mas kamu ga kerja, sana kerja biar aku yang ngurus Fitri,"
Aku memegang lengan Mas Arya, hingga langkah nya terhenti.
"Paling masuk angin, biar aku kerikin. Nanti dia naik ojek online aja ke rumah temannya, biar aku yang bayarkan,"
Wajah Mas Arya terlihat kecewa, bayangan seharian di hotel pasti sedang menari-nari di pikirannya, rasain!Drrttt Drrttt DrrtttTelepon Mas Arya berbunyi.
"Pagi, pak! Baik pak, Baik. Saya akan segera berangkat!"
"Maaf pak, tolong saya mohon. Saya ngaku salah. InsyaAllah saya akan lebih disiplin lagi..!""Baik Pak, Siap... Terimakasih banyak Pak!"Mas Arya mengakhiri panggilan itu dengan muka masam."Bos belagu, sia**n!" umpat nya.
Aku hanya menyeringai, tak salah Pak Idrus memilih orang untuk menjadi atasan baru Mas Arya.
"Dek, Mas Pamit. Si botak udah marah-marah karena Mas kesiangan,"
Laki-laki itu bergegas menuju mobilnya dan berlalu dengan cepat. Siap-siap sibuk hari ini ya Mas, bukan sibuk di hotel, tapi sibuk ngurusin pekerjaan. Biar tak makan gaji buta, hahaha"Mbak, Mas Arya sudah berangkat?" tanya Fitri. Wanita itu masih memegang perut nya, pasti menahan mulas.
"Sudah!"kataku singkat.Aku sedang mengetik pesan buat Pak Idrus, agar memberdayakan Mas Arya, jangan sampai dia ga ada pekerjaan, memberi list laporan yang harus dia kerjakan hari ini juga.
"Kenapa ga nungguin aku sih?"
Wanita itu merutuk. Sebenarnya ingin tak sleding biar tau diri, tapi ah sabar dulu Dita.
"Kamu lagian lama banget di kamar mandi!" kataku cuek.
"Mbak, aku diare! mungkin aku ga cocok makan masakan Mbak?"
What? Aku ga salah dengar."Bukan kamu yang ga cocok sama masakan Mbak, tapi masakan nya yang ga cocok sama kamu! masa makan spaghetti aja sampe mules-mules."
Mataku tak beralih dari layar ponsel, lagi meeting online ini sebenarnya.
Tuuuuuutttt! Preeeet!
"Aduh, maaf Mbak, aku ga sengaja! aduuh..."Fitri berlari lagi ke kamar mandi, satu tangan memegang perut dan satu nya lagi memegang pant*t nya.
"hiyuuuuh ga sopan!" rutukku.
Kasian juga sebenarnya, tapi dia cuma sakit perut, bentar lagi pasti sembuh. Aku? aku dipecundangi oleh pecundang. Yang sakit bukan fisik. Tapi hati.
Tak tega melihat Fitri yang sudah lemas, akupun memberikan sebuah obat padanya. Bukan karena aku baik hati, tapi aku tak mau dia mati di sini karena dehidrasi, repot nanti. hahaha
******Malam itu Mas Arya pulang telat, wajah nya lelah sekali. Bos botak pasti ngasih pekerjaan banyak hari ini padanya.Namanya Om Binsar, dia masih saudara jauhku. Badan nya yang tinggi tegap, dengan kepala botak membuat tampangnya kian sangar. Ilmu dan keahliannya jangan ditanya. Dulu dia yang merintis usaha ini dengan ayah, karena merasa sudah usia beliau mengajukan pensiun dini, dan beralih membuka usaha restoran yang sekarang juga sudah sangat maju.Tapi berkat rayuanku, beliau mau lagi terjun mengurus perusahaan. Tentu saja hanya sebagai formalitas. Tetap aku yang mengendalikan. Terpaksa aib rumah tanggaku, kuceritakan padanya. Dan berjanji jangan memberitahu Papa.
"Lelah banget sepertinya, Mas?"kataku sambil menyerahkan secangkir teh pada Mas Arya yang duduk di sofa dengan wajah sangat letih.
Dia meraih teh yang aku berikan dan menyesapnya.
"Iya Dek, Pak Binsar atasan baru Mas memang kebangetan, semua laporan harus direvisi lagi, bikin yang rapi. Berikut data-data yang ada harus disesuaikan dengan bukti, invoice serta laporan dilapangan. Itu kan sama saja ngerjain Mas, Dek. Bolak balik bagian dokumen dan memilah-milah satu-satu."
Aku menggenggam tangan nya, walau dalam hati berucap "good job Om!""Sabar ya Mas,!" "Mas mau nyari kerja lain Dek, Mas ga sanggup punya atasan galak dan tempramental seperti dia, bentar-bentar marah, gebrak meja, jantung rasanya ngap-ngapan seharian,"Aku tak sengaja ketawa, kebayang ekspresi Om Binsar yang punya darah Batak itu bicara dengan logat Medan nya memarahi Mas Arya.
"Kok kamu ketawa!"
"Maaf Mas, aku ga sengaja. Habis kamu bilang ngap-ngapan, aku jadi kebayang ikan dalam kolam yang kering,"
Duh, plis deh, imajinasi jangan liat banget. Ga enak ketawa di atas penderitaan orang lain kan, takut kualat hihi
"Oya, Fitri kemana? Sudah sembuh belum?"Tawa dibibir lenyap seketika.
"Udah, ada tuh di kamar."jawabku cuek.
"Bilangin Fitri, dia diterima di kantor Mas."
Hebat banget kan aktingnya, padahal tadi siang dia udah kissing-kissing virtual mengabarkan itu kepada wanita itu.
"Ya Mas, nanti aku kasih tau," kataku pahit.
"Mas mau mandi dulu, belum sholat isya juga,"
"Ya sudah sana Mas, aku lagi ga sholat jadi aku tidur duluan ya..."
Dia mengecup puncak kepalaku sesaat dan melangkah masuk ke kamar.
Tak kupungkiri, aku masih sangat mencintainya, rasa itu masih sama jika saja dia tak mencurangiku seperti ini. Toh aku bukan wanita pembenci syariat Poligami, tapi kalau caranya seperti ini, siapa yang sudi.
Aku menatap pesan dari Fitri kepada Mas Arya yang tercopy di gawaiku.[Mas, kita ini suami istri, kenapa begitu sulit hanya untuk mendapatkan hak ku sebagai istri mu, aku juga wanita Mas punya syahwat, aku juga istrimu, hak ku juga sama dengan Mbak Dita. Kita ini juga masih pengantin baru kan mas? aku sakit melihat kenyataan ini, sampai kapan kita kucing-kucingan seperti ini.]
Pesan yang hanya dibalas dengan emoticon menangis yang begitu banyak oleh Mas Arya.
Aku menekan dada kuat-kuat, Sesak. Biarlah malam ini aku ijinkan mereka mendapatkan haknya.
Mas Arya keluar dari kamar mandi, melihatku tertidur dia bergerak pelan membuka pintu kamar kami.Dan dengan sangat hati-hati dia menutup kembali, hingga bayangan tubuhnya hilang dibalik kamarku yang terasa begitu sepi.
Aku membuka mataku perlahan, air itu memberondong mengaliri pipi. Begitu berat rasanya berbagi.
Ya Allah... Apa ini ujian kenikmatan yang selama ini Engkau berikan.
Bolehkah aku menyerah, atau harus bertahan dengan luka yang pasti akan aku rasakan berkali-kali.Bayangan mereka yang memadu kasih membuatku kian terhenyak. Berusaha meyakinkan hati bahwa mereka suami istri, apa yang mereka lakukan halal dalam agama ini. Tapi sakit nya itu tak terperi.
Aku melangkah ke kamar Alisa dan Alif yang sudah tertidur lelap, wajah mereka begitu polos tanpa dosa.Mama siap menjadi janda Nak, tapi mama tak sanggup melihat kalian hidup dengan keluarga yang tak lagi sempurna.
Ya Allah..
kenapa aku begitu rapuh..pov Author."Dian, gue ga mau ikut campur ya, jika nanti Lo stres sendiri ngadepin istrinya Arya!" ancam Dita sebelum Dian melakukan aksinya."Tenaaang, selama ada Mas Dicky dan Lo gue yakin urusan kelar." jawabnya dengan kepercayaan diri diatas rata-rata.[Datang ke Hotel Anggrek kamar no 113 jam 3 sore! Penting!]Dita mengirim pesan ke nomor ponsel Fitri, dengan nomor baru, sesuai rencana dengan Dian.Fitri yang sedang asik goyang ikan duyung terdampar di got dalam aplikasi toktok itu mengerutkan keningnya.[Siapa?] singkat, tapi dia sangat penasaran. Hotel anggrek adalah hotel yang terkenal dengan hotel esek-eseknya.[Lo ingin tau kan suami Lo kerja apaan? ga usah banyak tanya!]Fitri meski kesal tapi tetap penasaran. Niatnya yang hendak ketemuan dengan Beni, gebetan barunya dia undur dulu sementara waktu. Beni, lelaki tajir berumur hampir lima puluh tahun, seorang suami mata keranjang yang ingin Fitri porotin hartanya.Sudah beberapa hari ini Fitri jalan berdua sepeninggal Arya be
"Sempurna! gapapa Bu! tolong saya kali ini saja," aku memelas. Hingga ibu itu mau masuk kedalam apartemen nya dan berganti pakaian, wajahnya sumringah saat aku memberikan beberapa lembar uang merah ketangannya."Lepasin gue!" kata Ningsih saat tangannya dipegang kedua bodyguardku."Kenapa dia?" tanyaku heran."Maaf Bu, dia mau mencoba kabur!" ucap salah satu dari mereka."Ganti baju lo pake ini, dan sekalian cuci muka! cepatan!" Sebentar lagi Mas Reza datang. Aku ingin Ningsih tampil apa adanya, bukan dengan baju kurang bahan dan dadanan melebihi dempulan."Ga mau!" pekiknya."Oke, kalian bantu dia ganti baju. Sekalian mandiin," kataku mengancam."Siap Bu!" kedua algojo horor itu tersenyum mesum,hiiiiy."Oke...oke...oke...gue sendiri. Lepasin!" Ningsih meronta hingga tangan nya terlepas dari pegangan.Aku melempar daster yang tadi kudapatkan ke muka Ningsih sebelum wanita itu berlari terbirit-birit ke kamar, rasain. Berani mengangkat bendera perang dihadapanku. Mas Reza datang, wajah
"Lho..kok kamu!" wajah wanita itu memucat. Dia yang tiduran disofa lekas bangkit lalu meraih kain yang tergeletak dilantai untuk menutupi bagian dada nya yang terbuka. Sepertinya ini sudah dia persiapkan. Pelan tapi pasti aku melangkah masuk ke apartemen milik Ningsih ditemani dua body guardku yang bertampang seram."Oh katanya kamu sakit? sakit apa sakit?" ledekku, aku mendekati Ningsih, duduk didepan dan menatapnya lekat."Aku minta dokter Reza ke sini? kenapa malah kamu?" wanita itu masih nyolot, matanya tajam memperlihatkan ketidaksukaan."Dokter Reza lagi sibuk, banyak pasien yang benar-benar membutuhkan ikhtiar untuk sembuh. Mendatangimu sama saja dia mencari penyakit!,"kataku cuek."Apa mau mu?" tanyanya kasar."Lho kok apa mauku? aku dong yang seharusnya nanya? apa maumu, minta mas Reza datang ke sini dengan pura-pura sakit? trus minta diperiksa, lalu ngaku-ngaku suamiku menggoda kamu, trus ngaku-ngaku hamil, minta dinikahi gitu?" Wanita itu gelagapan."Basi! tau ga! rencana
"Maksud Bu Dian?" tanyaku."Ya... begitulah Mas. Mas Dicky punya wanita lain dibelakang sana." wajahnya datar. Tak tampak rasa sakit. Apa ini juga yang Dita rasakan saat itu."Laki-laki yang sekali berkhianat akan menikmatinya dan akan terus berulang-ulang hingga dia merasa jenuh sendiri, Bu." Eh, kok ini berasa menceritakan pengalaman sendiri ya?"Panggil Dian aja biar akrab. Kalau jam kantor baru panggil Bu Dian," wanita itu tersenyum, ah lesung dipipinya itu cantik sekali."Mas Gugun udah punya istri kan?" tanyanya lagi."Sudah, cuma ya begitu berasa tak punya istri. saya berangkat kerja dia masih pulas tidur. Tak memikirkan sarapan buat suaminya," Bukankah ini trik yang ampuh untuk menjerat perempuan dengan cerita yang akan membuatnya iba,hehe"Ya ampun, kasian sekali kamu Mas. Aku justru selalu telaten mengurus suami. Walau akhirnya aku tetap diduakan." senyum nya meredup."Kita seakan dua manusia yang dipertemukan dalam keadaan yang sama ya Di. Andai saja kamu belum menikah da
pov Arya"Di-dita?"Wajah cantik didepanku terlihat jutek."Itu istrimu tak mau pulang!" Dita yang memakai switter berwarna merah muda itu menunjuk ke arah mobil dibelakang mobil mewahnya.Ya ampun...tu cewek enak-enakan tidur. "Maaf, maaf...aku ga tahu Fitri kerumah kamu, Dek." ucapku ga enak.Tak lama suami Dita datang merangkul pundak istrinya."Apa perlu istri kamu saya yang angkat?" katanya judes. Kayaknya suami istri ini terganggu acaranya gara-gara Fitri."Eh, ga usah, saya saja!" aku bergegas membuka pintu mobil dan mengendong Fitri. Tubuh ini kurus tapi berat juga, apa dosa nya terlalu banyak kali ya. Bergegas aku memasukkan Fitri ke atas ranjang eh maksudnya ke atas kasur tipis kami, dan aku kembali keluar, tepat saat Dita dan suaminya hendak pergi."Terimakasih Dek Dita, Mas!" seruku.Dita membalikkan badannya dan menatapku tajam. Benar-benar tak sepertiDita yang kukenal."Bilang istrimu, rumahku bukan panti sosial! bukan juga warung makan!" katanya Sebelum dia melanjutk
"Halo, Dit gue to the point aja yaa? Arya Wiguna mantan kamu, kan?" sapa Dian seperti Metro mini ngejar setoran. Dian temanku jaman SMA dulu."Ho'oh napa emang!" mimpi apa semalam, bisa punya masalah sama mereka lagi. "Ini lagi ngelamar kerja di sini? terima kaga?" tanyanya."Sebenarnya udah diterima sama Mas Dicky, katanya kasian tampangnya melas banget. Tapi ngaku-ngaku namanya Gugun. Mau gue kerjain, gak?" lanjutnya."Terserah elo dah, gue udah ga ada urusan sama dia. Mau Lo jadiin pepes juga silahkan," jawabku. Dian malah ketawa ngakak."Yakiin ikhlas niih?" godanya."Ah Lo, cuma mau laporin itu doang? gue lagi nanggung, nih!" candaku sambil melirik mas Reza. lelaki itu meletakkan telunjuknya dibibir, ssst! Aku terkekeh."Pagi dinas juga, Neng?"ledek Dian.Aku membalas dengan tawa begitu juga Dian. Setelah telepon dimatikan aku mendekati Mas Reza."Mas, tolong anterin aku ke rumah Rusmini dong, Mas..." kataku merajuk."Mau ngapain?" katanya heran."Ada sesuatu yang ingin aku samp
"Sayang, hari ini ga kerumah sakit?" kataku membangunkan Mas Reza."Hmmm..aku mau ngabisin hari bersama mu aja sayang, takut dede utun nanti kangen sama Papa nya," jawab Mas Reza sambil menarikku dalam pelukan dan mengusap perutku yang masih rata. Sssttt ada si si"Udah ga mabok?" tanyanya lagi.Aku menggeleng, entah kenapa setiap ada dia morning sickness yang kurasakan selalu menghilang, ajaib.Tok tok tok tok"Non, ada tamu?" Sesi romantis-romantisan itu terjeda oleh suara ketukan dari luar. Aku bangkit dan membuka pintu."Siapa Mbok?" tanyaku."Itu Non, si ulat bulu?" aku mengernyitkan dahi."Ada apa dia pagi-pagi kesini?" gumamku."Mau tak kasih ramuan cinta lagi ga, Non?"kata Mbok Yuna tersenyum jahat.Aku ikut tersenyum jahat, "Sabar Mbok, kita lihat tujuan nya kesini, mau ngajak perang apa mau genjatan senjata,"Mbok Yuna mengacungkan jempolnya padaku. "Aku ganti baju dulu Mbok," aku masuk kembali ke dalam, mengganti baju dengan pakaian yang lebih tertutup, takut di ulat bul
Akupun bangkit kembali, memaksakan badan yang sebenarnya sudah sangat lelah.Aku pura-pura menyapu lantai yang sudah bersih, yang penting terlihat bekerja."Mas, daripada buang-buang tenaga menyapu yang sudah bersih, hayu ikut saya!" suara lembut namun tegas itu mengangetkanku. Dia melangkah cepat di depanku. Mau tak mau aku pun mengikuti dari belakang.Pasti mau diajak makan siang nih, secara sebentar lagi sudah waktunya istirahat. Tapi kok arahnya ke toilet, jangan jangan..."Bersihkan ini dulu, sampai waktu istirahat ya!" katanya tanpa pri-kekasihanan.Ya ampun dah seperti dapat hidangan pembuka, hueeeek!"Tapi Mbak eh Bu!" aku ingin membantah, tapi wanita itu menatapku tajam. Ga jadi ah!"Siap Bu!" akhirnya itu kata yang keluar dari mulutku. Asem! malah nyikat toilet!Istirahat tiba, aku bergegas berlari keluar pusat perbelanjaan itu. Mana kuat aku makan didalam, bisa-bisa aku pulang jalan kaki.Saat hendak menyebrang mau ke warung makan, sekilas aku melihat Dita dan suaminya lewa
Dan benar saja suara perempuan yang aku dengar benar-benar perempuan, bukan perempuan jadi-jadian kayak si lucintakutidak.Mataku terpana, seorang wanita cantik, putih, langsing dan punya lesung pipi pada kedua pipi nya itu tersenyum hangat padaku."Silahkan Masuk, ada yang bisa saya bantu?" katanya ramah.Mulutku masih mengaga, ups."Ma-maaf Mbak Dian, benar ini Mbak Dian kan?" kataku gugup."Benar saya Dian? kok tau?" "Karena Dian-tara banyak wanita yang kutemui hanya kamu yang paling menarik hati," uhuk jurus pertama.Wanita bernama Dian itu tersenyum manis."Ah, bisa aja. Mas ini siapa dan keperluannya apa?" tanyanya"Saya sudah diterima sebagai CS di sini oleh Pak Dicky, Mbak. Pak Dicky minta saya menemui Mbak, minta seragam, name tag juga kalau boleh minta hati nya walau sepotek," aku menunduk, pura-pura malu, Jurus kedua!Wanita itu terkekeh geli."Oh, begitu.. Saya siapkan dulu ya!" katanya lalu beranjak meninggalkanku.Aku tersipu, hilang Dita, datanglah Dian. Nasib baik mas