Nyonya Greta semakin kesal, apa pun yang dia lakukan semua serba salah. Segala yang dia buat penuh cinta berakhir dengan tuduhan yang menyakitkan hatinya. Tahu begini, biarlah mbok Rumi dan para pelayan yang melakukan tugasnya. Mulai besok, dia tak ingin memasak lagi."Ayolah sayang kita kembali turun menemui ibu," bujuk Bram pada istrinya itu."Tapi, aku tak mau meminta maaf. Bukan salahku menaruh belatung di sup itu," ujar Greta kekeh, tak ingin disalahkan."Baiklah, tapi setidaknya kita bicarakan baik-baik bersama ibu."Nyonya Greta akhirnya memutuskan mengikuti kemauan suaminya.Ibu mertua dan Nita masih duduk di meja makan. Saat melihat wajah Greta dan Bram turun dari lantai atas, ibu Siti memalingkan wajahnya. Dia merasa sudah dikerjai habis-habisan oleh menantunya saat ini."Bram, besok kalau mau membuatkan masakan buat ibu dan Nita, pakai perasaan dong. Jangan mentang-mentang ibu dan Nita datang dari kampung, terus pelayan kamu dengan seenaknya membuat masakannya yang menjiji
" Ibu, apa yang kalian lakukan di sini?"Wajah nyonya Greta membuat ketiga orang itu terkejut setengah mati.Wajah ibu Siti dan Nita mendadak menjadi tegang, juga tak bersuara. Kenapa Greta bisa berada di sini. Apa dia mendengar semua perkataan buruknya pada Hani. Ah, Kenapa harus secepat ini mereka ketahuan."Ibu, kenapa kalian berada di kamar Hani?" Tanya Greta penuh selidik. "Nita apa ada yang sedang kalian sembunyikan dariku di sini?" Greta bertanya penuh penekanan. "Aduh, apa yang harus aku katakan pada iparku ini. Bagaimana kalau aku salah bicara. Bisa saja Greta akan mengusir aku dan ibu. Padahal aku masih ingin berlama-lama tinggal di rumah ini, masih ingin menikmati fasilitas mewah milik kakak ipar kaya raya ini," gumam Nita dalam hatinya.Sedang Hani tak ingin ikut campur. Dia memilih diam, lebih tepatnya dia ingin sekali melihat bagaimana ibu mertua dan iparnya berdalih. "Ayolah ibu, katakanlah alasannya," gumam Hani dalam hatinya. Dia suah tak sabar mendengar jawaban
Ibu Siti tak bisa melawan rasa takutnya hingga dia jatuh ke lantai dan tak sadarkan diri. Hani menahan tawanya dan merasa berhasil mengerjai ibu mertua nyonya majikannya itu. Kemudian dia memilih kembali menuju ke kamar belakang miliknya dengan santai.Saat melewati ruang tengah, suara dengkuran Nita memenuhi ruangan ini. Hani hanya menggelengkan kepalanya melihat Nita yang tertidur pulas. Bahkan jika terjadi sesuatu pada ibu Siti di kamar tamu, dia takkan menyadarinya. Bagaimana tidak, Hani tertawa lecil, tadi saat selesai makan malam Hani membubuhkan obat tidur di gelas teh milik Nita. Semua itu demi melancarkan rencananya.Kring kring Bunyi telpon di meja kecil mengagetkan Hani.Hani mendekati meja, lalu memberanikan diri mengangkat telponnya."Halo.""Hani," panggil suara di seberang telpon."Iya nyonya, saya disini.""Saya bisa minta tolong sama kamu, katakan pada ibu mertua dan Nita, kalau aku sama mas Bram belum bisa pulang malam ini. Masih banyak urusan yang belum dilakukan d
Bram masuk ke ruangan ibu Siti. Dia tak tega melihat ibunya yang kini terbaring lemah. Sedang Nita, dia hanya menangis di samping ibunya. Teringat lagi kata dokter barusan pada mereka."Ibu anda jangan dibuat stres dahulu. Agar darah tingginya bisa dengan cepat distabilkan kembali."Bram mengusap wajahnya dengan kasar. Greta mendekati suaminya yang masih duduk di bangku panjang depan ruangan ibu Siti. Dia menggenggam tangan suaminya itu dengan erat."Sabar sayang, kita pasti bisa melewati semua ini."Bram menganggukkan kepala. Tiga hari bu Siti mendapatkan perawatan di rumah sakit. Membuat Bram dan Greta bolak balik menuju ke Rumah Sakit.Hingga siang ini ibu Siti dipulangkan. Di depan pintu rumah mewah dia turun, dipapah oleh putranya.Para pelayan menyambut mereka menyiapkan semua kebutuhan ibu Siti. Setelah ibu Siti dibaringkan di atas tempat tidur, mereka membiarkannya beristirahat."Eh pelayan," panggil Nita pada seorang pelayan di dapur."Iya, nyonya," jawab pelayan itu patuh.
Ternyata reaksi obat diet Winda sungguh sangat cepat terlihat. Baru saja diminum beberapa teguk, ibu Siti sudah keluar masuk toilet. Tanpa melihat Hani sudah sangat puas dengan hasil kerja obat buatannya. Sedang Nita masih belum mendapatkan kesempatan mengajak ibunya berbicara."Ibu kamu lama-lama sudah sangat keterlaluan mas.""Sayang, kamu kan tahu ibu itu sudah tua. Dia hanya perlu banyak perhatian dari anak-anaknya.""Tapi bukan begitu juga caranya. Selalu saja berbicara tanpa memikirkan perasan orang lain. Kalau aku memang jahat dari awal juga aku tak mau mengijinkan mereka kemari. Mereka berada di sini sudah aku sambut dengan baik, memberikan semua fasilitas terbagus dalam rumah ini. Bahkan saat makan pun kiya bersama-sama.""Iya sayang, mas mengerti dengan perasan kamu. Mas minta maaf yah, kalau ibu selalu buat kamu tersinggung."Bram lalu memeluk istrinya dalam dekapannya."Kalian sedang membicarakan ibu ya?"Tiba-tiba suara ibu Siti mengagetkan mereka. Ibu Siti berdiri di pi
"Permintaan ibu tak banyak nak, pasti kamu bisa mengabulkannya kan. Ibu yakin istri kamu punya uang yang banyak dan bisa untuk membelikan perhiasan untuk ibu," ucap ibu Siti Bram hanya mengangguk, buat hati ibu Siti semakin bahagia."Kalau kamu membelikannya dengan segera, mungkin ibu bisa lebih cepat sembuh." Ucapnya lagi memohon dengan suara yang dibuat selemah mungkin.Bram hanya menunduk dan terdiam, dalam pikirannya bagaimana caranya dia membujuk istrinya untuk bisa membelikan perhiasan untuk ibunya ini."Bram, kok kamu diam aja?""Bu--kan begitu bu."Bram tergagap dengan pertanyaan ibunya."Kamu diam, berarti tak mau membelikan ibu perhiasan mahal ya?"Rajuk ibu Siti pada putranya."Iya bu, nanti Bram belikan untuk ibu."Bram memilih menenangkan hati ibunya."Begitu dong nak, ibu merasa paling beruntung di dunia, mempunyai putra yang sangat menyayangi ibu," puji ibu Siti.Bram menggaruk tengkuknya yang tak gatal.Tanpa sengaja Hani mendengar pembicaraan Bram dan ibunya. Semua it
Permintaan ibu mertua yang begitu tak masuk akal membuat Greta semakin tak suka. Tapi dia lebih memilih mendiamkannya, apalagi pernikahannya dengan Bram masih seumur jagung. Bukannya apa, hanya saja malas untuk mempermasalahkannya.Sudahlah dengan masalah perhiasan, kelakuan ibu mertua dan iparnya semakin membuat nyonya Greta tak suka. Saat memerintah pelayan dengan kasar. Memperlakukan mereka seenaknya saja. Pada hal selama ini nyonya Greta tak pernah membuat batasan antara dia dan para pelayannya.Semua pelayan di rumah ini dianggap sebagai saudaranya sendiri. Bahkan jika dia ingin meminta bantuan pada pelayannya, nyonya Greta meminta tolong dengan kata yang halus tanpa berteriak. Karena dia yakin pelayannya pasti sudah mengerti apa yang harus mereka lakukan.Nyonya Greta memilih pergi ke perusahaannya. Mungkin di sana akan lebih baik. Dari pada berdiam di dalam rumah dan melihat kelakuan sang ibu mertua yang begitu kasar. Berulang kali dia meminta suaminya untuk menegur sang ibu, a
Seharian penuh nyonya Greta tak bermain dengan ponselnya. Saat mengambil ponsel di dalam tas hitam miliknya, setelah kerja dia langsung menyimpan tas di dalam kamarnya. Seingatnya sejak pagi tadi dia sibuk, dan tak sempat untuk membuka tasnya.Kaget dan shock tak mampu mengeluarkan kata-kata. Notifikasi pemakaian kartu kredit atas nama suaminya banyak sekali. Transaksi dengan angka jutaan hingga puluhan juta untuk barang-barang yang penuh di ruang tengah milik ibu mertua dan iparnya."Mas, apa yang sudah ibu kamu lakukan. Lihat begitu banyak transaksi hari ini akibat ulah mereka. Apa kamu sengaja memberikan kartu kredit milikmu untuk digunakan seenaknya oleh ibu dan adikmu itu. Belum cukupkah baru kemarin kita membelikan ibu kamu set perhiasan emas yang tak murah harganya. Dan lihat sekarang apa yang sudah mereka lakukan. Aku tak mengerti jalan pikiran ibu dan adikmu, bisakah mereka menghargai aku di dalam rumah ini?"Emosi Greta sudah mencapai ubun-ubun. Dia melampiaskan kemarahann