Home / Romansa / Kekasih Diam-Diam Sang CEO / Makan Siang Tak Terduga

Share

Makan Siang Tak Terduga

last update Last Updated: 2023-02-01 12:34:38

“Memang rasa sakit harus dihadapi, bukan dihindari. Seperti yang Namira rasakan saat ini.”

Namira melongo melihat Dewangga yang mempersilakan petugas dari hotel masuk ke dalam kamarnya. Ia merasa canggung, takut ada salah paham yang terjadi setelah ini. Tetapi, wajah Dewangga sama sekali tidak menyimpan perasaan yang sama dengan Namira. Dewangga justru terlihat nyaman dan biasa saja.

“Tolong disiapkan makanannya di sini ya, mba!” perintah Dewangga kepada petugas yang baru saja masuk ke dalam kamar hotelnya.

“Baik, pak,” jawab mba-mba itu.

Namira duduk di ujung ranjang. Bingung harus bersikap seperti apa. Jika ada satu kata yang salah saja dari mulutnya, ia takut menjadi berita di luar sana. Apalagi Dewangga adalah salah satu pengusaha sukses yang dikenal oleh banyak orang. Mungkin salah satunya adalah mba-mba hotel ini.

“Gue harus gimana ini? Nggak mungkin gue duduk diem di ranjang seperti ini,” batin Namira.

Namira menggigit bawah bibirnya, berpikir keras agar tidak diam saja seperti patung tidak berguna.

“Namira, ayo kita makan siang!” ajak Dewangga.

Jantung Namira kembali tidak aman setelah mendengar panggilan dari bosnya.

“Eeee tapi, Pak. Saya sudah makan,” jawab Namira hati-hati.

“Sudah selesai semuanya, Pak. Jika ada yang perlu kami bantu, silakan hubungi saja ya, Pak. Saya permisi,” ujar perempuan yang menjadi pelayan Dewangga di dalam kamarnya.

Dewangga memberi senyuman dingin sekaligus mempersilakan perempuan itu keluar dari kamarnya. Kini yang ada hanyalah Namira dan Dewangga. Namira semakin merasa tertekan.

“Apa yang akan terjadi setelah ini?” tanya Namira dalam hatinya.

“Namira, ayo kita makan siang!” ajak Dewangga lagi.

“Tapi, pak....”

Namira mencoba mencari alasan agar tidak makan bersama di dalam kamar hotel. Tetapi, Dewangga memaksa Namira. Bahkan, Dewangga sampai menjemput Namira di atas ranjang.

“Eeee, Pak,” ucap Namira ketakutan.

“Kamu kenapa takut seperti itu? Saya tidak akan berbuat yang seperti kamu bayangkan. Saya hanya ingin mengajak kamu makan siang bersama,” jelas Deaangga.

“Apa perlu saya gendong sampai ke ruang makan?” Dewangga mengancam dengan ancaman yang manis. Tetapi justru itu membuat Namira senam jantung.

Namira langsung berdiri dan berjalan menuju ke ruang makan kecil yang ada di dalam kamar itu. Namira berjalan mendahului bosnya. Dewangga senyum tipis, sikap dinginnya masih lebih tebal.

“Kamu pasti belum makan?” tanya Dewangga.

Namira memiliki dua pilihan, antara bersikap jujur atau berbohong demi satu kebaikan. Ternyata kali itu, ucapan yang Namira pilih adalah sebuah kejujuran.

“Iya, pak,” jawab Namira singkat.

Dewangga mempersilakan Namira untuk makan siang bersamanya. Walaupun mereka hanya berdua saja, namun, menu makanan yang ada di meja sangatlah beragam.

“Harusnya orang yang ada di hadapanku bukanlah Pak Dewangga, melainkan Aidan. Tapi, kenyataan justru sebaliknya,” batin Namira.

Namira sulit mengunyah dan menelan makanannya. Ia masih teringat dengan sang kekasih yang berdua dengan perempuan lain di dalam satu kamar hotel.

“Namira, ada apa?” tanya Aidan ketika melihat Namira hanya melihat dan memainkan makanan di piringnya.

“Eeee.. enggak, Pak,” jawab Namira gugup.

Namira langsung menyuapkan makanan yang sudah ia sendok, karena terburu-buru akhirnya ia pun tersedak.

“Minumlah,” ujar Dewangga menyodorkan gelas berisi air putih.

Namira mengambil gelas itu dan meneguknya perlahan. Batuk-batuknya pun kian menghilang. Namira sudah lebih baik dan bisa berbicara kembali.

“Makan dulu, Namira. Setelah ini silakan kamu kembali dalam pikiran kamu itu,” ucap Dewangga.

Namira mengangguk, mencoba mengerti dan menjalankan perintah dari bosnya. Tetapi, pikiran dan hatinya benar-benar tidak bisa mengistirahatkan dari rasa sakit. Namira menahan air mata yang hampir menetes saat itu juga. Ia membayangkan apa yang terjadi saat ini di kamar 211.

“Aidan, kenapa kamu tega!” ucap Namira lirih.

Dewangga mendengar ucapan Namira walaupun tidak terlalu jelas.

“Namira,” panggil Dewangga.

Namira menengok ke arah sang bos, namun, air matanya tak sanggup ia bendung lagi. Aliran air mata itu kembali terjadi, kini di depan Dewangga.

Dewangga mengelus punggung tangan Namira yang bisa ia raih. Namira terkejut, ia hampir saja menarik tangannya itu dengan kasar. Namira mencoba berpikir positif jika Dewangga hanyalah ingin memberinya ketenangan. Namira membiarkan tangan Dewangga di atas tangannya, meski ketenangan itu hanyalah sekian persen yang datang.

“Emmm, ma-maaf, Pak. Saya jadi nangis di depan Bapak. Mari kita lanjutkan makan siangnya, Pak,” ujar Namira seraya menghapus bulir air mata yang tertinggal di pipinya.

Deaangga mengangguk. Ia menuruti apa yang dikatakan oleh sekretarisnya itu. Kolaborasi suara piring dan sendok menjadi teman Namira dan Dewangga siang itu. Dewangga terlihat menikmati makanannya, sedangkan Namira merasa sedikit segan untuk melahap setiap sendok makanan.

Setelah makan siang, Namira berniat untuk kembali ke kantor. Sebab, waktu sudah menunjukkan bahwa Namira terlambat kembali ke kantor setelah makan siang.

“Namira, tolong bantu saya memilih jas yang bagus. Saya akan bertemu dengan salah satu sahabat lama saya,” pinta Dewangga.

Namira berdiri dan mendekat ke arah Dewangga.

“Baik, Pak,” jawab Namira sambil berjalan menuju ke arah Dewangga.

Di depan Namira terlihat lemari yang tidak besar tetapi menyimpan cukup banyak jas.

“Banyak sekali jas di lemari ini, Pak?” tanya Namira.

Dewangga hanya tersenyum tipis. Ia memperhatikan Namira yang sedang sibuk memilih jas untuk dikenakan bosnya itu.

“Semua ini jas baru. Beberapa hari lalu saya membeli jas ini, karena saya malas pulang ke rumah untuk sekedar mengambil jas atau pakaian,” jawab Dewangga terlambat.

Namira merasa bersalah setelah mendengar jawaban dari Dewangga. Ia merasa tidak sepantasnya Dewangga mengungkap cerita barusan. Bukankah itu sebuah privasi?

“Sepertinya ini bagus, Pak. Tidak terlalu formal namun tetap elegan,” ujar Namira sambil memberikan pakaian dan jas pilihannya kepada Dewangga.

“Wah! Bagus juga selera kamu. Baik, akan saya pakai sekarang juga,” ucap Dewangga seraya mengambil pakaian itu.

Namira mengangguk lalu membiarkan Dewangga mengambil jas yang sudah ia pilih. Setalah itu, Namira memilih untuk kembali ke sofa, ia akan menunggu Dewangga di sana.

“Lebih baik gue tunggu Pak Dewa di sini saja. Setelah itu gue baru pamit untuk kembali ke kantor,” ucap Namira.

Cuaca di luar cukup terik. Terlihat dari jendela hotel yang sedikit terbuka. Tetapi, Namira sama sekali tidak merasa panas, karena AC di kamar Dewangga membuatnya nyaman.

Sering telepon mengejutkan Namira yang ternyata tidak sengaja tertidur di kamar hotel Dewangga. Namira sangat panik. Ia bangkit dari posisinya di sofa dan segera mencari keberadaan Dewangga.

“Pak... Pak Dewa?” panggil Namira.

Beberapa kali ia memanggil Dewangga, tetapi, tidak ada jawaban sama sekali.

“Astaga! Bego banget gue, kenapa bisa ketiduran di kamar bos?” ujar Namira.

Ia menepuk keningnya, menyalahkan dirinya karena tertidur di kamar hotel bos besarnya.

Kesejukan kamar membuat Namira begitu nyaman. Pun lembut dan empuknya sofa menambah rasa kantuk Namira tadi. Akhirnya Namira pun tertidur pulas tanpa ia sadari.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kekasih Diam-Diam Sang CEO   Memulai Kembali

    Para pegawai Dewangga kini kembali menjalani rutinitas seperti biasanya. Meski telah dihadang oleh berbagai pekerjaan yang menumpuk di meja kerja masing-masing, suasana hati mereka tetap masih terbawa ceria. Hasil dari staycation tiba-tiba yang diadakan oleh Dewanti. Meski sedikit lancang karena tak minta persetujuan dari Dewangga, Dewanti ternyata berhasil membahagiakan pekerja di kantor Dewangga. Hati Dewanti semakin besar. Ia merasa dirinya akan memenangkan hati semua orang. “Seru banget ya, kemarin! Andai aja tiap bulan ada staycation, kita pasti bakal betah kerja di sini. Walaupun lembur, banyak kerjaan, sering kena marah, tapi kalau ada acara kayak kemarin sih gue betah,” celetuk Ailin dengan geng gosipnya itu. Nimas datang mendengar ocehan Ailin yang cukup kencang hingga bisa didengar meski belum sampai ke meja kerjanya.“Pagi, Nimas!” sapa Ailin iseng mendekati Nimas. Wajah Ailin tidak mencerminkan keceriaan sama sekali. Wajahnya lecek seperti pakaian yang masih kusut karena b

  • Kekasih Diam-Diam Sang CEO   Kembalinya Pujaan Hati

    “Semua itu karena kesalahan Papa Dewangga. Beliau yang membuat perusahaan Dewangga hancur.” Anggara menceritakan bagaimana perjalanan kehidupan Dewangga sebelum hadirnya Namira. Dewangga sudah berjuang sejak lama. Namun, keringatnya tak ada yang melihat. Semua menilai bahwa Dewangga hanya mampu seperti sekarang. “Apa yang membuat hutang?” Namira bertanya terus dengan detail. Ia ingin tahu lebih dalam lagi tentang seseorang yang saat itu masih bertengger di hatinya. “Hutang,” jawab Anggara lalu menoleh ke arah Namira seolah memberi garis bawah. “Jadi...” “Iya, pertengkaran Dewangga dan Papanya bermula dari hutang perusahaan. Dewangga sudah susah payah membangun perusahaan itu, tetapi, Papanya justru menghancurkan sekejap dengan hutang yang menumpuk,” jelas Anggara lagi. “Kepergian dan Dewangga bukan tanpa alasan. Tapi, karena dengan hal itu Dewangga bisa damai dengan keadaan.”Selama ini diamnya Dewangga menyimpan banyak sekali luka. Dingin sikapnya melampiaskan segala kecewa yang seja

  • Kekasih Diam-Diam Sang CEO   Seluk Beluk Yang Masih Rahasia

    Akhir pekan ajaib bagi para pegawai kantor Dewangga. Untuk pertama kalinya, mereka bisa merasakan liburan bersama tanpa harus pusing dengan biaya atau pun lainnya. Mereka datang dengan outfit terbaik masing-masing. “Pasti bakalan seru banget!” celetuk Ailin dengan penampilannya yang begitu mencolok. Ailin juga geng gosipnya turun dari mobil, masuk ke villa yang sudah Dewanti sewa untuk liburan pegawai kantor calon suaminya. “Nanti fotoin gue disetiap sudut villa, ya!” pinta Ailin kepada salah satu temannya. Temannya hanya mengangguk lalu terus berjalan, karena sudah tidak sabar mengetahui isi di dalam villa. “Hai semua!” sapa Dewanti. Ia bersama Dewangga dan Anggara sudah lebih dulu sampai di villa. “Hai!” balas karyawan yang baru saja sampai di villa.Tangan Dewanti terlihat menggandeng Dewangga. Karena merasa tidak nyaman, Dewangga berusaha melepas gandengan tangan itu. Ada seseorang yang Dewangga cari, dari tatapan juga gerak tubuhnya menandakan ia sedang menanti. “Sudah datang sem

  • Kekasih Diam-Diam Sang CEO   Ide Cemerlang Dewanti

    “Ada yang luka?” Namira masuk membawa setumpuk berkas. Tetapi, hal pertama yang ia tanyakan bukanlah tentang pekerjaan. Namira dan Dewangga hanya bisa saling menatap. Banyak sekali perasaan yang ingin mereka tumpahkan satu sama lain. Sayangnya, saat itu waktu dan keadaannya nya tak mendukung mereka menyuarakan isi hati masing-masing. “Ada apa, Namira?” Dewangga memulai obrolan setelah keheningan yang panjang. “Ada beberapa berkas yang harus diperiksa juga ditandangani,” jawab Namira lalu ia duduk di depan meja kerja Dewangga. Dewangga masih tidak percaya Namira masuk ke ruangannya ketika ia sedang menjadi sosok tak waras karena cinta. “Bukan itu. Tadi apa yang kamu tanya saat pertama masuk ke ruangan saya?” Dewangga ingin mendengar lagi pertanyaan dari Namira tadi. Rasanya ada secuil perhatian dari Namira untuk Dewangga.Tangan Dewangga merah. Rasa sakitnya tak ia hiraukan. Biar mengalir begitu saja. “Apa ada yang luka?” Namira mengulang sesuai permintaan Dewangga. “Sejak kapan kamu a

  • Kekasih Diam-Diam Sang CEO   Perasaan Yang Kacau

    “Bapak sengaja mau mencelakai saya? Apa Bapak belum puas sudah melukai perasaan saya?” pertanyaan yang sungguh menggores lubuk hati. “Saya salah apa, Pak? Bapak tega sekali melakukan ini kepada saya,” sambung Namira. “Namira, tenang dulu. Saya bisa jelaskan semuanya. Kamu salah paham,” pinta Dewangga, ingin mendekat ke arah Namira tetapi Namira menolak. “Tolong tetap di situ saja,” perintah Namira untuk Dewangga yang hampir berpindah tempat ke samping Namira. “Saya tahu kejadian itu, tapi bukan berarti saya yang melakukan itu, Namira. Saya nggak mungkin tega melukai orang yang saya cintai,” jelas Dewangga yang tak mau didengar oleh Namira. “Lalu apa?” “Saya mengutus seorang menjadi mata-mata saya,” aku Dewangga semakin membuat Namira tak habis pikir.“Untuk apa?” Namira duduk, mencoba tidak membesarkan masalah yang sebenarnya menurut Namira ini adalah masalah besar. “Untuk jagain kamu,” jawab Dewangga. Suara ketukan pintu terdengar dari dalam. Namira panik. Dewangga langsung mendekat

  • Kekasih Diam-Diam Sang CEO   Masalah Dari Masa Depan

    Hubungan yang sudah diselesaikan ternyata bukan berarti berakhir. Seperti hubungan Namira dan Aidan yang kembali terjalin. Mungkin masih ada sisa rasa yang dulu mereka miliki, atau hanya sekedar ingin mengulang lembar yang tak mereka temukan pada orang lain. “Kita salah nggak sih?” tanya Namira disuatu malam ketika Namira dan Aidan sedang makan malam bersama. “Kenapa salah?” “Salah karena memulai hubungan yang pernah berakhir.” “Kalau kamu pernah dengar, hubungan lama yang dimulai lagi seperti halnya membaca novel yang sama berulang kali, menurut aku itu hanya sebuah opini. Anggapan yang belum tentu terjadi,” ungkap Aidan. “Kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi dimasa depan. Yang kita bisa hanya memperbaiki hari ini untuk masa depan itu,” tambah Aidan.“Memangnya kamu setuju?” Aidan kini berbalik tanya ke Namira. “Emm.. enggak juga sih,” jawab Namira masih belum yakin akan pendapat itu. Tetapi ia juga tak yakin hubungannya akan lebih baik dari sebelumnya. “Menurutku, semua oran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status