Share

Bab 8

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2022-12-20 08:18:32

 

Terasa ada yang meledak di dalam dada, tubuhku kaku disertai napas yang sesak, ini merupakan kabar duka untuk kesekian kalinya, cukup meluluh lantakkan hatiku yang sudah terkoyak, kepingan hati yang sudah hancur kini melebur seperti abu.

 

Amarah dalam dada ini membuncah, ingin sekali aku menghantamkan wajah sok polos itu ke tembok hingga berdarah-darah, beraninya ia tersenyum di atas rasa sakit ini.

 

Kupalingkan wajah ke arah jendela sana, menatap lurus ke luar , sempat terpikir untuk menunjukkan hasil tes laboratorium saat ini juga. Namun, bukti ini belum sempurna, aku harus mampu tunjukkan pada dua keluarga jika Mereka berdua memang pengkhianat ulung.

 

Tanpa ada bukti yang akurat keluarga besar Melta pasti akan berkilah untuk membelanya, dan ujungnya malah aku yang bersalah di mata mereka, aku tak ingin hal seperti itu terjadi, semua yang keluar dari mulut ini harus  disertai dengan bukti.

 

Pamannya Melta seorang pengacara, ia bukan sekedar paman, tapi pengganti ayahnya yang sudah tiada, jika aku katakan tanpa bukti maka om Feri akan menuntutku hingga ke meja hijau.

 

Siapa yang tidak terkenal dengan Om Feri, seorang pengacara kondang kelas atas, tarifnya mahal karena kemampuannya sudah terbukti hebat di mata orang-orang.

 

"Mas, kok kamu malah ngelamun? kita mau punya anak lagi lho," tegurnya tanpa rasa berdosa.

 

Bagaimana aku akan senang sedangkan yang tumbuh di rahimnya bukanlah berasal dari benihku, ini memang konyol.

 

"Mas!" tegasnya sambil melambai-lambaikan tangannya di hadapan wajahku.

 

Aku menunduk, hampir saja raga ini ambruk.

 

"Aku ... aku mau pergi lagi, Mel, jangan lupa periksa ke dokter kandungan," jawabku tercekat.

 

Sepatu urung kubuka, gegas berdiri lalu melangkah keluar meninggalkan Melta yang masih berdiri mematung.

 

Kubawa hati yang sudah remuk berkeping-keping ini, akan ada waktunya diriku murka, untuk saat ini biarlah kupendam amarah yang menggunung ini hingga tiba waktunya aku muntahkan.

 

Mengalah untuk menang, memang terdengar konyol tapi keyakinanku sangatlah kuat, akan ada kemenangan untuk kunikmati di hari esok, dan saat itu juga dunia akan berputar, waktunya mereka menanggung kepedihan yang tak berujung.

 

"Mas! Kamu kau ke mana lagi sih!"

 

Terdengar suara teriakkan Melta memekik, suara sendal tepleknya terdengar saat berbenturan dengan lantai, semakin kencang terdengar suara itu maka semakin dekat ia mengejarku.

 

"Mas, kamu kenapa kok jadi dingin begitu?" tanyanya,

 

tubuh Melta sudah berdiri di hadapan menghalangi, raut wajahnya penuh dusta memasang tampang iba, padahal kutahu semuanya hanya sandiwara.

 

"Aku harus pergi ada urusan pekerjaan," jawabku datar, sama sekali tak merasa kasihan dengan tampang memelasnya.

 

Berbeda dengan dulu, tatapan lembut Melta selalu menghipnotis, membuat diri ini enggan menjauh darinya, terlebih jika tercium aroma tubuhnya yang bisa membangunkan ga*rah, diri ini akan luluh dan terbuai dengan sentuhannya.

 

Namun, membayangkan itu jijik rasanya, setiap lekuk tubuh Melta sudah terj*mah oleh Gian, setelah itu dilanjutkan olehku.

 

Menjijikan!

 

Aku melajukan mobil saat Pak Satpam membukakan gerbang, dari kaca spion kutatap Melta sedang berdiri di teras memandang mobilku yang hendak menjauh, wajah itu kini berubah bringas.

 

Kulajukan mobil tak tentu arah tujuan, fikiran kosong juga perut yang terasa keroncong, ditambah segunung beban yang menumpuk di ubun-ubun hampir saja melenyapkan jiwa ini.

 

Mengingat kehamilan Melta dadaku sesak lagi, andai Melta berkhianat datu kali, mungkin akan ada maaf untuknya, kita bisa hidup bersama Sandrina bertiga.

 

Namun, pengkhianatan itu belum juga usai hingga kembali tumbuh sebuah janin di rahimnya, kehamilan Melta ibarat palu godam yang berkali-kalienghantam rongga dadaku, tak ada maaf untuknya.

 

Mobilku menepi, energiku sudah terkuras habis tak sanggup lagi untuk mengemudi, setir mobil di hadapan kini menjadi amukan pelampiasan.

 

Amarah dan air mata melebur menjadi satu menciptakan luka yang berdarah-darah, tak ada obat untuk semua ini melainkan sebuah pembalasan dendam, melihat mereka menderita mungkin bisa cukup membuat luka ini mereda.

 

Aku harus cepat lakukan itu sebelum Gian beraksi memainkan ide-ide jah*tnya. Ponsel berdering membuatku menoleh ke samping di mana pinsel itu teronggok di samping jok kemudi.

 

Panggilan dari Roy, orang suruhan Haris.

 

"Hallo, Roy."

 

"Hallo, Bos, Bu Melta pergi menggunakan mobilnya dan setelah saya ikuti dia menuju hotel," jawab lelaki di sebrang sana.

 

Untuk kesekian kalinya hati ini harus merasakan hantaman yang begitu keras, sesak, jika saja aku bukan lelaki tangguh, mungkin jiwa ini sudah berpisah dari raganya.

 

"Posisi kamu di mana?" tanyaku dengan suara nyaris tercekat.

 

"Di hotel bintang, saya sudah bicara dengan resepsionis, katanya wanita itu sudah terbiasa memboking kamar itu, Bos."

 

Degh!

 

Lagi-lagi hantaman itu meremukkan hatiku, ternyata sekarang di tempat itulah mereka melakukan perbuatan nistanya, pantas saja kamera yang terpasang di rumah tak ada gunanya.

 

"Lalu apa yang akan kamu lakukan?" tanyaku, sudah kehabisan ide.

 

"Bos ke sini saja, tapi jangan keluar dari mobil biar saya yang masuk ke mobil Bos."

 

"Baik." 

 

Mobilku segera meluncur ke alamat yang dikirim Roy melalui pesan WA, beberapa menit kemudian nampak pria berkacamata hitam melambai, lalu masuk ke dalam mobil duduk di sebelahku.

 

"Apa rencanamu?" tanyaku tanpa basa-basi

 

"Saya akan pasang kamera CCTV di kamar yang sering mereka booking, tapi semua itu membutuhkan dana, Bos, kita perlu bekerja sama dengan pihak hotel untuk mendapatkan bukti itu, Bos sanggup?"

 

Pria itu menurunkan kaca matanya, menatapku serius.

 

"Sanggup, Roy, berapa pun akan saya bayar asal bukti itu kudapatkan, bagaimana pun juga bukti itu sangat penting untuk ku serahkan pada pihak berwajib," jawabku dengan tatapan lurus ke depan.

 

"Apa yang akan Bos lakukan nantinya, menggerebek di tempat atau hanya akan mengambil rekamannya saja?" tanya Roy membuat diriku bimbang.

 

"Kenapa kamu bertanya begitu?" 

 

"Ini untuk kelancaran kerja sama dengan pihak hotel, mereka juga tak ingin nama tempat usahanya tercoreng di masyarakat, jadi jika Bos ingin menggerebek di tempat maka, dananya tentu akan lebih tinggi lagi," ungkapnya memberi penawaran.

 

Belum sempat kujawab, nampak Melta keluar dari tempat itu bersama seorang pria, dia bukan Gian, dia adalah ....

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.B Tamat

    "Tapi Papa ga tahu di mana mamamu sekarang." Mendengar jawabanku ia menunduk kecewa."Kamu ga usah khawatir Papa akan cari Mama sampai ketemu ya."Ia mendongkak dan menatapku dengan ceria."Terima kasih, Pa, semoga Mama cepat ketemu ya aku sudah kangen sekali.""Aamiin." Aku menganggukkan kepala, sepertinya kali ini harus menemui Om Feri dan Tante Ajeng, mereka lah orang terdekat Melta, dan sudah pasti tahu keberadaannya di mana.Sore hari lepas pulang dari kantor aku segera meluncur ke alamat rumah Om Feri yang dulu, setelah satpam mempersilakan masuk aku duduk di kursi teras."Cari siapa, Mas?" tanya seorang wanita, dari wajah sepertinya dia Amanda anak kedua Om Feri."Ini Amanda 'kan anaknya Om Feri?" tanyaku sambil menatap wanita itu."Iya betul, ini ... Kak Adnan?" ia bertanya sambil mengingat-ingat."Iya betul, kamu berubah ya sekarang."Ia tersenyum saat mendengar beberapa pujian dari bibirku, kami mengobrol sejenak basa-basi dan menanyakan Om Feri, ia mengatakan jika ayahnya

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.A

    10 Tahun Kemudian.Hari, tahun dan bulan silih berganti tak terasa kini usia pernikahanku dengan Renata sudah memasuki tahun ke sepuluh, Sandrina telah remaja bahkan pemikirannya hampir sepadan dengan orang dewasa, ia berubah menjadi gadis yang cantik, lembut dan berhijab syar'i seperti ibu tirinya.Renata telah berhasil mendidik anak itu ke jalan yang benar, aku bersyukur memilki dia yang tak pernah mengungkit kekurangan diri ini, ia selalu fokus pada kekurangan dirinya dalam melayani suami.Tak ada anak yang dihasilkan dalam pernikahan kami. Namun, kami dikelilingi oleh empat orang anak sekaligus.Arjuna yang tak lain putranya Haura Rahimahullah, kini telah berusia sepuluh tahun, ia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tidak manja, itu juga berkat didikan dari istriku tercinta.Sedangkan kedua anaknya Syafiq dan Maryam jauh lebih berprestasi dari Sandrina, kini si sulung Syafiq sudah berumur tujuh belas tahun dan sudah menjadi hafiz Qur'an, sedangkan si bungsu Maryam, kini berusia t

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.B

    (POV MELTA)Tak ingin lagi menanggapi ocehannya yang pedas, aku melihat cermin yang berada di dinding dekat spring bed tempatku berbaring.Luka bakar wajahku memang sudah pulih. Namun, bekasnya membuat wajah ini terlihat menjadi seram, tak terbayang jika ke luar sana tak mengenakan masker pasti orang-orang akan takut melihatnya.Bukan hanya wajah yang hancur tapi hidupku pun menjadi hancur, jika saja aku tak sedang mengandung mungkin dari kemarin aku sudah mengakhiri hidup ini.Terpuruk tanpa ada seseorang yang memberi kekuatan dan semangat hidup itu terasa menyakitkan, lebih sakit dari pada ditusuk sebuah pedang.Sempat aku berharap agar diri ini mati seperti Gian, ia tak lagi menanggung malu dan cemoohan orang-orang, kenapa ia lenyap semudah itu? setelah semunya hancur tak bersisa.Namun, aku lega karena Justin sudah mendapat hukumannya, yang kudengar dari Om Feri beberapa Minggu yang kalau pria blasteran Amerika itu mengalami depresi, dan selalu mencoba bunuh diri.Aku menyeringai

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.A

    (POV MELTA)Sembilan bulan sudah janin ini tumbuh di rahimku, kini waktunya ia keluar melihat dunia yang luas dan indah, perutku sudah terasa mulas, entah mengapa janin ini tetap hidup walau aku banyak stres dan banyak makan makanan yang tidak bergizi.Kuharap bayi yang tak jelas siapa ayahnya ini akan lenyap seiring waktu. Namun, di luar dugaan ia begitu kuat laksana sebuah baja."Bu, tolong! Perutku sakit, kayanya mau lahiran ini!" teriakku pada petugas lapas.Dengan napas yang terengah-engah aku berdiri sambil memegang perut yang sudah membukit ini, berteriak lagi pada petugas lapas yang tak kunjung datang memberi pertolongan."Mulesnya berapa menit sekali?" tanya petugas itu dingin."Sudah sering, ini udah mau lengkap pembukaannya, cepat bawa saya ke rumah sakit.""Ya sudah ayo ikut saya.""Aku ga kuat jalan, Bu, sakit," rintihku, wanita berbadan tinggi itu berdecak kesal."Sebentar saya ambil kursi roda," ujarnya ketus, lalu mendelik sebelum pergi.Begitulah nasibku di sini, dise

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.B

    Ya Tuhan, aku tak kuasa melihat deritanya, kupeluk tubuh mungil itu dan mengusap-usap punggungnya."Dia sudah di alam kubur, Sayang, Tante Ara ga akan pulang lagi ke sini, Ina doain supaya Tante Haura dikasih tempat yang paling nyaman di sana."Ia menangis terisak-isak, meraung menginginkan pengasuhnya kembali."Sini sama Nenek, walaupun Tante Ara sudah ga ada tapi 'kanasih ada bayinya, kalau sudah gede Ina bisa jagain Dede bayi pasti Tante Haura seneng di alam sana." Ibu membawa gadis kecil itu ke pangkuannya.Ia masih menangis meluapkan emosinya, aku faham Sandrina pasti sangat kehilangan, tak mudah mengobati luka hatinya yang sudah terlanjur memiliki harapan."Aku mau Tante Ara, Nek, bilang sama dia suruh pulang ke sini lagi," rengek Sandrina, membuat semua mata menangis karenanya."Dia sudah pulang ke pencipta-nya, yaitu Allah, doa in saja ya," bujuk ibu lagi sambil memeluk erat tubuhnya."Jadi Tante Ara ga bakal temenin Ina main lagi? ga bakal pulang ke sini lagi?""Kan masih ada

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.A

    "Jangan ngaco kamu, Dati!" bentak ibu tak terima."Anakmu 'kan yang sudah menyebabkan putriku meninggal, jadi kalian harus tanggung jawab, kalau engga aku akan melaporkan masalah ini ke polisi!" teriaknya sambil menyeka ingus dan air mata."Ngelaporin apa lagi? toh anak saya Gian juga lagi dipenjara, dan kamu ga ada bukti sama sekali, kalau mau lapor ya silakan, ga ngaruh ke kehidupan saya dan Adnan!" tegas ibu Ternyata wanita yang berumur senja itu bisa juga berfikir realistis, Bu Dati nampak terbungkam dan melirik suaminya."Ya maksudnya kalian 'kan orang berada seenggaknya kasihlah kami uang untuk biaya tahlilan Haura, gitu lho maksud istriku." Bapak menimpali.Huhh, bilang saja mau duit!"Ya masa cuma buat tahlilan aja harus 1 Milyar, mikir dong, saya bisa laporkan istrimu ke polisi atas kasus pemerasan, mau kamu!" tegas ibu lagi.Sepertinya wanita yang telah melahirkanku itu sangat membenci mantan suaminya, terlihat sekali dari nada suara seolah ada dendam yang membara dalam dad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status