Share

Bab 9

Penulis: Ina Qirana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-20 08:19:24

 

Mataku melongo tak percaya, mengingat betul paras wajah lelaki yang kini bersama Melta sekarang, Justin, seorang lelaki yang pernah bersaing denganku di masa lalu saat aku berjuang mendapatkan hati Melta, kini pria itu hadir lagi mengusik rumah tangga kami.

 

Ya Tuhan, kenapa semua ini terasa rumit? apakah Melta dan Justin juga ada main? ah jika tidak mengapa mereka bisa keluar bersamaan dari dalam hotel.

 

"Tunggu, Bos, sepertinya itu Bu Melta, dan ... itu bukan Gian 'kan?" tanya Roy, kukira ia sudah tahu siapa pria yang bersama Melta di dalam sana.

 

"Emang kamu belum lihat lelaki itu sejak tadi?" tanyaku keheranan.

 

"Saya membuntuti Bu Melta masuk sendirian ke kamar itu, mungkin lelakinya sudah menunggu di dalam sejak tadi," ujarnya membuat kepalaku hampir pecah.

 

"Itu bukan Gian, dia Justin mantan kekasihnya saat kuliah dulu," tegasku nampak Roy tertegun.

 

"Ok, saya akan ikuti mereka ya, tunggu saja kabar selanjutnya."

 

Roy mengenakkan kaca matanya lalu bergegas keluar dari mobil, otakku tak bisa berpikir jernih, kenyataan pahit yang nampak di hadapan begitu membelenggu menyiksa anggota tubuhku.

 

Bingung entah harus ke mana saat ini, pulang ke rumah hanya akan membuat batin makin tersiksa, terlebih jika aku melihat Sandrina, setiap seringainya seolah sebuah tusukkan.

 

Gadis kecil itu ternyata bukan darah dagingku, padahal selama ini dialah penyemangat hidup terutama obat di kala stres menghadapi pekerjaan, kenyataan pahit ini begitu menyiksa.

 

Namun, aku tak bisa membencinya, ia tak bersalah lahir ke dunia tak tahu apa-apa, entah bagaimana jadinya jika Sandrina tak hadir diantara kami, mungkin rumah tangga ini akan terasa hambar.

 

Setelah lelah berputar tak tentu arah, akhirnya kuputuskan untuk pulang ke hotel saja, menyendiri lebih baik daripada di rumah dalam keadaan nelangsa.

 

Tiba-tiba gawaiku berdering, panggilan dari Bi Lela, untuk apa ia menghubungi?

 

"Hallo, Bi, ada apa?" Aku menepikan mobil sejenak.

 

"Ini, Pak, saya mau ngasih tahu kalau Neng Sandrina panasnya makin tinggi," ucapnya penuh kekhawatiran.

 

Walau ia bukan darah dagingku tetap saja hati ini terasa cemas memikirkannya, bagaimanapun juga gadis kecil itu tak bersalah tak sepatutnya menjadi pelampiasan amarahku.

 

"Emangnya Ibunya kemana, Bi?" tanyaku sedikit jengkel.

 

"Belum pulang, Pak, saya telpon nomornya ga aktif, padahal menurut saya kalau anak lagi sakit seharusnya dia ga pergi ya, Pak, saya 'kan jadi bingung," keluh Bi Lela.

 

Hatiku berdesir, ternyata Sandrina sedang tak sehat dan aku tak mengetahuinya sama sekali, kasihan sekali gadis kecil itu harus menjadi korban keb*adab*n ibunya sendiri.

 

"Ya sudah saya pulang sekarang, siapkan semuanya kita akan bawa Sandrina ke rumah sakit," jawabku memberi keputusan.

 

"Baik, Pak."

 

Telpon terputus, mobil segera kuputar arah dengan kecepatan tinggi, hingga beberapa menit kemudian Bi Lela sudah siap duduk di teras dengan satu tas besar barang-barang Sandrina.

 

Aku turun dari mobil hendak merangkul gadis itu, suhu badannya memang terasa panas.

 

"Ayo kita pergi sekarang, Bi."

 

Wanita yang sudah lima tahun mengabdi di keluarga kecil kami itu mengangguk lalu masuk ke dalam mobil.

 

"Ibu belum pulang juga, Bi?" tanyaku menanyakan Melta.

 

"Belum, Pak, Bibi ga tahu dia pergi ke mana, kasihan Neng Sandrina." Dari kaca spion kulihat mata sayunya berkaca-kaca.

 

Melta memang keterlaluan di saat buah hatinya sedang kesakitan ia malah asyik dengan pria lain di luar sana, jika saja Sandrina sudah mengerti sudah pasti ia juga ikutan membenci.

 

Seharusnya wanita seperti itu tak boleh diberikan kesempatan untuk memiliki anak percuma jika hanya menyia-nyiakannya saja.

 

"Om Gian." Terdengar suara rintihan Sandrina, hatiku teriris mengapa dia merindukan lelaki itu, di saat ada aku yang sedang memperjuangkan kesembuhannya.

 

Apakah ini ikatan batin? Ah mana mungkin selama hidup gadis ini makan dari hasil jerih payahku hingga tumbuh besar, ini tidak adil!

 

"Om Gian ga ada, Neng, adanya Ayah tuh lagi nyetir di depan," jawab Bi Lela, kulihat dari kaca spion sorot matanya memandang iba.

 

"Aku mau sama Om Gian, bukan sama Ayah."

 

Degggh!

 

Sandrina, gadis kecil itu telah menghantam rongga dadaku, mengapa harus Gian? bukankah selama ini aku yang banting tulang menghidupinya? badanku lemas dan bergetar, mobil yang semula melaju dalam kecepatan tinggi, kini lajunya mendadak pelan.

 

"Iya nanti kita telpon Om Gian suruh nyusul ya, Sayang," jawab Bi Lela dengan lembut, terhanyut aku mendengarnya orang lain saja merasa iba dan peduli mengapa ibunya tidak, wanita itu memang berhati batu.

 

"Pak, kok mobilnya jadi pelan ya, emang ga bisa cepet?" tanya Bi Lela.

 

Ya Tuhan kakiku rasanya tak bertenaga bahkan sekedar untuk menginjak pedal gas.

 

"Pak, kita harus cepat kasihan Neng Sandrina." Kedua kalinya kuacuhkan ocehan Bi Lela.

 

Mobil masih melaju pelan, mataku memicing saat melihat sosok di depan sana, Gian bersama seorang wanita di pinggir jalan, mereka terlihat sedang bertengkar hebat, saling memandang dengan tajam, setelahnya tangan wanita itu memukul-mukul dada Gian.

 

Ya Tuhan siapa wanita itu? apa hubungannya dengan Gian?

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Asmin
cerita yg sangat bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.B Tamat

    "Tapi Papa ga tahu di mana mamamu sekarang." Mendengar jawabanku ia menunduk kecewa."Kamu ga usah khawatir Papa akan cari Mama sampai ketemu ya."Ia mendongkak dan menatapku dengan ceria."Terima kasih, Pa, semoga Mama cepat ketemu ya aku sudah kangen sekali.""Aamiin." Aku menganggukkan kepala, sepertinya kali ini harus menemui Om Feri dan Tante Ajeng, mereka lah orang terdekat Melta, dan sudah pasti tahu keberadaannya di mana.Sore hari lepas pulang dari kantor aku segera meluncur ke alamat rumah Om Feri yang dulu, setelah satpam mempersilakan masuk aku duduk di kursi teras."Cari siapa, Mas?" tanya seorang wanita, dari wajah sepertinya dia Amanda anak kedua Om Feri."Ini Amanda 'kan anaknya Om Feri?" tanyaku sambil menatap wanita itu."Iya betul, ini ... Kak Adnan?" ia bertanya sambil mengingat-ingat."Iya betul, kamu berubah ya sekarang."Ia tersenyum saat mendengar beberapa pujian dari bibirku, kami mengobrol sejenak basa-basi dan menanyakan Om Feri, ia mengatakan jika ayahnya

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.A

    10 Tahun Kemudian.Hari, tahun dan bulan silih berganti tak terasa kini usia pernikahanku dengan Renata sudah memasuki tahun ke sepuluh, Sandrina telah remaja bahkan pemikirannya hampir sepadan dengan orang dewasa, ia berubah menjadi gadis yang cantik, lembut dan berhijab syar'i seperti ibu tirinya.Renata telah berhasil mendidik anak itu ke jalan yang benar, aku bersyukur memilki dia yang tak pernah mengungkit kekurangan diri ini, ia selalu fokus pada kekurangan dirinya dalam melayani suami.Tak ada anak yang dihasilkan dalam pernikahan kami. Namun, kami dikelilingi oleh empat orang anak sekaligus.Arjuna yang tak lain putranya Haura Rahimahullah, kini telah berusia sepuluh tahun, ia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tidak manja, itu juga berkat didikan dari istriku tercinta.Sedangkan kedua anaknya Syafiq dan Maryam jauh lebih berprestasi dari Sandrina, kini si sulung Syafiq sudah berumur tujuh belas tahun dan sudah menjadi hafiz Qur'an, sedangkan si bungsu Maryam, kini berusia t

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.B

    (POV MELTA)Tak ingin lagi menanggapi ocehannya yang pedas, aku melihat cermin yang berada di dinding dekat spring bed tempatku berbaring.Luka bakar wajahku memang sudah pulih. Namun, bekasnya membuat wajah ini terlihat menjadi seram, tak terbayang jika ke luar sana tak mengenakan masker pasti orang-orang akan takut melihatnya.Bukan hanya wajah yang hancur tapi hidupku pun menjadi hancur, jika saja aku tak sedang mengandung mungkin dari kemarin aku sudah mengakhiri hidup ini.Terpuruk tanpa ada seseorang yang memberi kekuatan dan semangat hidup itu terasa menyakitkan, lebih sakit dari pada ditusuk sebuah pedang.Sempat aku berharap agar diri ini mati seperti Gian, ia tak lagi menanggung malu dan cemoohan orang-orang, kenapa ia lenyap semudah itu? setelah semunya hancur tak bersisa.Namun, aku lega karena Justin sudah mendapat hukumannya, yang kudengar dari Om Feri beberapa Minggu yang kalau pria blasteran Amerika itu mengalami depresi, dan selalu mencoba bunuh diri.Aku menyeringai

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.A

    (POV MELTA)Sembilan bulan sudah janin ini tumbuh di rahimku, kini waktunya ia keluar melihat dunia yang luas dan indah, perutku sudah terasa mulas, entah mengapa janin ini tetap hidup walau aku banyak stres dan banyak makan makanan yang tidak bergizi.Kuharap bayi yang tak jelas siapa ayahnya ini akan lenyap seiring waktu. Namun, di luar dugaan ia begitu kuat laksana sebuah baja."Bu, tolong! Perutku sakit, kayanya mau lahiran ini!" teriakku pada petugas lapas.Dengan napas yang terengah-engah aku berdiri sambil memegang perut yang sudah membukit ini, berteriak lagi pada petugas lapas yang tak kunjung datang memberi pertolongan."Mulesnya berapa menit sekali?" tanya petugas itu dingin."Sudah sering, ini udah mau lengkap pembukaannya, cepat bawa saya ke rumah sakit.""Ya sudah ayo ikut saya.""Aku ga kuat jalan, Bu, sakit," rintihku, wanita berbadan tinggi itu berdecak kesal."Sebentar saya ambil kursi roda," ujarnya ketus, lalu mendelik sebelum pergi.Begitulah nasibku di sini, dise

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.B

    Ya Tuhan, aku tak kuasa melihat deritanya, kupeluk tubuh mungil itu dan mengusap-usap punggungnya."Dia sudah di alam kubur, Sayang, Tante Ara ga akan pulang lagi ke sini, Ina doain supaya Tante Haura dikasih tempat yang paling nyaman di sana."Ia menangis terisak-isak, meraung menginginkan pengasuhnya kembali."Sini sama Nenek, walaupun Tante Ara sudah ga ada tapi 'kanasih ada bayinya, kalau sudah gede Ina bisa jagain Dede bayi pasti Tante Haura seneng di alam sana." Ibu membawa gadis kecil itu ke pangkuannya.Ia masih menangis meluapkan emosinya, aku faham Sandrina pasti sangat kehilangan, tak mudah mengobati luka hatinya yang sudah terlanjur memiliki harapan."Aku mau Tante Ara, Nek, bilang sama dia suruh pulang ke sini lagi," rengek Sandrina, membuat semua mata menangis karenanya."Dia sudah pulang ke pencipta-nya, yaitu Allah, doa in saja ya," bujuk ibu lagi sambil memeluk erat tubuhnya."Jadi Tante Ara ga bakal temenin Ina main lagi? ga bakal pulang ke sini lagi?""Kan masih ada

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.A

    "Jangan ngaco kamu, Dati!" bentak ibu tak terima."Anakmu 'kan yang sudah menyebabkan putriku meninggal, jadi kalian harus tanggung jawab, kalau engga aku akan melaporkan masalah ini ke polisi!" teriaknya sambil menyeka ingus dan air mata."Ngelaporin apa lagi? toh anak saya Gian juga lagi dipenjara, dan kamu ga ada bukti sama sekali, kalau mau lapor ya silakan, ga ngaruh ke kehidupan saya dan Adnan!" tegas ibu Ternyata wanita yang berumur senja itu bisa juga berfikir realistis, Bu Dati nampak terbungkam dan melirik suaminya."Ya maksudnya kalian 'kan orang berada seenggaknya kasihlah kami uang untuk biaya tahlilan Haura, gitu lho maksud istriku." Bapak menimpali.Huhh, bilang saja mau duit!"Ya masa cuma buat tahlilan aja harus 1 Milyar, mikir dong, saya bisa laporkan istrimu ke polisi atas kasus pemerasan, mau kamu!" tegas ibu lagi.Sepertinya wanita yang telah melahirkanku itu sangat membenci mantan suaminya, terlihat sekali dari nada suara seolah ada dendam yang membara dalam dad

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status