Kepalaku rasanya semakin berat, pandanganku pun mulai berkunang-kunang, sepertinya badanku sudah tidak bertulang lagi, lemas seketika kurasakan, untung saja ada Maria yang menahan tubuhku agar tidak terjatuh. Samar-samar aku mendengar suara mamang yang semakin mendekat.
"Non, non Dina kenapa neng? Kok bisa seperti?"
"Duh pak, ceritanya panjang pak, nih buruan kita bawa Dina pulang, takut keburu tengah malam, terus papanya tahu lagi"
"Ya neng, ayo sini biar mamang yang bawa non Dina."
Perlahan tubuhku sudah berada di dalam mobil, aku mencoba melihat keluar pintu mobil, tapi pandangan ku semakin kabur. Aku hanya mendengar pembicaraan dua orang di luar mobil.
"Pak tolong bawa Dina pulang ya, tapi jangan sampe tau papanya, kasihan Dina pak, dia ada masalah dengan Tommy terus dia minum kebanyakan, makanya dia jadi gini. Tapi besok juga udah enakan kok dia pak"
"Baik neng, makasih ya neng, sudah ngabari saya, tadi saya juga sudah mengikuti non Dina, tapi kehilangan jejak pas Non Dina naik taxi dari cafe neng.."
"Ya pak, ya sudah bapak pulang hati-hati ya"
"Neng gak bareng kita aja pulangny?"
"Ehm gak usa pak, saya bawa kendaraan sendiri pak"
"Ya sudah neng, kami jalan dulu ya"
Aku merasakan mobil melaju dengan cepat, rasa berat di kepala dan mual di perut membuatku enggan membuka mata dan mulut untuk bercerita dengan mamang. Tak lama kemudian aku merasa diriku di angkat oleh sesorang, aku mendengar ketukan pintu rumah, dan ada suara yang tak asing di telingaku.
Tok...tok..tok...
"Maaf pak, tadi non Dina pingsan, maaf juga saya tidak mengabari bapak" terdengar ucapan mamang ke seseorang yang aku duga itu pak Azzam.
"Eh ia pak, saya bawa istri saya ke atas dulu, terimakasih pak" terdengar ucapan pak Azzam dan membawa tubuhku masuk sambil di gendongnya. Aku tidak tau apa yang akan terjadi dengan diriku kalau tidak di tolong oleh Maria. Aku terlelap di sebuah kasur empuk dan terasa lembab di wajah ku, seperti seseorang sedang membersihkan tubuhku dan mengganti bajuku. Tak lama aku terlelap hingga pagi menjelang. Aku terbangun samar-samar aku mendengar suara merdu seseorang yang sedang mengaji, ada rasa tenang di hati tapi tiba-tiba saja perutku terasa mual, dan aku segera berlari kekamar mandi.
Hoek..hoek.. perutku mual, kepalaku juga pusing banget, mungkin ini efek dari minuman semalam yang aku minum.
"Dina... kamu kenapa?" Suara pak Azzam yang masuk kekamar mandi sambil memijat tengkuk dan kepalaku.
"Jangan sentuh aku, sudah sana pergi, aku bisa sendiri.." teriakku di saat aku merasa tangannya menyentuhku.
"Baiklah, aku akan pergi ke bawah untuk mengambil teh hangat untuk mu"
Aku kembali berjalan ke ranjangku dan membaringkan tubuhku, kembali muncul di ingatanku ucapan Tommy semalam, rasanya aku tidak terima dengan keputusannya. Aku harus bisa mengambil kembali cintanya untuk ku.
"Dina..." tiba-tiba saja pria yang aku benci datang dan mendekat ke arahku, aku berusaha untuk tetap cuek dengan kehadirannya.
"Ini tehnya, kamu minum dulu biar enakan. Kalau memang masih terasa pusing dan mual kita berobat ya"
"Tidak perlu memperdulikanku, aku bisa berobat sendiri kalau memang itu aku butuhkan. Dan satu lagi jangan pernah ikut campur dengan urusanku. Kalau papa sampai tau kejadian semalam, aku tidak akan memafkan mu"
Aku kembali menarik selimutku, tanpa menyentuh teh yang dia beri padaku.
Suara azan subuh berkumandang, aku bergegas bangun membersihkan diri, dan mengerjakan kewajiban dua rokaat, biasanya aku ikut sholat berjamaah di masjid, tapi entah kenapa pagi ini rasanya hatiku ingin beribadah di kamar ini. Setelah aku melakukan kewajibanku, aku melanjutkan dengan membaca Alquran, untuk mengisi sisa waktu pagiku sebelum bersiap untuk kembali bekerja. Tapi di saat aku ingin mengakhiri bacaan Alquran ku, aku mendengar suara seseorang yang sedang mengeluarkan isi perutnya, aku tahu itu pasti Dina. Aku susul dia, aku pijit tengkuknya dan mengolesi lehernya dengan minyak angin, tapi Dina menolaknya. Aku tau dia tidak akan pernah suka dengan perlakuanku. Tapi bagaimana pun dia butuh pertolongan. Aku berinisiatif membuatkan dia teh hangat, tapi tetap saja dia tidak menyentuh tehnya. Aku tidak ingin banyak bicara dulu padanya, aku tau dia pasti sedang ada masalah saat ini. Lebih baik aku biarkan dia istirahat dulu.
Saat ini aku sudah memasuki halaman rumah, aku memarkirkan motorku didepan garasi. Rasanya ingin segera membersihkan diri dan bersujud menghadap sang pencipta."Mas Azzam" suara seseorang yang memanggil namaku, aku berbalik dan melihat siapa yang memanggil"Maaf mas, boleh kita bicara sebentar?" Tanya mang Ojin pada ku"Ia ada apa mang, silahkan kalau mau berbicara" jawabku pada mang Ojin"Maaf mas kalau saya lancang, kemarin itu saya ketemu non Dina di club, sepertinya dia ada masalah besar. Memang dulu non Dina itu suka bermaim di club, tapi tidak pernah sampai seperti semalam mas. Saya kasian liat non Dina mas, sepertinya dia terpukul sekali dengan keputusan Tommy kekasih non Dina. Apa mas Azzam sudah tau?" Tampak raut wajah yang ragu di lukiskan di wajah mamang. Aku hanya menggelengkan kepalaku bertanda bahwa aku tidak mengetahui masalahnya.
Hari ini aku tidak masuk kuliah, rasa pusing dan mual efek dari minuman yang kemarin aku minum membuat tubuhku lemas. Betapa bodohnya aku telah menyakiti diri sendiri.Selama ini aku terlalu di butakan oleh cinta, cinta yang tak pernah membalas untuk ku. Satu hari aku berdiam dikamar, aku teringat dengan mama, sosok mama yang luar biasa sangat aku rindukan. Tapi rinduku tak bisa memeluknya. Aku duduk di balkon kamar memandang keluar, aku mencoba menata hatiku, selama ini aku terlalu banyak salah kepada mama. Dulu sebelum mama pergi aku berjanji akan menjadi wanita yang baik. Tapi nyatanya hanya karena seorang pria aku seperti ini. Disaat aku sedang memikirkan penyesalan dalam diriku, aku mendengar ketukan dan ucapan salam. Aku tidak merespon, hingga dia menghampiri ku aku pun tetap tidak meresponnya.
Sinar matahari menyeruak masuk di sela-sela jendela yang terbuka, membuat Dina terpaksa membuka matanya."Mmm... papa kenapa dibuka? Dina masih mau tidur pa, Dina masih ngantuk""Din, kamu harus belajar menjadi istri yang lebih baik, bangunlah nak""Azzam gak ada yang nyiapin sarapan" tegas papanya, agar Dina segera bangun"Kan ada bibi Asih pa, kenapa harus Dina""Kamu istrinya, sudah sewajibnya kamu yang melayani kebutuhan suami. Pokoknya papa tidak mau tau, segera mandi yang wangi dan pakai pakaian yang rapih, biar kamu terlihat mempesona didepan Azzam" goda papa sambil tersenyum"Apaan sih pah" Dina turun dari ranjangnya dengan wajah kesalnya dan berjalan ke kamar mandi.Dion papa Dina keluar kamar menuju ruang makan yang bersebelahan dengan dapur, saat berjalan ke dapur Dion melihat Azzam yang seda
Udara pagi masih terasa sejuk, matahari mulai memberi kehangatan untuk bumi. Azzam telah sampai di kampus tempat ia mengajar, saat di perjalanan tadi Azzam berusaha mencari istrinya Dina, tapi dia kehilangan jejak, mungkin saja Dina sudah berangkat dengan taxi, karena dia melihat mang Ojin masih berada di garasi mobil.Aku masuk keruangan ku, meletakkan tas kerja dan beberapa berkas materi kuliah nanti. Melihat jam di pergelangan tangan masih menunjukan pukul tujuh tiga puluh masih ada waktu tiga puluh menit lagi waktu untuk menunggu. Azzam pun berlalu ke perpustakaan kampus, ia ingin mengambil sebuah buku yang bisa menambah revrensi materi mengajarnya.Tak disangka, saat Azzam masuk di ruangan yang penuh dengan buku-buku tersebut, ia melihat istrinya sedang duduk berduaan dengan lawa
Setelah satu jam aku mengisi kelas ini, akhirnya aku mengakhiri pertemuan di kelas D. Tugas yang ku berikan sudah di kumpul oleh Ciko. Dan aku meminta Ciko untuk mengantarnya ke ruanganku.Aku berjalan meninggalkan kelas D dan menuju ruangan ku. Aku ingin bersiap-siap untuk pulang, hari ini jam mengajarku telah selesai. Sesuai janjiku pada abah dan umi, aku akan pindah kerumahku di dekat yayasan. Di saat aku ingin berjalan ke parkiran kampus, aku melihat Dina yang berjalan dengan pria lain, sepertinya pria itu Leo yang aku lihat di perpustakaan tadi. Aku coba menghubinginya tapi tidak di angkat. Aku kirim pesan semoga Dina membaca pesanku."Dina, mas tunggu kamu di parkiran ya, kita pulang bareng, sore ini kita pindah ke rumah mas sesuai ucapan mas dengan papa" pesan terkirim ke DinaHampir sepuluh menit aku menunggu di parkiran dan menunggu balasan dari Dina.Ting
Pagi ini aku terkejut dengan keputusan pria yang bersetatus suami ku, oups.. cuma status ya, aku tidak tertarik dengan kehadirannya sedikitpun. Dua puluh lima tahun aku hidup bersama papa di rumah mewah ini, dan di rumah ini pula aku punya banyak kenangan dengan mama, malah dengan gampangnya dia mengajakku untuk pindah kerumahnya. Sebenarnya aku tidak terima dengan keputusan dia yang tiba-tiba. Ingin menolak tapi papa memberi izin kalau anak semata wayangnya ikut dengan pria tua ini. Aku berlari keluar dengan membawa tas kuliahku, tanpa berpamitan dengan papa. Rasanya aku kecewa yang kedua kalinya dengan keputusan papa. Aku berlari keluar rumah tanpa menghiraukan panggilan papa. Aku menaiku taxi yang kebetulan lewat didepan rumah. Meminta supir taxi mengantarkanku ke kampus.Saat aku sampai di pintu gerbang kampus, aku buru-buru berjalan ke perpustakaan, hari ini ak
Pelajaran sesi pertama telah selesai, kini aku sedang berada di kantin kampus lma kamu Din" ucap Leo sambil tertawa dan duduk di sampingku"Leo leo... kamu ini lucu ya""Apa kamu bilang Din? Aku lucu, emang kamu pikir aku badut?" Ucap Leo yang memotong ucapanku dan sedikit memicingkan matanya kedekat wajahku"Bukan itu maksud aku Leo. Ahk sudahlah tidak usah di bahas. Kamu baru keluar kelas ya?" Tanyaku pada Leo, karena dari jam istirahat tadi dia tidak kelihatan."Iya nih, tadi dosennya ngasih tugas banyak banget, kalau belum kelar itu tugas gak di kasih istirahat" ucap Leo yang mulai memesan minuman.